Gadis Pungkruk - Soeara Moeria

Breaking

Senin, 09 Maret 2015

Gadis Pungkruk

Ilustrasi: Google

Cerpen Kartika Catur Pelita

“Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku. Sakitnya tuh di sini di dalam anuku. Sakit, sakit, asik, enak, sakit…”

Cika, perempuan bohai berkaraoke, sambil menebar senyum genit menggoda,  berjoget seksi di depan empat lelaki usia dua puluhan tahun yang asik menenggak miras.  Salah seorang di antara lelaki mendekati Cika,  merengkuh tubuhnya seraya ikutan bernyanyi.

“Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku. Sakitnya  tuh di sini di dalam celana, aduh aduh….”
    
Si lelaki lainnya terkikik.  Cika sang PK, pemandu karaoke  bergeliat  menebar pesona.

“Sakitnya  tuh di sini, di dalam dadaku. Sakitnya tuh tuh di sini di dalam dadaku. Sakit. Sakit.”

“Asik asik”

“Susu-susu.”

“Adanya wiski mas.”

“Tuangi lagi dong.”

“Brandi, vodka, congyang, mana bir?”
     
Cika beranjak ke depan lelaki tambun, si bos dalam kelompok itu.“Mau tambah lagi, Bos?”
     
“Goyang lagi dong,” si lelaki menowel pipi cabinya. Cika  pun mulai geyol. Kali ini ia mendendangkan Satu Menit Saja-Zaskia Gotik.  “Cukup satu menit, cukup satu menit kumengenal dirinya. Cukup satu menit kubergoyang bersama dirinya….”

Si bos bangkit dan menyawer, mengulurkan uang.  Cika dongong, mau-mau malu. Menggoda. Si pejantan menguar  gelora,  menyelipkan  lembaran-lembaran uang merah  pada rekah  payudara si  betina.  Cika tersenyum  ganjen. Semakin  gairah bergoyang, dan si lelaki semakin gila menyawer. Payudara,  pinggul, bokong, dan bibir sangat menggoda. Ia tak  tahan  lagi menyergap hendak menciumnya. Si Cika berkelit. Si bos terkikik.

“Aku suka kamu Cia. Kamu  engingeng  ngono.  Setelah ini temani bobok yok?”

Cika menebar jala halus siap menjerat. Erat lekat.

“Saya bayar kamu dua kali dari kemarin.”

Cika mengiyakan dan berbisik  manja.”Oke.”

“Deal.  Tapi  kasih dulu bonus nih, cium…”
   
“Ogah ah ntar ada pengen.”
   
“Kalo pengen biar mereka  cari PK lain.”
   
Room karaoke, ruang 4 x 4 dan kedap suara  itu semakin panas. Setan bergoyang. Iblis menggeliat.
   
“…mabuk lagi ah. a, mabuk lagi, goyang lagi ah ah goyang lagi.”

* * *
  
“Aku rak popo aku rak popo. Its oke ae mas. Its oke ae. Aku rak popo diapak-apakno…..”
   
Cika sang ratu primadona  karaoke “Balola” di kawasan Pungkruk. Ia mojang Bandung. Sengaja datang ke Pungkruk untuk meneruskan karir sebagai   PK. Setelah beberapa kota di singgahi, tiga tahun tahun lalu  ia betah di kota Kartini. Ijazah SMA-nya hanya laku untuk  melamar kerja sebagai pelayan toko. Sesekali ia nyambi sebagai  SPG.  Suatu hari bertemu supervisor yang ngaku   perjaka ting-ting, ternyata beranak lima. Ngaku kaya ternyata hanya punya motor roda dua, kreditan pula. Kere.
     
Cika kadung terperosok dan digigit sang buaya. Perutnya melendung dan melahirkan bayi  mungil di kampung. Mak yang merawat. Terlanjur  kotor, ia      memilih mandi lumpur sekalian. Hijrah ke kota, kerja di café. Asik jadi PK, selain dapat tip banyak, ia bisa pula  menyalurkan hobinya nyanyi. Siapa tahu kelak  ada  produser yang mengorbitkan jadi penyanyi  tersohor seperti   Cita Citata yang  melejit karena ‘Sakitnya di Sini’.

Cika yang bohai, semok, seksi, berambut cat warna  pink, bertato kalajengking,  menyedot rokok memandang sosok muda, segar,  cantik, seksi, di balik cermin. Meludahi kaca dan tersenyum sinting. Ia menggumamkan pantun ngwur.”Anak monyet bawa beruk, raja kera pake koteka. Hari ini  PK  Pungkruk, siapa tahu besok jadi  biduan ibukota.”

Cika yang berkulit  putih dada mulus,  menyeka ludah di cermin. Tersenyum terpesona pada sosok di balik cermin, ketika Tiara dan Solena masuk ke kamarnya. 
   
“Ngelamunin  apa hayo? Semalam sama bos Uhauha?”
   
“Hihihi. Bayangin jadi Citi Cititi. Uang banyak, mobil mewah, rumah megah. Bisa kumpul  sama anak.”
   
“Ah ngaco. Terima aja nasib hari ini, “ cocor Solena  sambil menghenyakkan  di  ranjang. Empuk.
   
“PK Pungkruk jangan ngayal tinggi-tinggi. Karaoke ini jalan aja syukur. Denger-denger  bentar lagi  karaoke ini ditutup,”cerocos  Tiara.
   
“Ngaco. Dengar dari mana?” Cita berpaling dari cermin, memandangai dua perempuan yang sosoknya tak beda dengan dirinya. Muda, cantik, seksi dan  menor.
   
“Kamu sih enggak  suka baca berita koran. Nonton teve kek.”
   
“Bosan politik mulu.”
   
“Koran lokal muat rencana pemkab mo nutup semua karaoke Pungkruk tuh.”
   
“Apa alasannya coy?”
   
“Katanya karaoke bikin maksiat. Orang mabuk. Mesum. Gangguin  rumah tangga orang, dan..”
    
“Emang iya.”
    
“Tapi bukan salah kita. Mereka datang ke sini, bawa burung minta dielus, bawa uang, kita kasih senang-senang. Apa kita salah coy?”
    
“Kamu  enggak  sedih kalo  karaoke kita  tutup?”
    
“Ngapain sedih. Gue bisa  pindah ke Batam,  Kalimantan, Papua  atau kalau perlu ntar ke Hongkong. Hihihi.”
    
“Elo gak punya solidaritas sama  bos yang udah nampung kita kerja di sini
“Emang gue kudu ngapain? Nangis? Kita rame-rame demo bawa sempak-kutang?  Bos banyak uang. Karaoke tutup bisa buka usaha lain. Gak usah dipikirin deh.”

“Kamu aneh, Cit.”
    
“Kalian  yang  terlalu sensitif. Ngapain  sedih. Hidup kita udah banyakan susah. Ngapain bingung. Benar kata elo tadi, kita nikmati aja  sebagai PK. Jangan sedih, ayo di sana senang, di sini senang, di sana goyang, di sini goyang. Pokoke joget-pokoke joget-pokoke joget…..” Cika goyang jorok.

Solena nimbrung goyang kentir. Tiara  melempar mereka dengan guling, tapi dia kemudian ikut goyang sinting.

“….ayo goyang dumang bikin hati senang…”

* * *
    
“Mana mungkin selimut tetangga hangat di tubuhmu…”
    
Nun di  pelataran rumah, di kamar, di kasur, di dapur, di dumu, di  kamar mandi, di jalan raya  orang berkicau-kacau  rencana penutupan karaoke Pungkruk.

“Sedih, piye kalo karaoke tutup. Gak ada lagi pemasukan. Gak bisa setor   jajan. Gak bisa lagi jual miras.”
    
“Warung sepi biasanya PK  makan di sini.” 
    
“Laundri  nangis  nih, gak da yang nyuci baju sempak kutang.”
    
“Hore, pengusaha mo buka restoran, trus PK jadi pelayan? Apa mau?  Emang buka warung makan mudah? Emang PK mau jadi pelayan yang bayarannya dikit? Aneh ae.”
    
“Keputusan grusa-grusu. Golek enakke dewe.”

“Wow, aku terinspirasi nulis esai bias usaha karaoke. Moga dimuat di wacana media.”
    
“Alhamdulillah, akhirnya kota kita bebas tempat maksiat.”
    
“Sok suci, ngaku kaji nok omah lungo ngaji nok Jakarta lungo nok tempat begenggekan. Podo ae dobol.”
“Ogak ono maneh  tempat  mabuk.”
    
“Gak bisa  lagi karaoke  luar dalam.”

* * *
    
Cika, Anita, Bella, Fatin, Solena, Tiara, Tami, Culin,  tetap  bernyanyi, adu goyang, menularkan rayuan dahsyat, persetubuhan maut,  tukar cairan berbisa, di dalam room kedap suara,  kamar berkaca, kamar mandi jorok, berdesah dalam nafsu purba.
    
“Goyang lagi, Kang. Goyang lagi ah, ah.”
    
“Kamu di atas, aku di bawah. Kamu 6 aku 9.”

* * *

Kota Ukir, 06 Februari - 09 Maret 2015
Kartika Catur Pelita, penulis novel “Perjaka”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar