Penyembelihan Hewan Kurban Perspektif Bioetika - Soeara Moeria

Breaking

Sabtu, 11 Juni 2022

Penyembelihan Hewan Kurban Perspektif Bioetika

Prosesi penyembelihan kurban. (Foto: madaninews.id)

Oleh : Muhammad Rasyid Nur K, mahasiswa pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Umat islam memiliki hari raya Iduladha yaitu pada 10 Dzulhijjah. Sejarah dari hari raya ini merupakan kisah dari nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail. Hari raya Iduladha bersamaan dengan ibadah haji yang dilakukan di Makkah. Pada hari raya Iduladha masyarakat muslim melakukan ibadah kurban dengan memotong hewan seperti sapi dan kambing ataupun unta apabila di daerah jazirah arab. 


Penyembelihan hewan kurban harus dilakukan sesuai dengan syariat Islam yaitu dengan memotong leher kerongkongan dan tenggorokan serta dua urat nadi dengan alat yang tajam, kecuali gigi dan tulang atau cara lain yang dibenarkan oleh syariat Islam.


Adapun rukun menyembelih hewan kurban yaitu; penyembelih beragama Islam, binatang yang disembelih harus halal baik dari halal zatnya dan cara memperolehnya, alat untuk menyembelih hewan kurban harus tajam agar proses pemotongan terjadi cepat dan hewan kurban tidak terlalu menderita waktu disembelih, dan tujuan menyembelih untuk mendapat ridla dari Allah SWT.


Untuk tata cara penyembelihan hewan kurban yang dikutip dari laman resmi Provinsi Sumatera Barat yakni 1) Menggunakan pisau yang tajam. Semakin tajam pisau semakin baik untuk menyembelih. Berdasarkan hadist Syaddad Bin Aus radhiallahu 'anhu, jika Nabi SAW berkata. "Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan melakukan ihsan dalam segala macam hal. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah secara ihsan, dan jika kalian menyembelih, maka sembelihlah secara ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisau dan menyenangkan sembelihnya." (HR. Muslim).


2) Tidak mengasah pisau di depan hewan yang disembelih. Hal tersebut dilakukan agar hewan kurban tidak merasa takut sebelum disembelih. Menurut hadist Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma yang mengatakan "Rasulullah SAW memerintahkan agar mengasah pisau tanpa memperlihatkan kepada hewan." (HR. Ahmad, Ibnu Majah).


3) Menghadapkan hewan ke kiblat. 4) Membaringkan hewan kurban di atas lambung sisi kiri. 5) Menginjakkan kaki pada bagian leher hewan. 6) Membaca Bismillah sebelum menyembelih. 7) Membaca takbir. 8) Menyebutkan nama orang yang akan menjadi tujuan hewan kurban tersebut. 9) Menyembelih dengan cepat supaya meringankan rasa sakit hewan kurban. 10) Memastikan pada bagian kerongkongan, tenggorokan, atau dua urat leher itu telah terpotong dengan pasti. 11) Dilarang mematahkan leher sebelum hewan tersebut benar-benar mati.


Terdapat dua hadist yang meriwayatkan mengenai tatacara penyembelihan hewan kurban menurut islam yang benar yang pertama: Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala hal. Oleh karena itu, jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menenangkan hewan yang akan disembelihnya, dan menajamkan pisaunya.” [Diriwayatkan Muslim, At Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, dan Ahmad]


Hadist kedua ialah hadis dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu  juga disebutkan, bahwa 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).


Perspektif Bioetika

Bioetika secara harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup. Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait.


Sebagai sebuah etika rasional, bioetika bertitik tolak dari analisis tentang data-data ilmiah, biologis, dan medis. Keabsahan campur tangan manusia dikaji. Nilai transendental manusia disoroti dalam kaitan dengan sang pencipta sebagai pemegang nilai mutlak. Terkadang, istilah bioetika juga digunakan untuk mengganti istilah etika medis, yang mencakup masalah etis tentang ilmu-ilmu biologis seperti penyelidikan tentang hewan, serta usaha-usaha manipulasi spesies-spesies bentukan genetik non manusiawi. Acap kali, penggunaan istilah bioetika dan etika medis saling dipertukarkan.


Dalam kajian ini, biologi, bioteknologi, ekologi, pertanian, kedokteran, politik, hukum, dan filsafat dimanfaatkan sebagai bahan baku perdebatan. Termasuk dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya adalah definisi kematian, eutanasia dan hak untuk mati, pinjam-meminjam rahim, pemanfaatan gen organisme asing dalam tanaman pangan atau tanaman ekonomis lain, pemanfaatan benih dan tanaman obat dari masyarakat asli oleh organisasi multinasional, pembajakan biologis (biopiracy), dan penggunaan senjata biologi.


Pemotongan hewan kurban di Indonesia menurut perspektif bioetika diatur secara resmi dalam Permentan 114 tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban. Permentan 114 tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban memiliki pertimbangan utama yaitu untuk menjamin keamanan, kesehatan, keutuhan dan kehalalan daging yang berasal dari pemotongan hewan kurban.


Kita mengenali istilah-istilah yang dipergunakan dalam Permentan 114 tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban seperti Hewan Kurban adalah hewan yang memenuhi persyaratan syariat Islam untuk keperluan ibadah qurban. Penanganan Hewan Kurban adalah serangkaian kegiatan dan tindakan yang dilakukan terhadap hewan kurban termasuk penyiapan fasilitas penanganan dengan memperhatikan aspek kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan di tempat penjualan, pada saat transportasi dan di tempat penampungan hewan sampai dengan sebelum dilakukan pemotongan hewan kurban.


Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114 (114/Permentan/PD.410/9/2014) tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban diteken Menteri Pertanian RI Suswono pada tanggal 29 September 2014 di Jakarta. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114 (114/Permentan/PD.410/9/2014) tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014. Agar setiap orang mengetahuinya.


Pertimbangan Permentan 114 (114/Permentan/PD.410/9/2014) tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban adalah: bahwa daging yang berasal dari pemotongan hewan kurban perlu dijamin keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalannya. Berikutnya, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk memenuhi ketentuan Pasal 11 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, perlu mengatur pemotongan hewan kurban, dengan Peraturan Menteri Pertanian;


Dari tata cara, rukun, dan kedua hadist di atas kita dapat mengambil nilai etika dalam menyembelih hewan yakni jika membunuh maka bunuhlah dengan baik dengan menajamkan pisaunya dengan tujuan untuk tidak menyakiti hewan dengan perlu adanya pengulangan saat proses penyembelihan.


Dalam bioetika penyembelihan hewan ditujukan agar hewan yang sedang disembelih mendapatkan perlakuan terbaik dengan contoh pisau yang tajam agar hewan tidak tersakiti cukup lama saat proses penyembelihan. 


Berdasarkan Universal Declaration of Bioethics and Human Rights (2006) salah satu dari prinsip bioetika adalah protection of the environment, the biosphere and biodiversity. Prinsip tersebut sesuai dengan syarat dan ketentuan hewan kurban yang berlaku dalam hukum islam. Sehingga dapat kita ketahui bahwasanya pandangan bioetika tentang penyembelihan hewan kurban sama ketentuan nya dengan hukum yang berlaku dalam agama islam. 


Meskipun dalam hal ini disebutkan pendapat yang bertentangan yakni pada hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. 


Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik elektroensefalografi (EEG) tes untuk mengukur aktivitas listrik di otak tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar