Nasionalisme dalam Seni Teater - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 20 April 2016

Nasionalisme dalam Seni Teater

Kudus, soearamoeria.com
Teater adalah media pembelajaran alternatif yang dapat ambil bagian dalam membentuk karakter serta mental sebuah bangsa. Hal ini tampaknya bukan sebatas isapan jempol belaka jika menyaksikan persembahan yang disajikan oleh teater Keliling dari Jakarta di Auditorium Universitas Muria Kudus (UMK), Senin (18/04/16). 

Pementasan yang berjudul Jas Merah ini merupakan agenda pentas keliling pulau Jawa oleh Teater Keliling yang disutradarai langsung oleh Rudolf Puspa yang juga merupakan penulis naskah sekaligus salah satu pendiri teater Keliling.

Dalam pertunjukan yang berlangsung sekitar satu setengah jam tersebut teater Keliling mengajak para audien untuk meraba kembali seberapa besar rasa nasionalisme yang masih tersisa dalam hati generasi muda. 

Keberadaan sifat dan perwatakan generasi muda Indonesia dalam pementasan Jas Merah oleh Rudolf dihadirkan dalam karakter tiga tokoh Kom, Kor dan Paty. 

Karena menurut Rudolf bahwa bahwa kebanyakan generasi muda bangsa ini memiliki sifat-sifat tersebut dimana Kom adalah simbol tokoh generasi muda yang serba komersial, segalanya serba dihitung dari bentuk popularitas, segalanya serba gadget, segalanya serba skype. 

Lalu Kor adalah simbol perwatakan generasi muda yang selalu memandang bahwa keberhasilan adalah jika orang mampu menumpuk kekayaan diatas rata-rata tak perduli dengan jalan apa, sehingga korupsi dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Sedangkan Paty adalah simbol bahwa sebagian generasi muda juga mengalami sikap dan sifat apatis terhadap apapun yang sedang menggejala di negeri ini. 

Sepanjang pertunjukan penonton secara perlahan dilempar ke masa lalu untuk kembali menyaksikan kisah-kisah heroik dari pahit getirnya perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaan. 

Dalam hal ini teater Keliling menyuguhkanya dengan menghadirkan tiga tokoh perjuangan Soekarno, Nyi Ageng Serang dan Dewi Sartika. Kehadiran tiga tokoh itu mampu memberikan pukulan bertubi-tubi pada audiens lewat dialog-dialog yang berisi tentang perjalanan para pahlawan dalam melakukan perjuangan. 

Bahkan secara vulgar Rudolf kembali ingin menggugah rasa nasionalisme audiens lewat adegan yang menggambarkan penderitaan ibu pertiwi yang kian rapuh tergerogoti oleh bermacam-macam kepentingan. Bahkan siapapun yang mencoba untuk peduli dengan ibu pertiwi akan mengalami nasib yang tragis, ia akan terlempar pada ruang masa lalu.

Benarkah telah sedemikian bangsa ini? Hal inilah yang menjadi latar belakang gagasan tersebut diusung oleh teater Keliling dalam melakukan lawatannya. Hal tersebut juga yang menjadi alasan mengapa Forum Apresiasi Sastra Budaya Kudus (FASBuK) dalam melakukan kerjasama penyelenggaraan pementasan tersebut. 

“Kami merasa ide pertunjukan ini sangat bagus, dan sangat pas untuk menggugah semangat serta spirit nasionalisme bagi generasi muda,” urai Laneno Machiavelist salah satu penggiat FASBuK. [Saliem/qim] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar