![]() |
Ilustrasi: Google |
Ironisnya, pelaku
kekerasan kerap berasal dari lingkungan terdekat anak. Antara lain, lembaga
pendidikan, lingkungan bermain anak, dan juga bahkan dari keluarga.
Angka kasus kekerasan
terhadap anak di bawah umur kian
meningkat drastis. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), persoalan sosial anak didominasi
oleh kasus penelantaran, kasus kekerasan seksual dan narkotika.
Hasil pemantauan KPAI dari
tahun 2011 sampai 2014 telah terjadi peningkatan yang signifikan. Tahun 2011
telah terjadi 2178 kasus, tahun 2012 meningkat menjadi 3512 kasus, tahun 2012
telah terjadi 4311 kasus, tahun 2014 terjadi 5066 kasus. Dan hingga april 2015
telah terjadi 6006 kasus. Terdiri dari kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan
1764 kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus, serta pornografi dan cybercrime 1032.
Kontrol Sosial
Hal ini tentunya perlu
perhatian khusus dari semua pihak, baik dari pihak pemerintah maupun
masyarakat. Pemerintah harus serius menanggapi kasus yang selalu menjadi teror
terhadap anak kita. Tidak sekedar simbolik tetapi perlu gerakan antisipasi
nyata dari pemerintah.
Hukuman penjara dirasa
tidak cukup untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap anak. Akan tetapi perlu
tindakan nyata untuk melindungi generasi penerus bangsa. Perubahan mindset kepada masyarakat bahwa
anak-anak seharusnya dilindungi bukan malah menjadi korban dari kekejaman
manusia.
Kontrol sosial yang baik
dari masyarakat terhadap lingkungan sekitar sangat dibutuhkan. Setidaknya,
masyarakat dapat mengawasi atau menjadi rem terhadap hal-hal yang menyimpang
dari nilai dan norma yang ada. Masyarakat harus lebih memperhatikan dan jangan
sampai mengabaikan jika menemukan kasus kekerasan terhadap anak.
Segera melaporkan kepada
pihak yang berwajib jika menemukan tindakan kekerasan terhadap anak untuk
melindungi hak anak. Anak-anak juga memiliki hak untuk hidup, bermain,
memperoleh pendidikan, dan kasih sayang dari orang tua.
Sayangi anak kita!
Kasus pelecehan seksual kerap terjadi pada anak-anak, baik yang
dilakukan oleh orang dewasa maupun oleh teman sebayanya (anak-anak). Dunia anak
menjadi sangat rentan oleh ulah manusia yang buta akan budi pekerti. Mereka
butuh perhatian, dan pelukan dari kita.
Canggihnya elektronik
termasuk gadget sangat memudahkan
anak untuk mengakses gambar-gambar atau video yang tidak seharusnya dilihat
oleh anak-anak, termasuk gambar porno. Dari melihat anak akan meniru seperti
apa yang telah ia lihat.
Belum lagi, dengan
lingkungan yang kurang baik bagi anak-anak. Lingkungan yang menyajikan tindakan
kekerasan maupun asusila. Lingkungan yang kurang memperhatikan nilai-nilai
moral dan sosial. Dari lingkngkungan
juga dapat memepengaruh proses perkembangan anak.
Demikian juga dengan
tontonan melalui tayangan televisi yang turut menyumbang penyebab terjadinya
kekerasan seksual. Acara televisi pada saat ini kebanyakan menampilkan
tayangan yang memperlihatkan adegan kemesraan, kekerasan
atau adegan-adegan yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak.
Tayangan tersebut hadir di jam-jam yang dapat dilihat oleh semua
kalangan, baik dari kalangan dewasa sampai anak-anak. Sehingga,
apabila anak-anak menonton acara televisi
tanpa penjelasan yang tepat atau dampingan dari orang tua bisa menimbulkan
hal-hal yang menyimpang.
Di sinilah peran
orang tua sangat dibutuhkan untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan. Anak
membutuhkan sosok yang dapat memberinya suasana nyaman. Anak juga membutuhkan
pendampingan untuk mengarahkan kepada hal-hal yang baik dan mencegah dari
hal-hal yang buruk.
Ini adalah tanggung jawab
besar yang harus diemban orang tua untuk mendidik, mengarahkan, dan melindungi
anak-anak dari tindakan kekerasan. Lantas, sudahkah anda melindungi anak anda?
Pendidikan Seks Sejak Dini
Mengenalkan Pendidikan
seks pada usia dini sangat penting agar anak dapat terlindungi dari kekerasan
seksual. Pihak yang paling bertanggung jawab atas hal ini adalah orang tua.
Pendidikan seks lebih baik
diberikan oleh orang tuanya sesuai kebutuhan, dibandingkan jika ia harus
mencari tahu dari orang lain yang belum tentu benar. Dengan pendidikan seks
yang baik, diharapkan anak-anak bisa bersikap dan menghindari kekerasan seksual
terhadap anak.
Kita tahu bahwa rasa ingin
tahu pada anak sangat tinggi. Anak akan meniru atau mencari tahu apa yang ia
inginkan. Maka, pendidikan seks sebaiknya diberikan sejak mulai usia dini.
Pendidikan seks sebaiknya
diberikan mulai anak bisa bertanya, sekitar usia 2 tahun dan proses ini
berakhir hingga anak mencapai akhir dewasa. Pada usia 0-5 tahun merupakan masa
keemasan (golden age) dimana pada
masa ini otak anak akan berkembang sesuai stimulus yang diberikan. Pendidikan
diberikan secara alamiah sesuai tahap-tahap perkembangan yang terjadi pada
anak. Atau sesuai yang dibutuhkan oleh anak.
Lalu, bagaimana cara
memberikan pendidikan seks pada anak usia dini? Pendidikan seks (sex education) adalah suatu pengetahuan
yang kita ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis
kelamin.
Pertama, kenalkan bagian tubuh dan
fungsinya dengan bahasa yang sebenarnya dan sederhana. Bagian-bagian tubuh mana
yang harus benar-benar dijaga. Anggota tubuh mana yang boleh dipegang orang
lain atau tidak boleh dipegang. Katakan pada anak bahwa tubuhnya adalah karunia
yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik.
Kedua, lakukan kebiasaan yang
positif. Misalnya, membiasakan anak untuk tidak telanjang di tempat yang
terlihat oleh orang lain. Memakai baju yang tidak terbuka sehingga tidak
mengundang pelecehan seksual. Biasakan untuk pipis di kamar mandi, dengan atau
tanpa bantuan orang tua.
Ketiga, ajarkan cara anak
melindungi diri dari kekerasan seksual (self
defense system). Ajarkan ia untuk berkata “tidak” untuk hal-hal yang tidak
ia inginkan. Misalnya, jika ia tidak mau dicium atau dipeluk oleh orang lain.
Meskipun, orang lain itu adalah keluarganya atau saudaranya sendiri.
Dengan bekal pendidikan seks pada
usia dini diharapkan agar dapat meminimalisir kekerasan seksual yang terjadi,
terutama kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak di bawah umur. (Lina Nur Jannah/ qim)