![]() |
Ilustrasi : Google |
Cerpen GM
Saivul
Sebenarnya kenapa harus ada rasa sakit? Jika semua orang bisa happy,
tentu dunia akan lebih nyaman. Feni berimajinasi dengan pikirannya sendiri.
Terbang ke mana-mana.
Sementara tubuh kecilnya terdiam kaku. Tidak bisa digerakkan
lantaran perasaan yang teramat sedih. Sudah tiga hari dia mengurung diri di
kos. Tidak mau makan, tidak mau minum.
"Lebih baik aku mati saja. Biar Antoni tahu rasa. Jika aku
mati sekarang pasti dia akan merasa bersalah dan menyesali perbuatannya."
Ditulisnya kata itu besar-besar dalam jiwa gadis yang memiliki tinggi 160 cm.
Sekarang ini yang ada di hatinya cuma ingin membalas kepedihan dari
hasil perbuatan mantan pacarnya itu.
* * *
Hari Sabtu di bulan Januari. Seseorang bergaun hitam bersiap-siap
di depan kamar kos. Air mukanya tampak begitu menyenangkan. Suara musik mengisi
ruangan semu di telinga, menyalurkannya hingga batang otak, disambung lagi
hingga menghasilkan suara cempreng si gadis yang sedang menirukan alunan
vokal di kepalanya. Asyik sendirian. Kaki dan kepala selaras mengikuti melodi,
menimbulkan suara cetuk-cetuk hasil tabrakan sepatu dengan ubin.
Gerung suara mobil van hitam berhenti di pinggiran jalan Ibu kota.
Pria gagah memakai jaket berbahan kulit membuka pintu. Gerakan kakinya tegas
dan cepat. Sekejap ia sudah berpindah tempat.
"Malam, Feni ... sudah siap?" ujar Antoni ketika dia
sudah dekat. Tidak ada respons dari gadis yang disapa. Dia tak menyadari
kehadiran sang pacar.
"Fen, ayo!" Tepukan tangan di pundak mengembalikan
kesadarannya, seperti bunga hampir layu terkena siraman air hujan.
"Eh, Mas Toni sudah datang. Kapan datangnya, Mas? Feni sudah
lama nunggu lho." Senyuman manis mengembang di bibir merah si gadis, diiringi
suara yang berhenti hampir berbarengan dengan gerak tangan menurunkan headset.
Bagi Feni meskipun menunggu lama tidak masalah, asalkan orang yang
ditunggu tetap datang.
"Maaf ya, Sayang aku tad.... " Belum selesai Antoni
memberi alasan, telunjuk Feni sudah menyentuh bibir pria macho di depannya.
"Yang penting kamu tidak lupa, Mas. Aku tidak butuh penjelasan apa pun
darimu. Yang kubutuhkan adalah kehadiran Mas Toni di sisiku. Ayo kita berangkat
sekarang!" ajak Feni. Tangannya cekatan menggandeng pria yang sangat dia
cintai.
Sekembalinya Feni di kosan, perasaannya melambung bahagia. Betapa beruntungnya aku memiliki pasangan
yang ganteng dan super keren seperti Mas Toni.
Sepanjang waktu kalimat itu diulang-ulang dalam benaknya. Bayangan
wajah Antoni saat tersenyum, mengobrol di cafe melekat di pelupuk mata,
juga berlarian di dalam kepala. Sebelum tidur dia menyempatkan membuka
Facebook, menuliskan kalimat cinta yang sudah tak terbendung lagi.
Terima kasih buat malam ini Mas. Love
you. Selesai menekan tombol post
gadis itu tidak langsung log out.
Membaca-baca tulisan yang hilir mudik di depan mata. Ibu jari cekatan
bergerak-gerak. Tanpa sengaja dia menemukan satu tulisan yang menohok hati.
Jika seseorang benar mencintai, dia takkan membiarkan yang
dicintai menunggu lama.
Jika seseorang benar mencintai, sesibuk apa pun dia akan memberi
kabar.
Jika seseorang benar mencintai, dia takkan tega membuat yang
dicintai bersedih.
Jika seseorang benar mencintai, dia takkan membiarkan rindu yang
dicintai berlarut-larut.
Jika seseorang benar mencintai, dia takkan membuat yang dicintai
menebak-nebak apa yang terjadi padanya.
Jika seseorang benar mencintai, dia takkan pernah berkata bohong
kepada yang dicintai.
Penulisya adalah Ina Casei. Feni merasakan ada yang aneh dengan
status itu. Pikirannya mulai mencari tahu arti cinta sesungguhnya. Jika benar
Mas Toni mencintaiku, kenapa dia membiarkanku menunggu lama? Apakah dia tidak
cinta? Feni bermain dengan kesimpulan-kesimpulan yang dibuatnya sendiri.
Kebahagiaan yang tercipta sepanjang hari ini sedikit demi sedikit
mulai menguap. Berganti dengan banyak pertanyaan di kepala. Kita lihat saja
nanti. Aku tidak akan bertanya langsung kepada Mas Toni. Menanyakan itu sama saja dengan mengakui kebodohanku. Aku
tidak mau terlihat lemah di matanya.
Begitu pikir Feni. Keputusan telah diambil. Roda permainan telah
diputar. Akan berhenti di mana, siapa pun tidak tahu. Bisa jadi jackpot, bisa
jadi juga zonk.
Semenjak malam itu hubungan Feni dan Antoni menjadi tegang.
Masalah-masalah kecil yang dulunya bisa ditolerir sekarang tidak lagi. Setiap
pertemuan menjadi lahan pertarungan panas. Argumen-argumen menyudutkan
terlontar.
Sikap Feni lebih tegas dari sebelumnya. Karena terlalu sering
terjadi pertengkaran demi pertengkaran, rasa cinta kedua insan yang dulunya
bersemi kini telah pudar Tidak ada kebahagiaan lagi di hubungan mereka. Feni
merasakan sakit yang mendalam ketika dia melihat Antoni berjalan keluar dari
Mal bersama gadis lain.
Gadis yang menurut pemikiran pendeknya saat itu terlihat lebih
cantik, lebih tinggi, dan lebih oke. Kejadian itu membuat bimbang berhari-hari.
Bingung dengan keputusan yang akan diambil nanti. Sementara hati masih cinta,
namun yang dicinta lebih mencintai yang lain.
Sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Feni akhirnya
memberanikan diri mengirim pesan, “Mas, apakah kau mencintaiku? Jika kau cinta
seharusnya kau tidak biarkan aku menunggu, Mas. Kau juga tidak akan tega
menduakanku dengan wanita lain. Aku memang tidak lebih cantik atau lebih tinggi
dari gadis barumu itu Mas. Tapi Ini hati, bukan time zone. Jangan main-main
dengan hatiku. Aku masih mencintaimu. Selalu.”
Di seberang sana Antoni membuka pesan, membaca kemudian menutup
lagi. Tidak membalas. Buat apa? Bagi pemuda itu, dia tidak harus menjelaskan
siapa gadis yang disebutkan Feni.
"Dia adalah keponakanku. Tapi kau selalu curiga kepadaku. Aku
bosan Fen dengan pertengkaran ini. Aku bosan! Sebaiknya kau pikirkan dulu apa
kesalahanmu. Aku akan memberi waktu sebulan," gumam Antoni kesal.
Tangannya tetap terkendali memegang setir.
Feni menunggu pesan balasan, tapi tak kunjung ia dapatkan. Kembali
ia mengirimkan satu poto screen capture
tulisan dari Ina Casei. Sumber segala permasalahan. Naas sekali nasib gadis
berusia 21 tahun itu. Sang kekasih masih enggan membalas.
* * *
21 hari setelah kejadian itu, Feni tetap tidak menyadari keinginan
pria yang pernah mengisi hatinya. Bukannya menjadi tenang pikirannya semakin
liar. Hari demi hari berlalu hingga janji satu bulan terpenuhi. Antoni datang
menjemput pujaan hati ke kosan. Diketuk pintu kamar berulang kali.
Tiga kali dicoba tidak ada balasan. Ditelpon juga tidak ada
jawaban. Antoni panik. Ia meminta bantuan siapa saja. Saat pintu kamar dibuka
paksa pemilik kos, alangkah terkejutnya semua orang. Didepannya, Antoni
mendapati tubuh seorang wanita sedang tergelantung kaku oleh lilitan tali di
leher.
"Feni...!" teriaknya histeris.
Di sudut kamar terdapat kaca bertuliskan Ini hati mas bukan time zone, aku mati karena permainanmu. Antoni
menyapu pandangan ke sekeliling.
"Tidak, Fen. Tidak. Jangan mati!" Berlari Antoni
mendekat. Menepuk-nepuk pipi kekasihnya. "Maafkan aku..."
Segera Antoni melepas tali yang menempel leher. Tangan besarnya
cekatan memeriksa napas.
"Tolong siapa saja segera panggil ambulance!!!!"
Jepara,
6 September 2016
No comments:
Post a Comment