Pilpet dan Danyang - Soeara Moeria

Breaking

Jumat, 18 Oktober 2019

Pilpet dan Danyang

Jepara gelar Pilpet serentak di 15 Kecamatan. (Foto: Jepara Hari Ini)
Oleh : H. Hisyam Zamroni, Wakil Ketua PCNU Jepara

Setiap ada pemilihan Petinggi sudah dapat dipastikan bahwa orang-orang akan melekan menunggu atau nelik danyang. Pertanyaannya adalah apa itu danyang?

Sejauh memandang orang akan menjustifikasi dengan pendekatan  agama baru bahwa percaya danyang adalah syirik padahal danyang adalah bentuk komunikasi budaya pada saat itu atau pada zamannya dipersepsikan dan digunakan oleh masyarakat untuk memahami betapa seorang pemimpin adalah orang yang dipilih Gusti Allah SWT untuk memimpin umat manusia. 

Kemudian  kata  danyang ini  metamorfosis atau  bergeser menjadi wahyu maka pemimpin itu menerima kewahyon dari Gusti Allah SWT. Lalu bagaimana di masa millenial ini? 

Substansi danyang atau wahyu adalah sama yaitu orang yang dipilih Gusti Allah SWT untuk menjadi pimpinan umat dengan syarat orang tersebut digdaya. Kedigdayaan zaman old berbeda dengan zaman now' karena situasi, kondisi dan tantangan yang berbeda. 

Maka konsep dan implementasi digdaya bergeser pada zaman now adalah  cerdas dan profesional yang dalam kitab suci adalah pertama qawiyyun amin. Qawiyyun adalah digdaya akal,  ekonomi, fisik dll sedangkan amin adalah karakter yang baik yaitu jujur, dapat dipercaya dll. Kedua, cerdas dan profesional yang di dalam kitab suci diterangkan Qul kullun ya'malu ala syakilatih. Lalu pertanyaanya adalah apakah pergeseran itu kemudian menafikan satu sama lain?
 
Rentetan perjalanan sejarah pada dasarnya adalah saling melengkapi dan mensupport bukan saling menafikan. Kekurang-pahaman kita dalam memahami sejarah karena menganggap sejarah itu mabni atau mati tidak mu'rab atau hidup sehingga sering kita kepaten obor melangkah ke depan tanpa melihat masa lalu.

Nah, konsep danyang kemudian menjadi wahyu yang sekarang menjadi cerdas dan profesional merupakan rentetan perjalanan sejarah yang memberikan landasan dalam berpijak dalam menentukan pemimpin yaitu bahwa menjadi pemimpin itu titah Gusti Allah SWT yang diberikan kepada hambanya yang cerdas dan profesional.

Dari keterangan di atas menuju kearifan kita setidaknya kita tahu bahwa landasan berfikir tentang pemimpin dan kepemimpinan mempunyai rentetan perjalanan sejarah yang begitu segar dan indah di mana masyarakat pada zamannya mempunyai tafsir tentang bagaimana memilih pemimpin yang baik dan mampu membawa masyarakatnya sejahtera, adil, dan bahagia, sedangkan sekarang kita harus mampu merekonstruksinya dengan cerdas  tanpa haruss menafikan pemikiran para pendahulu-pendahulu kita. 

Di sini lah kita mampu  menciptakan budaya baru yang memunculkan peradaban baru sebagaimana para pendahulu-pendahulu kita juga melakukan hal yang sama.

Kita memang sekarang ini harus bangkit menciptakan peradaban baru daripada hanya bisa bercerita nostalgia masa lalu eyang-eyang kita. Dan kita tidak ingin dikatakan sebagai generasi yang naif tanpa rasa, cipta, karya, dan karsa. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar