Ilustrasi : Google |
Kulihat
wajah itu, mata itu, bibir itu terbujur kaku bersama tubuhnya. Tak terasa
tetesan airmata mengalir di mataku yang tak pernah sekalipun menangis. Irine,
istriku telah berjuang 2 windu melawan kesakitan pasca Kyra lahir.
Berlarilah
aku berhamburan dari ruang ICU menuju lorong rumah sakit. Malam itu terasa
menyesakkan biar pun hujan lebat, ku terus berlari dan lari tanpa henti. Sampai
aku terengah lelah di sebuah taman ruah sakit. Wajah kusut dan rambut
awut-awutan tak terurus, telah kutunggu dia selama ini untuk berharap akan
kesembuhan.
Ini
tak adil, kau ambil keduanya dan tidak menyisakan bagiku
teriakku di dalam malam
dipenuhi petir. Berkali-kali kupukul kedua tanganku ke tanah untuk mengusir rasa
geramku. Seperti tak rela bila ini terjadi, kuterus menggeram dan mengacak-acak
tanah rumput. Seolah menyari sesuatu, tiba-tiba kuterdiam seperti berpikir
dalam. Tak lama kemudian aku terngadahkan kepalaku.
Jika ini takdirmu, aku akan lawan. Aku akan cari jawabannya. Aku cari
jawabannya
ha
ha seruku sambil menyeringai.
*
* *
Setelah
seribu hari kepergian Irine, sekarang aku berada di padang pasir Irak yang dulu
dikenal Babylonia. Aku sedang mencari jawaban itu di sini, legenda Harut dan
Marut konon dua mantan malaikat itu memiliki kitab sihir yang semua jawaban
dunia ada di sana.
Kutelurusi
tiap inchi pasang pasir untuk menemukan mitos tersebut dan aku percaya itu ada.
Tak terasa 2 tahun berlalu berkelana ke sana-ke mari dari bumi nusantara ke
bumi Sunni dan Syiah ini. Rambut panjang dan muka dipenuhi brewok tak terawat,
itu tak kupedulikan.
Sesuatu
ketika saat kelelahan tanpa air minum, ku tak sadarkan diri. Dan tak terasa
jatuh pingsan. Badan ini terasa berat rasanya dan mata menahan. Panas yang
menyengat membuatku kehilangan kesadaran, tenaga yang tersisa untuk terus
bertahan. Saat injakan terakhir, kaki ini lemah tapi tiba-tiba bumi yang
kupijak bergetar hebat.
Pasir
itu menyedotku ke dalam lebih dalam, akhirnya aku terhempas di tanah kasar.
Posisi terlengkup samar-samar aku melihat dua sosok hitam menggantung di atas
langit-langit dan tak terasa mata ini berat dan jatuh pingsan.
Hei anak Adam, bangun kau! Suara itu teramat
berat dan keras mengiang di telingaku membuat kesadaranku pulih. Tak tahu berapa lama aku
pingsan, kupaksa berdiri untuk sejenak duduk melihat ke sekelilingku dan
mencari suara misterius itu. Mata ini terbelalak dua sosok tubuh terbujur dari
bawah ke atas.
Apa kau yang cari di sini, hei manusia bernama
Penta? Suara lantang
membuat jantung berdegup kencang. Siapa kalian? berbalik ku bertanya dengan rasa
penasaran sambil heran tahu akan namaku.
Ha..Ha berani juga manusia satu ini salah sosok
sebelah juga berkata. Ku berani diri bertanya Apakah kalian Harut dan Marut yang melengenda itu?
Tiba-tiba
sebelum pertanyaanku dijawab, hembusan keras mengarah kepada membuat tubuhku
terhempas ke dinding keras. Membuat tulang-tulang di tubuhku bergemeretak dan
bergeser Beraninya kau menyebut nama itu di sini. Hah tampak rasa marah itu menyengat ditelingaku. Kami di
sini telah beribu-ribu tahun menunggu pencipta kami memanggil lagi dan kamu tak
layak menyebut nama kami itu.
Dengan
sedikit tenaga aku mencoba mendekat. Aku tahu kalian adalah nama itu, kalian yang
mengajarkan sihir di
bumi Namrud kala itu suara getirku. Kedatanganku ke sini kalian pasti tahu maksudkukeduanya terdiam. Sesungguhnya
kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kehilangan kepercayaan
padaNya berkata bersamaan
mereka.
Aku tak peduli, Dia telah menggambil hal yang berharga dari
aku. Merenggut dengan tidak adil terasa hati itu sakit mengingat semuanya
kembali. Berikan sihir kalian, biar kutanggung resikonya tantangku berani.
Ada hening diantara keduanya dan baiklah kami ajarkan sihir yang kami inginkan, tapi yang kau
pelajari tidak memberikan mudharat dan manfaat apapun kepadamu.
Tapi ada satu syarat, saat terakhir nanti kamu
buka ini dilemparkan di hadapanku gulungan kertas terbuat dari papyrus
terdapat stempel segel pengikat dari lilin cair merah bertuliskan 1846 tekstur persia. Ini
saja syarat, baik aku terima tegasku.
Tiba-tiba
kedua mata sosok menggantung terbuka terbelalak, bola mata memerah memancar
sekeliling ruangan kuno tersebut. Dalam hitungan detik sekejab sebersit cahaya
menyambarku, terasa pening tubuh dan lemas. Kehilangan kesadaran seketika,
pingsan yang aku ingat hanyalah dua bayangan sosok perlahan menghilang dari
mataku.
* * *
Terik
matahari menusuk di bawah kelopak mataku membuatku membuka mata biar pun terasa
berat. Tubuh ini terasa lelah seperti habis aktivitas berat, kesadaranku
perlahan pulih. Kulihat sekelilingku seperti ku kenal tapi mengapa aku di sini
karena sebelumnya dibawah perut bumi bersama Harut Marut.
Apakah
hanya mimpi atau ilusi, tapi sejenak kuberpikir dan kulihat tangan kananku
menggenggam gulungan papyrus dan satu lagi sebuah tanda mirip tatto tertera
dibawah siku tangan 2102. Angka 2102 apa artinya ini semua, apakah sihir
Harut Marut itu berhasil?
Dibalik
pintu depan itu terbuka, kukenal wajah itu
wajah yang selalu kurindu sejak kepergiaannya. Sayang
sudah
bangun? suara lembut itu terngiang di telingaku lagi lama tak kudengar. Apakah
ini nyata atau hanya khayalanku saja suara dan tubuh Erine-istriku tercinta.
Dia duduk di sampingku, seperti biasa meraba pundakku. Kenapa
sayang?, kok termenung gimana enak tidurnya? Tadi malam sayang baru datang dari
kerja. Gimana kerjaan? tanyanya kepadaku. Hanya kupandangi wajahnya yang begitu
menenangkan hati dan jiwa ini. Wajah yang selalu ingin pulang menemui dia, tak terasa mata ini
basah, kurangkul dia kurangkul erat seperti tidak mau lepas.
Sayang kenapa? tak biasa begini ucap Erine
lembut. Jangan kemana-mana, jangan pergi dari hadapannku ma kataku. Hei
sayang, aku nggak akan kemana-mana.
Di sini khan, bersama kita bersama kata-kata terakhir bersama apa maksudnya.
Dibalik pintu muncul bocah balita perempuan dengan poni rambut panjang lucu dan
menggemaskan Ayah. Hore ayah udah bangun. Entar kita jalan-jalan yah Anak
perempuan menubruk
manja bergelayutan dipundakku. Tapi aku masih terheran-heran melihat dia, dalam
hati ini siapakah ini.
Hei sayang kok diam, ini khan Kyra. Dia kangen
ama sayang, tugas luar kota memang kerjaan sayang ujar lagi. Inikah sihir
Harut Marut yang dijanjikan olehku,
kudapatkan keluarga lagi, kudapat Erine istriku tercinta dan seoarang anak lucu
Kyra. Memang semua terbukti, sampai tak terasa genggaman gulungan kuno itu
telepas dariku. Tapi aku tak peduli, inilah yang kumau dan tidak ada yang lain.
Kehidupan duniawi dan seisinya.
Kuhabiskan
waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun-tahun bersama keluarga
kecilku. Kujalani semua hariku penuh canda tawa dan gembira seperti dunia ini
milik kami. Pernah ku berujar ke Irine Aku ingin seperti ini selama bersama kamu.
* * *
Suatu
malam kami habiskan sekeluarga untuk keluar makan dan jalan-jalan, mengendarai
SUV pekat dinginnya malam menuju rumah. Tanpa kusadari masuk tikungan dengan
kecepaan rendah, tiba-tiba ada sesosok gelap melintas tak pelak ku banting
setir ke kiri tuk menghindar. Brakk..bumper depan menyenggol pembatas jalan,
SUV itu terguling..yang kulihat Irine dan Kyra berteriak memanggilku
dan..semuanya gelap.
Saat
kubuka mataku, aku sudah terbaring diatas kereta tandu. Kulirik samping Irine dan
Kyra tampak diinfus tapi petugas koroner melepas infus itu dan munutup muka
Irine dan Kyra dengan selimut.
Tidak..Tidak !!! ini tak mungkin terjadi lagi
tanganku mencoba meraih mereka tapi terasa mati rasa hanya pikiran dan hatiku
yang bergerak. Hanya
kupandangi mereka memasuki ambulance dan aku tetap disini.
Sedikit
demi dikit jari kelingking bergerak, kupaksa terus demi menit ke jam untuk bisa
bergerak lagi. Urat syarafku sudah terasa normal mengalirkan darah dari jantung
ke otak, kupaksa berdiri. Langsung ku berdiri beranjak dari kereta tandu itu,
mencoba berdiri terus berlari. Tak kuhiraukan seruan suara petugas yang lambat
laun menjauh dari telinga. Kuberlari terus menuju rumahku, setiba disana
kucarikan lembaran papyrus tersebut yang berasaal dari gua Harut Marut itu.
Akhirnya kudapatkan, ku berlari keluar disaat guntur menggelegar dan kilat
menyambar.
Kenapa ini terjadi lagi !!! teriakku keatas
langit-langit gelap tanpa bintang sedikit. Apa ini yang kau mau, membuat
hidupku hancur sekali lagi!! tertunduk diatas lutut yang lemas dan tertunduk
diatas tanah yang lembab. Didalam kegalauanku, kuingat bahwa dua malaikatku
pernah berpesan bahwa gulungan papyrus dibuka saat tepat. Apakah ini saat yang
tepat ?? didalam hati.
Coba
kulit gulungan itu tidak ada yang istimewa hanya cap lilin warna merah berlogo
1846. Kucoba merobek segel tersebut, kubuka perlahan-lahan. Hanya gulungan
kosong tidak ada apa-apa, kubanting gulungan itu Apa ini, kalian
mempermainkan aku sambil menghujat Harut Marut dengan celaka. Tak terasa hujan turun diatas
kepalaku dan gelagar kilat terus bergemuruh. Sebersit mataku menatap gulungan,
muncul sebuah tulisan setelah terkena air hujan
Harta, Wanita dan Anak adalah Perhiasan Dunia.
Mata ini terlihat berkaca-kaca memandang tulisan, gemetar badan ini memaknai tulisan itu.
Badan
ini lemas secara tidak kusadari lutut memaksaku sujud, kening menyentuh tanah
yang telah basah. Aku paham apa yang Kau sampaikan padaku dan ini
jawabannya menangis tersedu-sedu meratapi kebodohanku selama ini. (*)
Ferry Fansuri kelahiran Surabaya, 23 Maret 1980 adalah penulis, fotografer
dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas
Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut
dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman
Picisan" (2000) termuat. Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa
Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media
Nasional. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar