Kenali dan Hindari KDRT - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 19 Agustus 2015

Kenali dan Hindari KDRT

Ilustrasi : Google

Menurut Komisi Nasional (Komnas)  perempuan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tahun 2013 mencapai 11.719 kasus. Sedangkan tahun 2014, terjadi peningkatan kasus yang sangat signifikan sekitar 292.230 tindak kekerasan.

Dengan jumlah prosentase kekerasan dalam rumah tangga  mencapai angka 59 persen atau sekitar 172.416 kasus, disusul 21 persen kekerasan dalam berpacaran sekitar 61.368 kasus serta 9 persen kekerasan seksual sekitar 26.300 kasus dan 32.146  sisanya kekerasan lainnya.

Dalam sebuah pernikahan tentunya, pasangan suami istri menginginkan keluarga yang mawaddah (penuh cinta kasih), warahmah (penuh kasih sayang). Tidak ada satu pun perempuan yang menginginkan keluarganya hancur dan bahkan dirinya mengalami kekerasan dalam rumah tangga.  Maka hindarilah hal-hal yang dapat memicu tindakan kekerasan. misalnya, tidak saling mempercayai satu sama lain, mencoba selingkuh, bersifat egois dan ingin menang sendiri.

Maka, sebaliknya jagalah keharmonisan dalam rumah tangga. Ciptakan komunikasi yang baik antara suami dan istri. Ceritakan apa pun yang terjadi, hal baik maupun hal buruk. Masalah sekecil apa pun, jika tidak dikomunikasikan dengan baik bisa menjadi masalah besar.

Kekerasan dalam rumah tangga  membuktikan kuatnya budaya patriarki dan tekanan sosial. Dari data tertinggi penyebab  KDRT adalah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, tak ada tanggung jawab, dan juga faktor ekonomi.

KDRT
Menurut UU No.23 tahun 2004 ada empat jenis kekerasan dalam rumah tangga. Pertama, kekerasan fisik. Yang dimaksud adalah segala perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit ataupun luka berat.

Kekerasan fisik ini terbagi dalam dua macam yaitu kekerasan fisik berat dan kekerasan fisik ringan. Yang termasuk dalam kekerasan fisik berat adalah memukul, menendang, menyundut, serta perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya salah satu panca indra dan bahkan kematian.

Sedangkan kekerasan fisik ringan seperti menjambak rambut, mencakar, mendorong, menampar, atau perbuatan lainnya yang dapat menyebabkan cedera ringan. Adapun jika seseorang yang melakukan repitisi kekerasan ringan maka dapat dikategorikan kekerasan berat.

Kedua,  kekerasan psikis. Sama halnya dengan kekerasan fisik, kekerasan psikis dalam rumah tangga juga terbagi dalam dua macam yaitu kekerasan psikis berat dan kekerasan psikis ringan. Kekerasan psikis yang berat misalnya, tindakan pengendalian, tindakan manipulasi, tindakan eksploitasi, tindakan perendahan dan juga penghinaan. Baik itu tindakan yang merupakan pelarangan, pemaksaan, dan juga isolasi sosial.

Kekerasan psikis yang terjadi dalam rumah tangga bisa mengakibatkan gangguan tidur, gangguan makan, ketergantungan obat ataupun disfungsi seksual dan bahkan depresi atau stres yang berkepanjangan yang mengakibatkan hilangnya kontak dengan realitas.

Sedangkan kekerasan psikis yang ringan seperti tindakan pengendalian, tindakan manipulasi, tindakan eksploitasi, tindakan perendahan dan juga penghinaan. Kekerasan psikis yang ringan menyebabkab korban menjadi ketakutan, merasa terteror rasa tidak berdaya dan hilangnya rasa percaya diri.

Ketiga adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual yang tergolong berat adalah pemaksaan untuk berhubungan seksual. Termasuk mencium, memegang dan meraba yang mengakibatkan rasa muak atau jijik, menyakitkan, dan juga merendahkan. Dan atau juga pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain atau untuk pelacuran.

Adapun kekerasan seksual ringan misalnya pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal. Misalnya melalui gurauan ataupun  komentar yang bernada porno.  Keempat, kekerasan dalam rumah tangga secara ekonomi.  Misalnya, memaksa korban untuk bekerja secara eksploitatif, mengambil atau merampas harta benda tanpa seijin korban, dan penelantaran secara ekonomi.

Jika wanita mengalami kekerasan yang disebutkan di atas maka, berusahalah menghindar, lindungi diri anda dari kekerasan. Jika ada masalah maka harus diselesaikan dengan dialog. Cobalah duduk bersama, komunikasikan apa yang terjadi dengan kepala dingin.

Akan tetapi, jika tidak mampu maka mengadulah pada keluarga dengan harapan keluarga bisa menengahi dan mengajak bicara pada suami. Mungkin jika ada nasehat dari pihak keluarga, suami bisa menerima.

Namun apabila cara tersebut tidak berhasil maka, mengadulah pada tokoh masyarakat yang disegani agar ia bisa menghentikan kebiasaan buruknya. Akan tetapi, jika tindakan KDRT masih terus berlanjut, maka cobalah untuk mengabadikan gambar maupun video sebagai bukti untuk melapor pada pihak yang berwajib.

Jangan merasa takut untuk melapor pada pihak hukum. Karena, selama ini yang terjadi dalam masyarakat adalah istri takut atau malu untuk melaporkan suami pada  pihak berwajib. Bila hal itu terjadi maka akan muncul  asumsi dari masyarakat yang negatif.

Menempuh jalur hukum adalah cara yang terahir. Karena, jika sudah sampai ranah hukum maka, yang terjadi adalah perceraian. Akan tetapi, jika tindakan KDRT tidak segera dilaporkan, maka kekerasan akan terus berlanjut dan mungkin akan semakin pada kategori kekerasan berat dan bahkan pembunuhan. Waspadalah.

Kesadaran Masyarakat
Kekerasan terhadap perempuan dan rumah tangga perlu menjadi perhatian mengingat  dampak negatifnya sangat besar. Bila tindakan ini terjadi bukan hanya pada anggota keluarga lainnya dampak negatifnya juga akan menyebar luas dalam masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran dalam masyarakat sangat berperan dalam menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga.

Misalnya, dengan melakukan penyuluhan terhadap pasangan suami istri, dengan adanya PKK, forum diskusi untuk tanya jawab dalam masalah keluarga, kumpulan pengajian, serta komunitas sebagai kontrol dalam pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan rumah tangga.

Bagi anda yang menemukan  tindakan KDRT di lingkungan sekitar anda, berusahalah  jadi penengah (mediator) untuk mereka. Namun demikian, masih ada asumsi dalam masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah intern. Tetapi,  apabila kekerasan dalam rumah tangga termasuk dalam kategori kekerasan berat, segeralah melapor pada tokoh masyarakat atau lembaga tertentu. (Lina Nur Jannah/ qim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar