![]() |
Foto : Google |
Setiap
orang memiliki rahasia, namun terkadang tak menyadarinya. Ketika pulang sekolah, melihat ada mobil tamu di parkir di depan
rumah, ia memilih memasuki rumah lewat pintu belakang. Tanpa sengaja pembicaraan tabu itu tertuju.
“Aldi
tumbuh menjadi anak cerdas ya, Mir,” itu suara Oma Helena!
“Iya,
Mah. Aldi sehat dan cerdas. Ranking satu di kelas.”
“Tak
sia-sia kamu mengangkatnya jadi anak pancingan.”
“Ya,
tapi aku dan Mas Irwan tetap menganggap Aldi anak sulung kami. Karena kami
mengadopsinya sebelum Ira dan Iwan
lahir.”
“Hal
itu yang ingin Oma katakan. Walau Aldi
bukan anak kandung kalian, jangan bedakan dengan
Ira dan Iwan!”
“Tentu
saja,Ma. Kami sangat menyayangi Aldi. Walau kadang ia bandel.”
“Ya, namanya juga anak ABG seumuran segitu
sedang jadi-jadinya. Sebagai orang
tua kita pintar-pintar …”
Aldi
memasuki kamarnya, perasaan berkecamuk. Anak pancingan?
Aldi
merasa kepalanya pusing, mengganti seragam sekolah, lalu berbaring diam-diam di
ranjang. Entah berapa lama, sampai ia mendengar pintu kamar diketuk. Mama masuk.
“Aldi
kamu sudah pulang sayang? Loh kamu sakit?
Tapi keningmu gak panas…”
“Aldi
tak sakit Ma. Aldi cuma kecapekan. Tadi ada pelajaran olah raga di sekolah”.
“Ya,
sudah. Cepat ke luar. Ada Oma datang
tuh, Jauh-jauh dari Belanda bawain
oleh-oleh untuk kamu.”
Aldi
menemui Oma di ruang tamu, menyalami
dengan hormat. Oma mencium hangat. “Kamu sudah besar Aldi. Kamu semakin ganteng
dan tinggi.”
* * *
Pertandingan
basket yang menyedihkan. Pemain inti, Aldi
tampil tak secemerlang biasanya. Tim
basket SMA “Bintang Terang”
kalah. Untuk yang pertama kalinya dalam
sejarah. Suporter kecewa. Aldi memilih nggeblas
meninggalkan lapangan. Tak digubrisnya teman-teman satu tim yang menatap heran
“Ada
masalah apa sih, Di? Kamu putus cinta?” usik Hendri teman terdekat satu tim.
Bahkan mereka duduk satu bangku.
“Nggak.”
Boro-boro patah hati, jatuh
cinta juga belum pernah.
“Beberapa
hari terakhir ini melamun mulu. Please, sebagai sahabat, kamu bisa berbagi.”
“Gak
ada apa-apa, Hen. Tubuhku lelah, kurang fit aja.”
Aldi
memilih diam. Hendri tak lagi mengusik. Hari-hari
berlalu, perasaan Aldi makin tak menentu.
Anak
pancingan? Apa artinya? Benarkah Aldi
bukan anak kandung mama dan Papa? Aldi
tak ingin selamanya gelisah. Sore itu
Mama sedang santai. Adik-adik
sedang ke luar rumah, kegiatan ekstrakulikuler.
Papa masih lembur di kantor.
“Ma…boleh
Aldi tanya sesuatu?”
“Tentang
apa, Di?” mama menurunkan majalah yang
dibacanya.
“Tentang
pelajaran sekolah?” perempuan 40an tahun menebar canda. Ia teringat sejak TK
hingga SMP sering membantu buah hati mengerjakan PR.
“Ya,
pelajaran bahasa Indonesia, Ma.”
”Tumben
Sayang, sejak jadi anak SMP kamu sungkan
untuk mama bantuin ngerjain PR.”
“Kali
ini beda, Ma.”
“Oya,
anak ganteng Mama kelihatan serius banget. Sini duduk dekat Mama. Ceritain sama
Mama. Ada apa sih, Sayang?”
Aldi
mendekat duduk di sisi Mama. “Ma…apa sih artinya anak pancingan?”
Suara
itu pelan, namun bergetar. Mama terkejut.Tapi mencoba menutupi perasaan yang
sebenarnya. “Ma kok malah melamun?”
“Anak
pancingan adalah anak yang diambil oleh sepasang suami istri karena mereka
belum memiliki keturunan, Di. Mereka
berharap dengan mengangkat anak
pancingan itu mereka akan segera
memiliki anak. Biasanya hal ini terwujud. Karena tak lama biasanya si istri hamil dan memiliki
anak.”
“Ja-jadi
anak pancingan bukan anak kandung kan, Ma?”
Aldi menatap mama.
Rasanya
ingin menangis. “Ma…benarkah Aldi anak
pancingan? Benarkah Aldi bukan anak kandung mama? Aldi
anak siapa, Ma?”
Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari bibir Aldi.
Mama
mencoba menjawab sebisanya. Jujur. “Kamu
memang anak pancingan, Di. Kamu bukan terlahir dari rahim mama. Tapi mama dan papa sangat menyayangimu. Kamu anak sulung
kami.”
Mama
memeluk Aldi erat. Aldi menangis di bahu Mama.
* * *
Berhari-hari
Aldi menyembunyikan diri di kamar. Sungguh
kecewa. Ternyata orang yang selama
ini dipanggilnya Papa dan Mama bukan orang tua kandungnya.
Aldi mogok makan, tak mau berangkat
sekolah, memusuhi seisi penghuni rumah, membenci papa dan mama. Aldi
mendiamkan adik-adiknya.
Ia
ingin pergi mencari orangtua kandungnya. Tapi pergi ke mana?
Alamat
mereka di mana? Bagaimana caranya agar
ia bisa bertemu orang tua kandungnya?
* * *
Papa
dan mama memang bukan orang tua kandungnya. Mereka memberi Aldi penghidupan yang layak. Tak pantas
memusuhinya. Seharusnya malah
berterimakasih. Papa dan mama yang telah mengambil Aldi dari sebuah rumah panti
asuhan.
Kemarin diam-diam Aldi mendatangi panti asuhan
itu dan mencari jejak masa
lalu dirinya. Ternyata di catatan buku panti tak ada nama orangtua,
bahkan kerabat atau orang yang
menitipkan di sana.
Tak
ada. Ibu Panti bertutur kelu kalau Aldi ditemukan di teras panti, bayi merah yang baru beberapa
jam terlahir, ari-ari basah masih melekat. Tanpa baju hangat, apalagi botol susu. Siapa orangtua yang tega berbuat sangat kejam begitu?
Aldi
memandangi dirinya di cermin. Terpantul bayang sosok perjaka 15 tahun tengah tersenyum, bersyukur. Aku memang anak
pancingan, tapi aku bahagia memiliki keluarga yang menyayangiku dengan
tulus hati.
Kota
Ukir, 14 Agustus 2015
___Kartika
Catur Pelita, fiksi termuat di berbagai media
cetak dan online. Novel Perjaka (Akoer, 2011), Balada Orang-orang Tercinta
(Pustaka Puitika, 2015). Bergiat di Akademi Menulis Jepara (AMJ).