![]() |
Edi AH Iyabenu, CEO Diva Press memantik peserta Kampus Fiksi. |
Edi
AH Iyabenu, CEO Penerbit Diva Press menekankan dalam menyampaikan gagasan atau
wacana baik berupa esai, artikel maupun makalah jangan dikait-kaitkan dengan
kebenaran Gusti Allah. Meskipun argumen-argumen yang kita lontarkan mengutip
pendapat Abu Bakar maupun Abu Lahab “bukan garansi” bahwa wacana kita paling
benar.
Hal
itu ditekankan Edi sebagai landasan teori Teknik Menulis Non Fiksi agar tidak salah kaprah. Sehingga ketika gagasan
kita dikritisi jangan sampai marah.
Dalam
kegiatan bertajuk Kampus Fiksi Nonfiksi Roadshow Semarang yang berlangsung di
Aula Gedung Wanita Semarang, Ahad (29/11/15) lalu Edi AH Iyabenu yang bernama
asli Edi Mulyono itu menjelaskan semestinya perlu belajar kepada imam-imam
terdahulu.
Imam
Ghazali pernah mengkritik para filosof dengan menerbitkan tahafut falasifah. Kemudian
pandangan Ghazali dibantah Ibnu Rusyd dengan karya yang berbeda.
“Semestinya
kita yang gak punya pandangan yang matang malu dong dengan ulama-ulama
terdahulu,” katanya kepada ratusan peserta.
Calon
Doktoral Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga itu menegaskan menjadi penulis
harus jembar dada. Mau menerima perbedaan. Jangan sampai tulisan dikritik
ujung-ujungnya bilang kebenaran hanya milik Allah.
Setelah
landasan teori kita benar langkah selanjutnya menampung ide apa pun. Apalagi sekarang
sedang musim gadget jangan sampai menyia-nyiakan ide yang bertaburan.
“Fenomena
nginjak-nginjak kembang di Gunungkidul kita bisa buat tema Barbarisme Kembang.
Atau Pengaruh Orang Tua Terhadap Psikologis Anak (Studi Kasus Injak-injak
Kembang),” jelasnya.
Ide-ide
yang tersimpan di gadget harapannya 1-2 tahun mendatang jika longgar ide bisa
dibuat menjadi tulisan. Hal yang juga penting selain ide yakni mastering (penguasaan
mainstream). Ketiga landasan teori.
Menulis
lanjut Edi bukan sekadar kliping teori. Tetapi wajib ada gagasan dari peribadi
penulis. Berikutnya common sense dan preposisi. Outline/ kerangka tulisan,
analisis dan ending.
Materi
lain disampaikan Qurotul A’yun. Dalam kesempatan itu editor Agama Islam Diva
Press mengedit bukan sekadar hal tanda baca dan diksi. Tetapi perlu detail. Jika
menulis tentang Fikih (Hukum Islam) harus teliti jangan asal-asalan.
Untuk
landasannya pemilik web ayuniverse.com itu mencakup tiga hal. KBBI, EYD dan
Selingkung (aturan independen yang dibuat oleh penerbit). “Di KBBI tertera
Salat. Kamus Diva menulisnya dengan Shalat,” contoh A’yun tentang Selingkung.
Adapun
hal-hal apa yang diedit ungkapnya mulai materi, pola kalimat, kata ambigu,
penulisan, diksi dan tanda baca. (qim)