Lomba Menulis Cerita Rakyat 2015 yang diselenggarakan
Kemendikbud menuai kontroversi. Sejak lomba ini dibuka pada Juni 2015 peserta
membeludak. Sayangnya panitia terkesan kurang profesional. Berikut catatan
saya—sebagai salah satu peserta tentang “acakadul” proses lomba
yang bikin peserta bingung dan kurang dihargai.
Pada awal pengumuman tertera persyaratan panjang naskah
adalah 11.000-15.000 karakter atau 10-15 halaman kuarto. Ini aneh
karena 15.000 karakter itu setara 9 hal kuarto. Sementara untuk 10-15 halaman
kuarto dibutuhkan minimal 16.000 karakter untuk memenuhi 10 halaman
kuarto.
Peserta, penulis awam bahkan penulis pemula pun banyak yang tak
paham jumlah karakter. Bahkan ada yang menulis hingga 48 halaman kuarto
demi bisa memenuhi persyaratan. Sebagian berpikir jika jumlah karakter
itu jumlah huruf. Padahal karakter adalah jumlah per-kata. Setelah terjadi
kegegeran, kebingungan plus kegalauan barulah panitia mengubah aturan :
naskah 10-15 halaman kuarto.
Hal di atas menjelaskan jika panitia kurang paham materi
lomba. Jumlah karakter sesuatu yang penting dalam dunia penulis yang
sering kirim naskah ke media semisal koran atau majalah. Orang awam (bukan
penulis, cerpenis, novelis, esais, dll) tak paham bukan masalah, tapi kalau
panitia lomba menulis nasional yang ngadain kementerian kok gak paham. Gejala
apa ini, Kawan?
Pengiriman naskah dalam bentuk print out dan email. Panitia
belum menjelaskan proses pengiriman form pernyataan keorisinilan naskah via
email.
Panitia kurang kooperatif dan profesional. Konfirmasi naskah
sama sekali belum dilakukan. Padahal apa sih susahnya di zaman teknologi
canggih ini, mengumumkan nama peserta dan judul naskah. Konon lomba
menembus 3000 peserta. Bukan database bisa diumumkan secara bertahap,
sehingga peserta tak dibikin galau dan cemas.
Penyelenggara dan panitia kurang menghargai peserta yang sudah
mengirim karya. Padahal untuk menghasilkan karya, peserta membutuhkan
modal material maupun imaterial. Pemberitahuan jika naskah sudah
tiba di meja panitia tentu membuat peserta tenang, hingga sabar
menunggu proses berikutnya. Sayang panitia menyepelekan hal kecil yang bermakna
penting.
Panitia kurang sistematis dan terbuka, karena sebagai peserta
saya justru tahu dari info facebook seorang teman bernama Lonyenk Rap
ketika berkabar jika naskahnya terpilih dalam Top 60 pada bulan September
2015, sementara pada facebook Kebudayaan Indonesia baru berkabar tentang naskah
pada 02 Oktober 2015. Konon naskah sebanyak 3000, kemudian diseleksi
terpilih 60 dan diperas lagi tinggal 12 nominasi.
Panitia terkesan tidak konsisten. Pada 2 Oktober 2015 di akun facebook
Kebudayaan indonesia panitia menulis status bahwa pada 8 Oktober 2015
ada pengumuman peserta yang masuk nominasi 12 orang akan diundang
wawancara di Jakarta.
Panitia kurang profesional dan transparan. Pada 07 Oktober
2015 di akun fb Kebudayaan Indonesia panitia membatalkan
mengumumkan peserta. Panitia hanya menulis jika 12 peserta nominasi (tanpa
menyebutkan nama dan judul naskah) diundang. Dan pengumuman pemenang lomba pada
29-30 Oktober 2015.
Pada 12 Oktober 2015 panitia woro-woro jika 12 peserta nominasi
diundang ke Jakarta untuk wawancara dan test keorisinalan naskah. Panitia juga
wanti-wanti jika ada kasus penipuan pada lomba Menulis Cerita Rakyat
Kemdikbud.
Konon ada peserta yang nekad datang ke Jakarta karena mendapat
pemberitahuan dari panitia aspal. Panitia mengklaim jika hanya ada 2
email yang resmi. So, mengapa hal ini tidak diumumkan sejak awal sehingga
gak terjadi keribetan seperti ini.
Keesokan harinya di fb yang sama panitia berkabar pemenang akan
dimumkan pada 20-30 Oktober dan hadiah diserahkan langsung oleh Menteri Pendidikan. Peserta nominasi diundang pada 13 dan 15 Oktober (test
wawancara), kemudian diundang lagi ke Jakarta pada 29-30 Oktober.
Sayang niat terpuji penyelenggara Lomba Menulis
Cerita Rakyat Indonesia 2015 yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia ini berlangsung masih terbilang ‘acakadul’.
Panitia terkesan kurang profesional. Bahkan sejak awal pun
belum disebutkan siapa saja orang-orang berkompeten yang menjadi dewan juri.
Boro-boro nama peserta kemudian diumumkan.
Semoga Lomba Cerita Rakyat Indonesia menjadi program rutin
Kemdikbud, tentu dengan pembenahan untuk kemajuan bersama. Salam budaya! (Kartika Catur Pelita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar