Spirit Nasionalisme dalam Bacaan Tahlil - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 05 September 2017

Spirit Nasionalisme dalam Bacaan Tahlil


Jepara, SoaearaMoeria.Com
KH Idris yang didawuhi untuk menjadi badal Habib Luthfi karena berhalangan rawuh dalam acara Jateng Bershalawat di Lapangan Mrican Mulyoharjo, Jepara, Kamis (24/08/2017) menyatakan bahwa jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) tidak gampang goyah untuk tetap cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“PBNU yang merupakan singkatan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 menunjukkan bahwa NU tetap cinta terhadap bangsa dan negaranya,” katanya menyampaikan mauidlah sembari menyampaikan salam dari Habib Luthfi.

Kiai asal Pati itu menjelaskan, bahwa kiai-kiai zaman dulu sudah jelas-jelas cintanya kepada NKRI. KH Idris pun mencontohkan saat KH Yasin Yusuf asal Blitar, Jawa Timur diaturi Presiden Soekarno tausiyah di Istana menyampaikan bahwa orang Indonesia yang beragama Islam menerima pancasila sebagai dasar Negara.

Patut diketahui juga, bahwa pesantren Mbah Muslim Imam Puro Klaten, katanya bernama pesantren Pancasila Sakti. Contoh-contoh itu sebutnya merupakan bukti bahwa kiai sangat cinta kepada bangsa dan negaranya.

Nasionalisme Tahlil
Dalam kegiatan Jateng Bershalawat yang didukung sepenuhnya oleh Pemrov Jawa Tengah itu, Kiai Idris juga menerangkan bahwasanya ada nilai nasionalisme dalam pembacaan tahlil.

Qulhuallahu ahad. Ini sejalan dengan sila pertama ketuhanan yang maha esa,” jelasnya kepada ribuan jamaah yang memadati lapangan Mrican, Mulyoharjo, Jepara.

Untuk sila kedua, sambungnya, pada saat dilafalkan la ilaha illallah peserta tahlil beradab, punya etika. “Salah satu etika ialah kopiahan, (mengenakan peci, red),” urainya.

Dalam majelis taklim yang juga dimeriahkan grup shalawat Az Zahir pimpinan Habib Ali Zainal Abidin Assegaf Pekalongan itu, Kiai Idris menerangkan sila yang ketiga.

“Siapa pun boleh datang pada tahlilan. Agama apa pun boleh tidak dilarang,” urainya yang didampingi Forkompinda Jepara dan Jawa Tengah.

Sila ke empat, kerakyatan, terangnya memilih pemimpin tahlil ialah yang pantas dan tidak ada jamaah yang protes. “Sila lima keadilan, setelah tahlil usai jamaah mendapat berkat semua,” terang Kiai Idris.

“Pancasila….”

“Jaya…! Jamaah dengan kompak menjawab seruan kiai.

“NKRI!”

“Harga mati,” pekikan suara itu menjawab seruan kiai pertanda mauidlah yang diuraikannya telah usai. (sm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar