Mbah Sutojiwo adalah anak dari Sultan Agung di Mataram
Nyokro Kusumo. Yang asal mulanya ketika Sultan Agung Mataram ngluruk menantang perang ke Pati, dan
akhirnya menang perang memboyong seorang perempuan menjadi istrinya dari Pati
Pragdo diboyong ke Mataram dan mempunyai anak laki-laki dua, yang tua namanya
Sutojiwo yang kedua bernama Sutowijoyo.
Setelah sudah sama-sama besar kedua-duanya pergi
mengembara, Mbah Sutojiwo pergi ke daerah
Rembang dengar kabar bahwa adiknya di daerah
Jowono, lalu mendengar lagi ditemukan orang dan akhirnya dihaturkan ke Kanjeng
Sinuwun Pakubowono yang ke VIII lalu dilantik dan diangkat menjabat Adipati di
Jepara diberi nama citrosomo. Mbah Sutojiwo malu jika kembali kedesanya
sendiri, karena adiknya yang bernama Sutowijoyo sudah menjadi Adipati.
Maka dari itu cerita Mbah Sutojiwo di waktu
itu bertapa di tempat di bawah
pohon ketapang disebut juga istilah angrogo sukmo,
mengheningkan cipta berdiam diri tinggal disitu, dia melihat burung perkutut
yang hinggap di pohon betah yang jaraknya tidak jauh dari pohon ketapang itu.
Burung perkutut yang manggungnya bagus sekali itu sampai menjadikan isi hatinya
berkeinginan sekali untuk memiliki burung tersebut.
Hingga tidak mengenal lelah dan susah payah mencari
cara bagaimana bisa memegangnya. Tetapi tanpa daya tak berhasil kehendak yang
diharapkan, karena begitu besar semangat kemauan mempunyai burung perkutut itu.
Sampai keinginan yang timbul dalam hatinya supaya burung tersebut bisa tercapai
mempunyai janji “Kalau saya belum mendapatkan burung itu,
saya tidak sekali-kali aku akan pergi dari bawah pohon ini.”
Bersamaan dengan kemauan yang sangat tinggi menyatukan
diri mengheningkan cipta di waktu siang
hari. Mbah sutojiwo kedatangan seorang laki-laki berkulit hitam dan berpakaian
hitam, sedangkan orang tersebut tidak ada yang mengetahui namanya, akhirnya
dinamakan orang hitam begitu saja.
Sesudah itu orang tersebut bertanya dengan Mbah
Sutojiwo, lalu Mbah Sutojiwo menjawab “Bahwa tujuan saya mempunyai maksud tidak
mau pergi dari sini kalau belum mempunyai burung perkutut tersebut.“ Setelah
orang hitam tadi mendengar jawaban dan kemauan yang tinggi itu, lalu tertawa
serta meledek kepada Eyang Sutojiwo “Anda tidak mungkin memiliki burung itu,
lalu burung yang manggung tadi berhenti, kecuali kalau anda yang mengikuti aku
dan saya ambil sebagai anak, sebab aku ingin punya anak laki-laki.“
Sedangkan burung tadi manggung lagi, Mbah Sutojiwo lalu
melihat burung itu kelihatannya di dalam
sangkar dan tergantung diblandar sebuah rumah. Ketika itu Mbah Sutojiwo lupa
ingatannya disuruh mengikuti kehendak rayuan orang hitam tadi diajak masuk
kerumahnya, setelah baru menginjak diserambi pendopo depan.
Orang hitam tadi memanggil anaknya perempuan keluar
dengan membawa wedang disuguhkan ke Mbah Sutojiwo dengan mengucap “Inilah anak
saya, kalau mau mempersuntingnya, masalah burung itu juga menjadi kepunyaanmu.“
Mbah Sutojiwo lalu menjawab yang intinya bahwa Mbah
Sutojiwo sudah membulatkan tekad menyanggupi bicaranya orang hitam tadi,
Setelah orang hitam tadi sudah mendengarkan untuk kesanggupannya Mbah Sutojiwo
yang begitu ambisi sekali lalu memerintahkan anaknya suruh mengambilkan kain
tapih atau jarik untuk ganti pakaian, karena sudah lama sampai beberapa hari
tidak ganti pakaian.
Sesudah ganti pakaian Mbah Sutojiwo diajak masuk ke rumahnya,
dan disambut dengan baik dianggap sebagai rumahnya sendiri, dan dia merasakan
kalau dijadikan menantunya orang hitam tadi, serta kehendak tercapai untuk
mempunyai istri yang cantik tidak ada bandingannya. Tidak merasa bahwa dia
nasibnya kalau dilihat dalam keadaan yang sebenarnya bahwasanya jika itu
menyadari kena bujukan dari roh halus (setan) yaitu orang hitam tadi.
Maka pada suatu hari Mbah Sutojiwo teringat mempunyai
teman yang namanya Pak Ibrahim Tunggul Wulung yang pernah mengajak kerumahnya
tetapi dia tidak mau, karena belum tercapai maksud cita-citanya. Akhirnya dia
teringat pada temannya dan mau berkunjung kerumah Pak Ibrahim Tunggul Wulung
berjalan kearah timur ketempat rumahnya berjarak kurang lebih 1 km.
Setelah sampai rumahnya Pak Ibrahim Tunggul Wulung dia
bertamu berbincang-bincang berhadapan seperti tamu biasa, tetapi Pak Ibrahim
Tunggul Wulung tidak bisa melihat wajah yang bicara itu, tidak samar bahwa itu
suaranya Mbah Sutojiwo seperti orang jagong biasa bertemu.
Sampai beberapa minggu Mbah Sutojiwo sering mendatangi
dan jagong di rumah Pak Ibrahim tunggul Wulung dan
lama-kelamaan akhirnya sudah tidak pernah kelihatan lagi ke rumah
Pak Ibrahim Tunggul Wulung. Mulai itulah Mbah Sutojiwo menghilang, sudah tidak
kelihatan lagi suaranya entah kemana perginya tidak ada seorangpun yang
mengetahui.
Begitulah riwayat Mbah Sutojiwo di desa
Bondo yang akhirnya tempat di bawah pohon
ketapang itu dikeramatkan sebagai punden Mbah Sutojiwo Bondo, yang sampai
sekarang masih menjadi tempat berziarah orang-orang dari mana-mana tempat yang
ingin meminta (nepi) apa yang dikehendaki bagi orang yang percaya dengan
roh-roh halus di situ. (M. Ma’ruf
Ridlwan/qim)
mohon maaf admin yg mendapatkan gelar Tjitrasoma adalah Djiwosuto/Ki Wuragil beliau putranya Ki Reksodjiwo yg dl adalah pengawal sultan agung ayah Tjitrasoma I nama sebelumnya adalah R.Karboso / R.Garbo setelah mendapatkan gelar reksodjiwo beliau menjadi bupati gedong kiwo mataram.jd sutowijoyo bukanlah Adipati Tjitrasoma beliau panembahan senopati mataram.sedangkang sutowijoyo adalah putra ki Ageng Pemanahan.tks info yg dpt sy berikan sebenarnya
BalasHapusPengen ngertos silsilah mbh Suko lan mbh Suto serta mbh tjitrosoma... Secara urut sampai ke RA Kartini sbb menurut ortu aku masih trah dari mbh Suko..
HapusPengen ngertos silsilah mbh Suko lan mbh Suto sampai ke RA Kartini.. Sbb menurut Ortu. Saya masih trahnya mbh Suto...
BalasHapus