KH
Muhsin Ali, salah satu kiai sepuh Jepara, Jum’at (10/03) kemarin telah
mengembuskan nafas terakhir di RS Islam Sultan Hadlirin Jepara. Meski pengasuh
pesantren Al Mustaqim desa Bugel kecamatan Kedung kabupaten Jepara ini telah
tiada namun kenangan bersama ayahanda masih dirasakan oleh putranya Sholahuddin.
Salah
satu kenangan yang masih ia ingat hingga sekarang ialah cara mendidik almarhum
kepada warga sekitar agar demen
mengaji.
Dulu,
sebagaimana diceritakan lelaki yang kerap disapa Gus Sholah sewaktu boyong dari
pesantren Pondoan Pati asuhan KH Muhammadun, Kiai Muhsin diamanati ayahnya
untuk meneruskan langgar yang pernah dirintis ayahnya. Mushala Al Firdaus,
namanya.
Sembari
mengajar di madrasah Muallimin kiai sepuh ini mempunyai strategi agar mushala
tidak hanya digunakan untuk tidur dibelikanlah alat rebana.
Lewat
alat musik khas Islami ini kiai membuat anak muda di kampung semangat. Dengan seringnya
latihan, alhasil grup rebana ini diundang K. Sulaiman untuk tampil di
kediamannya. Lambat laun grup ini juga kerap mendapat undangan dari masyarakat
sekitar.
Di
tengah-tengah tenarnya grup ini, sang ibunda kiai, Muslimah marah. Dirampaslah
seperangkat alat musik ini tujuannya agar tidak main lagi.
“Bapak
menjelaskan perkara ini kepada ibu. Intinya mushala menurut Bapak (Kiai Muhsin
Ali) bukan sekadar tempat tidur,” jelasnya saat ditemui NU Online di rumah
duka, Sabtu (12/03) siang.
Berawal
dari kemarahan ibu ini, pihak keluarga mengevaluasi kegiatan tersebut. Sehingga
kegiatan yang mulanya hanya rebana dan zafin mulai saat itu kemudian ditambah
dengan ngaji, hafalan al qur’an dan
masih banyak lagi.
Cerita
itulah yang menjadi awal berdirinya pesantren hingga kini. Saat ini tercatat
sekitar 175 santri yang mukim di pesantren yang beralamat di Jalan Pasar Lama
desa Bugel RT. 05 RW.02 kecamatan Kedung kabupaten Jepara. Santri mukim ini
berasal dari Jepara, Demak, Pati dan Semarang.
Kini,
kiai sepuh berusia 76 tahun ini telah kembali ke haribaan Illahi. Sebagai salah
satu putra almarhum, Gus Sholah yang juga dosen Ipmafa Pati ini secara tidak langsung
menyatakan siap meneruskan perjuangan ayahanda tercintanya.
Di
Yayasan Muhsin Ali berdiri MTs, TPQ, Wustho, Ulya dan Pesantren. Apalagi kiai
muda ini teringat apa yang menjadi petuah bapaknya. Nasihat yang masih
diingatnya hingga kini ialah agar tetap istiqamah berjuang di pesantren,
madsarah dan Nahdlatul Ulama.
Nasihat
ini baginya bukan sekadar ucapan belaka. Beberapa rutinitas yang pernah diikuti
ayahnya semisal aktif di KBIHNU, PCNU dan pesantren Al Mustaqim.
Sabtu
(12/03) pagi almarhum sudah dikebumikan di maqbarah keluarga Bani Ali dan
Muslimah (Banlima) tak jauh dari kediamannya. Pasangan KH Muhsin Ali dan Hj.
Mas’adah meninggalkan 5 anak Hj. Elok Faiqoh, H. Luluk Zahroh, H. Sholahuddin,
Habiburrahman dan Hj. Nur Hidayah. (qim)