Wacana Revisi UU Desa - Soeara Moeria

Breaking

Kamis, 26 Januari 2023

Wacana Revisi UU Desa

Najihul Himam. (dok. pribadi)

Oleh : Najihul Himam, peminat kajian politik kebangsaan, tinggal di Jepara  


Pada Selasa (17/1/2023) ribuan kepala desa melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR menyampaikan beberapa tuntutan terkait revisi UU no. 6 tahun 2014 tentang Desa, salah satu isi tuntutan di antaranya adalah perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. 


Para kepala desa beralasan masa jabatan 6 tahun terlalu sebentar untuk melaksanakan program-program kerja yang berkelanjutan di desa dan rentan terhadap persaingan politik ketika menjelang masa pemilihan kepala desa sehingga mengganggu stabilitas sosial di desa.


Perwakilan para kepala desa kemudian diterima oleh anggota DPR untuk didengar aspirasi mereka yang pada akhirnya disetujui oleh seluruh fraksi di DPR.


Seharusnya Badan Legislasi DPR dalam memutuskan aspirasi sebuah kelompok bisa mempertimbangkan aspirasi kelompok masyarakat lain yang berbeda pandangan, dalam hal ini DPR bisa meminta pendapat dari lapisan masyarakat di desa maupun dari para ahli tata pemerintahan desa. 


Sejauh pengamatan penulis, banyak masyarakat yang tidak setuju dengan usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuasaan para kepala desa laksana raja-raja kecil yang menimbulkan praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), seperti kutipan adagium yang terkenal dari Lord Acton (1833-1902) "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)." 


Praktik KKN oleh kepala desa biasanya terjadi di sekitar proyek pembangunan, penyalahgunaan dana desa dan pengangkatan perangkat desa yang didominasi oleh keluarga dan kerabat kepala desa, walaupun orang lain yang dipilih maka harus membayar “upeti” yang tidak sedikit. 


Maka dari itu revisi UU desa perlu membuat aturan yang lebih jelas terkait rekrutmen perangkat desa supaya menghasilkan pelayanan desa yang profesional dan kompeten, bukan tergantung atau pesanan kepala desa.


Perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun juga menghambat regenerasi kepemimpinan di desa karena terlalu lama berkuasa, apalagi jika terpilih 2 periode (18 tahun), tidak ada kesempatan bagi generasi-generasi muda yang lain untuk memimpin desa. 


Jika kepala desa memiliki niat yang baik untuk membangun, memperbaiki desa maka seharusnya masa jabatan 6 tahun sudah cukup, karena pengabdian di desa bukan di tentukan lama tidaknya menjabat, tapi seberapa berkualitas hasil pengabdian kita untuk desa tercinta. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar