Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) menyebut bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan
benteng terakhir pertahanan kebangsaan. NU menjadi benteng pertahanan setelah
empat pilar kebangsaan, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945 (PBNU).
“Benteng
terakhir pertahanan kebangsaan ini, itu NU. Sejak lahirnya NU tidak pernah
bertentangan dengan negara. Bahkan berkontribusi besar membangun negara
nasionalis. Negara yang rahmatan
lil alamin,” tutur Kompol Imam Mahrus pada acara Lailatul Ijtima di
Kantor PWNU Jateng Jl. Dr Cipto 180, Semarang, Rabu (22/03/17).
Malam
pertemuan bulanan warga Nahdlyin di Jateng ini dihadiri beberapa kiai sepuh.
Hadir diantaranya KH A’wani Sya’roni dari Pamotan, Rembang, KH Muharror Ali
dari Blora, Rais Syuriah PWNU Jateng KH Ubaidullah Shadaqoh beserta
wakilnya KH Hadlor Ikhsan.
Hadir
pula Sekretaris Tanfidziyah KH Mohamad Arja Imroni beserta wakilnya Nur Shoib.
Ketua Tanfidziyah KH Abu Hapsin malam itu berada di Kabupaten Kebumen untuk
menghadiri acara PCNU. Selain para kiai hadir pula Anggota DPRD Jateng
Muh Zen Adv dan Sukirman serta Wakil Rektor 1 UIN Walisongo Semarang, Musahadi
HAM.
Kompol
Imam pada kunjungannya ke Jawa Tengah itu merupakan utusan Mabes Polri. Ia
menyempatkan diri singgah di kantor PWNU Jateng selain karena sebagai kader NU,
sekaligus menyampaikan pesan-pesan dari Kapolri, Jenderal Tito Karnavian.
”Jangan
sampai menjadi kader NU ”ting-ting” alias ”tingak-tinguk”. Adoh karo kiaine, gurune mbah google (jauh
dengan kiainya, karena gurunya mbah google). Maka kembalilah kepada NU yang
sesungguhnya. Ritual-ritual ke-NU-an semakin digalakkan, abaikan saja yang
mencap ini itu bid’ah,” jelasnya sebagaimana dilansir nujateng.com.
Rais
Syuriah KH Ubaidullah Shadaqoh pada kesempatan sambutan menyambung
pembicaraan dari Kompol Imam. Pengasuh Pesantren Al-Itqon, Bugen, Tlogosari
Semarang ini tak sepakat jika warga NU selalu diam dengan hasutan-hasutan dari
kelompok lain.
“Sabar
itu ada batasnya. Kalau dibiarkan (hasutan bid’ah, haram dan lain-lain terhadap
NU) yang kasihan anak-anak kami,” tegas kiai yang akrab disapa Gus Ubed.
Kiai
Ubed justru mengamati selama ini pihak kepolisian kurang tegas dalam menindak
kelompok-kelompok Islam radikal. ”Kalau (ada kelompok Islam) yang mengharamkan
hormat bendera, ya tangkap. Jangan dibiarkan,” saran Gus Ubed.
Kiai
Ubed justru khawatir personel kepolisian terpengaruh dengan ideologi Islam
radikal bahkan teroris. ”Saya justru khawatir kalau polisi yang menginterogasi
teroris itu justru jadi teroris. Karena kalah dalil. Jadi, saya juga pesan
jadilah polisi yang kaffah,”
tandas Kiai Ubed.
KH
Mustamir Wildan yang hadir sebagai penceramah pada malam itu menyampaikan
eratnya hubungan antara NU dan Indonesia. Karenanya, barang pasti bahwa NU
menjadi benteng pertahanan kebangsaan.
“Kalau
kita bicara NU, sudah pasti bicara Indonesia. Kalau bicara Indonesia jangan
sampai meninggalkan NU, Jangan khawatir (soal jiwa kebangsaan NU), mohon
disampaikan ke Jenderal Tito di Jakarta,” tutur Ketua Pesantren Raudlatul Mubtadi’in,
Balekambang, Jepara ini. (Cep)