Meraih Kesuksesan - Soeara Moeria

Breaking

Jumat, 27 Oktober 2023

Meraih Kesuksesan

Sukses, perlu diwujudkan. (Ilustrasi: bing.com)

Cerpen: Zulfa Wafirotul Khusna


Aku berjalan melewati gang menuju rumah dengan keringat mengucur di pelipisku. Tidak peduli apa kata orang yang sering mengolokku karena anak orang miskin tidak akan bisa sukses. Biarlah mereka berkomentar karena itu hak mereka yang terpenting tidak boleh down karena perkataan itu.


Setiap hari ku jalani dengan semangat yang menggebu-gebu untuk meraih kesuksesan agar kelak bisa membagikan kedua orang tuaku.


Jalan demi setapak kini terlewati setelah 2 km menempuh jarak dari sekolah ke rumah. Tidak apa masa remajaku terlewati dengan penuh kerja keras bukan seperti teman sebayaku yang bisa jalan-jalan dengan uang milik kedua orang tuanya. 


Sementara aku sepulang sekolah harus membantu ibuku bekerja di ladang. Setidaknya aku bersyukur bisa bersekolah dengan penuh perjuangan. 


“Mentari.” Terdengar suara lemah-lembut dari setibanya di rumah.


Aku mendongakkan kepala menoleh mencari siapa yang memanggil. “Iya, Bu.” 


Tampak wanita paruh baya dengan baju daster panjang dengan kerudung instan menatapku dengan sangat lekat. “Ayok masuk, Bapak ada kejutan buat kamu.” 


Dia ibuku perempuan tangguh yang telah mengandung selama sembilan bulan dan mengurus dengan penuh kasih sayang sampai sekarang. 


Ibuku sudah terbiasa menggunakan hijab semenjak remaja, hal itu membuatku mengikuti jejak ibuku untuk selalu menggunakan hijab semenjak kecil.


Kata-kata yang terlontar dari ibuku waktu kecil masih tergiang-giang di kepala. “Hijab untuk bukan sekadar untuk menutupi rambut, tapi juga untuk menutupi aurat dari pandangan lelaki yang bukan mahram.” 


Begitupun dengan bapak juga menyuruhku menggunakan hijab. Beruntung sekali aku memiliki kedua orang yang paham agama. Mungkin memang benar kalau hidupku tak seberuntung orang lain, tapi orang lain belum tentu bisa sekuat aku bisa bertahan sampai sekarang.


Aku mengerutkan dahi. “Beneran, Bu?” tanyaku penasaran.


“Iya.” Ibuku mengelap keringat yang bercucuran di pelipisku dengan sebuah handuk kecil lusuh berwarna putih. 


“Maafin Ibu ya, Nak gara-gara kita orang miskin kamu jadi berangkat sekolah dengan jalan kaki.” Ibuku menunduk ke bawah merasa tidak tega melihat keadaanku sepulang sekolah dengan wajah lesu dan lelah.


Aku menggeleng lemah. “Tidak apa-apa Bu, yang penting aku masih bisa sekolah.”


Setelah itu aku dan ibu berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.

Rumahku sederhana hanya beratap genting dan berdinding batu-batu. Di sini aku tinggal bersama ibu dan ayah serta adik laki-lakiku yang baru berusia 5 tahun.


“Ini ada sepeda untukmu, maaf Bapak hanya bisa membelikan sepeda bekas,” tutur Bapak.


Mataku berbinar melihat sebuah sepeda bekas hadiah dari bapak dilengkapi boncengan di belakang. “Terima kasih, itu sudah lebih dari cukup.”

 

Aku langsung memeluk tubuh bapak tanpa disadari cairan bening mengalir di pelupuk mata. 

Bapak mengelus surai rambut yang tertutupi oleh hijab. “Semoga sepeda ini bisa membuatmu semakin semangat belajar dan memudahkanmu untuk ke sekolah.”

 

Adikku yang baru bangun tidur langsung berjalan tertatih menghampiri kita.


“Ini, sepeda tiapa?” tanya Bintang dengan ucapan masih cadel.


“Ini sepeda punya Mbak Tari,” terang ibu memberikan penjelasan. 


“Yeah. Nanti bisa jalan-jalan pate sepeda dibonceng mbak Tali.” Bintang meloncat-loncat kegirangan.


Bapak melepaskan pelukanku dan menghampiri Bintang. “Iya, Nang. Kamu nanti bisa jalan-jalan sama Mbak pakai sepeda.”


“Terima kasih, Bapak dan Ibu telah mendukungku meraih cita-cita. Tari janji akan belajar lebih giat lagi agar bisa jadi orang sukses dan bisa menyekolahkan Bintang sampai sarjana.” Aku menghapus cairan bening di pipiku. 


“Iya semoga Allah mengabulkan doamu,” tutur serempak ibu dan bapak.


“Amiin,” balasku.


“Bintang juga janji talau uda besal akan belajal bial bisa bahagiain ibu dan bapak taya mbak,” katanya membuatku langsung mengelus rambut lebat milik sang adik. 


“Amiin semoga Bintang juga bisa jadi orang sukses bersama mbak dan mengangkat derajat Bapak dan Ibu.”


“Buat sore ini kamu istirahat aja, biar ibu aja yang bantuin di ladang,” kata Ibu.


“Iya, Bu terima kasih, tapi besok Tari bakal bantuin lagi, kok,” balasku hanya dibalas anggukan kecil oleh ibuku. 


Aku merebahkan tubuhnya di atas kasur melepas penat setelah berjalan 2 km dari sekolah. 


Hari aku merasa bahagia atas hadiah dari bapak dan ibu. Meskipun cuman sepeda bekas bagiku sudah lebih dari cukup jadi mulai besok aku tak perlu lagi berjalan kaki dan berangkat sekolah pun lebih mudah menggunakan sepeda. 


 Kata-kata mutiara yang diucapkan bapak sedari kecil selalu tergiang-giang di kepala. 


“Jangan biarkan keadaan ekonomi menjadi penghalang untuk meraih kesuksesan, jadikan itu sebagai semangat dan acuan kamu harus sukses agar bisa mengubah nasib kedua orang tuamu. Biarlah oranglain mengolok-olokmu karena kamu miskin, tapi diambil hati dan ubahlah olokan itu menjadi sebuah tepukan tangan saat kamu sukses.”


Kata-kata mutiara sederhana itu selalu menjadi penyemangat di kala orang lain mengejekku. Hanya kata sederhana tapi bermakna memberikan manfaat bagiku. 


Tiap kali teringat hatiku terasa damai dan tenang semakin membuatku segera menjadi orang sukses.


Tidak masalah terlahir dari keluarga miskin ataupun kaya. Yang terpenting adalah semangat belajar untuk meraih kesuksesan agar bisa membahagiakan keluarga. 


Jika tak terlahir dari keluarga kaya, maka kamu bisa meraih kesuksesan dengan belajar dan menjadikan keluargamu kaya, tapi harus tetap diikuti dengan niat, usaha, dan doa. Tiga kata kunci bisa mengubah nasib seseorang. 


Jangan lupa untuk terus bersyukur dan rendah hati jangan sombong ketika sudah sukses. Sellu melihat bawah agar mengerti kita lebih beruntung daripada mereka. (04)

____________________

Zulfa Wafirotul Khusna, lahir di Jepara, 6 Agustus 2005.  Menulis adalah menuangkan segala perasaan dan pikiran. Penulis 35 buku antologi dan 1 naskah solo berjudul “Zii untuk Zio”. Saat ini, penulis berdomisili di kota Jepara. Ia bisa dihubungi lewat media instagram @zuna_wa atau email khusnazulfa88@gmail.com.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar