![]() |
Ilustrasi : Google |
Menurut Komisi Nasional (Komnas) perempuan, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) tahun 2013 mencapai 11.719 kasus. Sedangkan tahun 2014, terjadi
peningkatan kasus yang sangat signifikan sekitar 292.230 tindak kekerasan.
Dengan jumlah prosentase
kekerasan dalam rumah tangga mencapai
angka 59 persen atau sekitar 172.416 kasus, disusul 21 persen kekerasan dalam
berpacaran sekitar 61.368 kasus
serta 9 persen kekerasan seksual sekitar 26.300 kasus
dan 32.146 sisanya kekerasan lainnya.
Dalam sebuah pernikahan
tentunya, pasangan suami istri menginginkan keluarga yang mawaddah (penuh cinta kasih), warahmah (penuh kasih sayang). Tidak ada satu pun perempuan yang menginginkan
keluarganya hancur dan bahkan dirinya mengalami kekerasan dalam rumah
tangga. Maka hindarilah hal-hal yang
dapat memicu tindakan kekerasan. misalnya, tidak saling mempercayai satu sama
lain, mencoba selingkuh, bersifat egois dan ingin menang sendiri.
Maka, sebaliknya jagalah
keharmonisan dalam rumah tangga. Ciptakan komunikasi yang baik antara suami dan
istri. Ceritakan apa pun yang terjadi, hal baik maupun hal buruk. Masalah
sekecil apa pun, jika tidak dikomunikasikan dengan baik bisa menjadi masalah
besar.
Kekerasan dalam rumah tangga membuktikan kuatnya budaya patriarki dan
tekanan sosial. Dari data tertinggi penyebab
KDRT adalah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, tak ada tanggung
jawab, dan juga faktor ekonomi.
KDRT
Menurut UU No.23 tahun 2004 ada empat jenis kekerasan dalam rumah tangga. Pertama, kekerasan fisik. Yang
dimaksud adalah segala perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
ataupun luka berat.
Kekerasan fisik ini terbagi
dalam dua macam yaitu kekerasan fisik berat dan kekerasan fisik ringan. Yang
termasuk dalam kekerasan fisik berat adalah memukul, menendang, menyundut,
serta perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya salah satu panca indra dan
bahkan kematian.
Sedangkan kekerasan fisik
ringan seperti menjambak rambut, mencakar, mendorong, menampar, atau perbuatan
lainnya yang dapat menyebabkan cedera ringan. Adapun jika seseorang yang
melakukan repitisi kekerasan ringan maka dapat dikategorikan kekerasan berat.
Kedua, kekerasan
psikis. Sama halnya dengan kekerasan fisik, kekerasan psikis dalam rumah tangga
juga terbagi dalam dua macam yaitu kekerasan psikis berat dan kekerasan psikis
ringan. Kekerasan psikis yang berat misalnya, tindakan pengendalian, tindakan
manipulasi, tindakan eksploitasi, tindakan perendahan dan juga penghinaan. Baik
itu tindakan yang merupakan pelarangan, pemaksaan, dan juga isolasi sosial.
Kekerasan psikis yang
terjadi dalam rumah tangga bisa mengakibatkan gangguan tidur, gangguan makan,
ketergantungan obat ataupun disfungsi seksual dan bahkan depresi atau stres
yang berkepanjangan yang mengakibatkan hilangnya kontak dengan realitas.
Sedangkan kekerasan psikis
yang ringan seperti tindakan pengendalian, tindakan manipulasi, tindakan
eksploitasi, tindakan perendahan dan juga penghinaan. Kekerasan psikis yang
ringan menyebabkab korban menjadi ketakutan, merasa terteror rasa tidak berdaya
dan hilangnya rasa percaya diri.
Ketiga adalah kekerasan
seksual. Kekerasan seksual yang tergolong berat adalah pemaksaan untuk
berhubungan seksual. Termasuk mencium, memegang dan meraba yang mengakibatkan
rasa muak atau jijik, menyakitkan, dan juga merendahkan. Dan atau juga
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain atau untuk pelacuran.
Adapun kekerasan seksual
ringan misalnya pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal. Misalnya
melalui gurauan ataupun komentar yang
bernada porno. Keempat, kekerasan dalam rumah tangga secara ekonomi. Misalnya, memaksa korban untuk bekerja secara
eksploitatif, mengambil atau merampas harta benda tanpa seijin korban, dan
penelantaran secara ekonomi.
Jika wanita mengalami
kekerasan yang disebutkan di atas maka, berusahalah menghindar, lindungi diri
anda dari kekerasan. Jika ada masalah maka harus diselesaikan dengan dialog.
Cobalah duduk bersama, komunikasikan apa yang terjadi dengan kepala dingin.
Akan tetapi, jika tidak
mampu maka mengadulah pada keluarga dengan harapan keluarga bisa menengahi dan
mengajak bicara pada suami. Mungkin jika ada nasehat dari pihak keluarga, suami
bisa menerima.
Namun apabila cara tersebut
tidak berhasil maka, mengadulah pada tokoh masyarakat yang disegani agar ia
bisa menghentikan kebiasaan buruknya. Akan tetapi, jika tindakan KDRT masih
terus berlanjut, maka cobalah untuk mengabadikan gambar maupun video sebagai
bukti untuk melapor pada pihak yang berwajib.
Jangan merasa takut untuk
melapor pada pihak hukum. Karena, selama ini yang terjadi dalam masyarakat
adalah istri takut atau malu untuk melaporkan suami pada pihak berwajib. Bila hal itu terjadi maka
akan muncul asumsi dari masyarakat yang
negatif.
Menempuh jalur hukum adalah
cara yang terahir. Karena, jika sudah sampai ranah hukum maka, yang terjadi
adalah perceraian. Akan tetapi, jika tindakan KDRT tidak segera dilaporkan,
maka kekerasan akan terus berlanjut dan mungkin akan semakin pada kategori
kekerasan berat dan bahkan pembunuhan. Waspadalah.
Kesadaran Masyarakat
Kekerasan terhadap perempuan
dan rumah tangga perlu menjadi perhatian mengingat dampak negatifnya sangat besar. Bila tindakan
ini terjadi bukan hanya pada anggota keluarga lainnya dampak negatifnya juga
akan menyebar luas dalam masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran dalam
masyarakat sangat berperan dalam menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga.
Misalnya, dengan melakukan
penyuluhan terhadap pasangan suami istri, dengan adanya PKK, forum diskusi
untuk tanya jawab dalam masalah keluarga, kumpulan pengajian, serta komunitas
sebagai kontrol dalam pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan rumah
tangga.
Bagi anda yang menemukan tindakan
KDRT di lingkungan sekitar anda, berusahalah
jadi penengah (mediator) untuk mereka. Namun demikian, masih ada asumsi
dalam masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah intern.
Tetapi, apabila kekerasan dalam rumah
tangga termasuk dalam kategori kekerasan berat, segeralah melapor pada tokoh
masyarakat atau lembaga tertentu. (Lina Nur Jannah/ qim)