Jepara, soearamoeria.com-Teater Tuman Fakultas Dakwah dan
Komunikasi (FDK) Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara adalah salah
satu diantara komunitas sastra di Jepara yang masih eksis hingga saat ini.
Komunitas
ini didirikan September tahun 1996 silam oleh H Abdul Kohar dkk. Mulanya,
kelompok ini diilhami dari keinginan Kohar, waktu itu ia menjabat menjadi ketua
Senat Fakultas Dakwah Inisnu Jepara membentuk komunitas seni budaya.
Keinginan
tersebut lalu diejawantahkan dengan berdirinya Tuman. Yang berarti tukul
manfaat. Nafasnya tentu sejalan dengan cita-cita almarhum KH Sahal Mahfudz,
Rektor Inisnu Jepara, saat itu.
Kampus
harus mempunyai wadah seni. Wadah seni ini tujuannya untuk berdakwah. Karena
berdakwah lewat jalur seni lebih diterima semua elemen masyarakat ketimbang lewat
“pengajian”.
Apalagi
waktu itu, sedang hitsnya tembang Tombo Ati yang merupakan lagu nan religius. Disamping
itu, berkesenian tidak mengenal strata. Misalnya, tradisi Al-Barjanzi yang
rutin dijalankan di kampung-kampung, semua kalangan bisa bergabung. Toh, itu yang dibaca merupakan bagian
dari sastra. Sastra Arab.
Bersama
kawannya Malik Sujarwadi, Agus Gondrong dan kawan yang lain 18 tahun silam
mulai mengagendakan rutinitas kegiatan dengan Temu Jagong. Tujuannya untuk membahas program baik jangka pendek
maupun panjang.
Komunitas
ini merupakan bagian dari bidang ekonomi Senat Fakultas Dakwah waktu itu.
Sehingga hasil dari kegiatan berekonomi ini bisa untuk nguri-nguri komunitas.
Ditambah
dengan support Abdul Kholiq MT Dekan Dakwah waktu itu, gajinya sering
ditasarufkan untuk keberlangsungan Tuman. Karena ia yang bersangkutan kebetulan
demen dengan kegiatan seni dan budaya.
Bermula
dari keinginan itu alhasil komunitas
berjalan dari tahun ke tahun. Tujuan awalnya untuk berdakwah lewat jalur
sastra. Sehingga setiap pertunjukan yang dipertontonkan tidak lepas dari napas
dakwah. Dulu, bentuk apresiasi sastra yang dikembangkan pentas dari kampung
satu ke kampung lain.
Sehingga
yang dipentaskan lebih pada sastra realis karena obyek penonton ialah khalayak
awam. Namun di akhir 90an, komunitas ini sempat mengalami masa vakum sebab
sempat mengalami kembang kempis personil. Kemudian, awal 2000an eksis kembali.
Rutinitas
Tuman
secara organisasi mempunyai program jangka pendek dan jangka panjang. Program
jangka pendek misalnya dengan kegiatan rutinan setiap pekan. Isinya bisa
latihan, diskusi, apresiasi puisi maupun musik.
Untuk
agenda jangka panjang yakni pentas produksi, mengadakan Masa Penerimaan Warga
Baru (Mapenwaru) dan pagelaran seni budaya dalam rangka Hari Lahir (harlah)
Tuman.
Disamping
itu mengadakan even besar diantaranya Java
On Stage (2009), Jepara Display
(2010) dan Jepara Art Carnaval
(2011). Juga membuat beberapa film documenter untuk komunitas.
Tuman
berjejaring dengan komunitas seni di luar daerah. Misalnya tahun 2007, bersama
Sanggar Seni Eling PMII Cabang Jepara pentas “Perang Obor” di Salatiga.
Di
Muntilan, pentas “Sasmito” di padepokan Cipto Budoyo (2010). Tahun 2012 pentas
teater, musik dan puisi di sanggar Teater Metafisis IAIN Walisongo Semarang. Tahun ini pentas musik teater di tiga kota
Gereja GITJ (Jepara), STAIN Kudus dan Staimafa (Pati).
Nur
Sahid, salah satu mentor Tuman menguraikan sesuai dengan namanya warga Tuman
harus manfaat dimana berada. Juga, anggota kudu
selalu haus akan ilmu, sehingga mau mengunduh ilmu dimana-mana.
“Semangat
yang harus diemban, anggota Tuman harus sejalan dengan NU, Islam dan gotong royong,”
jelas aktivis teater SK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Menurut,
Sarjana Sastra UIN Jogja ini menambahkan di Jepara perlu banyak lagi
“kompetitor” sastra. Sehingga bisa saling ngangsu
kaweruh. Bogang, sapaan akrabnya, berkomentar tentang masa kepengurusan
Lurah yang hanya satu tahun.
Satu
tahun baginya tidaklah cukup untuk berproses. Mulai workshop, pentas maupun
produksi. Meski demikian, hal ini tidak lantas dipermasalahkan. Karenanya, sejak
mengenal Tuman tahun 2002 lalu hingga kini, disela-sela kesibukannya
beraktivitas ia berkenan mendampingi warga Tuman dalam berproses.
Sosoknya
bagi warga Tuman tentu layak diacungi jempol. Usai hijrah sejenak di ibu kota 2008-2009 sebagai kru bidang artistik
Bioskop Indonesia dan SinemaArt ia rela pulang ke kampung halaman, di Jepara.
Saat
ini, dirinya disela-sela mengabdikan sebongkah pengalamannya untuk peserta
didik di SMK Az Zahra Mlonggo Jepara sebagai pendidik mata pelajaran Produktif
jurusan Broadcasting sisa waktunya untuk bareng
berproses dengan Tuman.
Hal
ini dibenarkan, M. Hasan, lurah Tuman (2008). Ia menyebut Nur Sahid sebagai
mentor komunitasnya. Hasan mengenal teater sejak masih duduk di bangku MA. Dari
teater ia banyak belajar mengenai manajemen ilmu, karakter dan lain-lain.
“Dari
Tuman saya bisa “berperan” dalam tokoh apa pun. Bicara bisa tambah luwes dan
bisa menyesuaikan diri dengan siapa saja,” urai pelopor Rumah Belajar Ilalang
(RBI) Kecapi Tahunan Jepara.
Senada
dengan Bogang, Hasan menambahkan Tuman saat ini perlu belajar dari masa
lalunya. “Jadikan pengalaman masa lalu untuk bahan renungan sehingga kedepan
Tuman semakin eksis dan tetap diterima khalayak luas,” harapnya.
Teater
Tuman juga patut diapresiasi karena sebagai pelopor berdirinya teater pelajar
di Jepara dan Pati. Diantaranya Teater Mapan (SMK Hasan Kafrawi Jepara), Teater
Laskar (MA NU Tengguli Jepara) serta Teater Suryopati (Staimafa Pati). Beberapa
komunitas teater yang dipelopori Tuman hingga kini masih eksis dan antara Tuman
dengan komunitas-komunitas besutannya sering menjalin kegiatan bareng.
Lurah
teater Tuman, Ahmad Robit Himami mengungkapkan komunitasnya berada dalam
naungan kampus Unisnu. Dari naungan itu tentu terkendala banyak hal misalnya
minimnya mengakses anggota karena Tuman bernaung dibawah payung Fakultas Dakwah
dan Komunikasi dengan mahasiswa minim.
Disamping
itu juga terganjal minimnya waktu kepengurusan. Setiap lurah hanya dikasih
waktu setahun. Dan waktu itu tidaklah cukup untuk berproses.
Suka
dan dukanya tambah Robit juga tentu ada. Yang namanya kesenian jika sudah
menjadi hobi akan menjadi kesenangan tersendiri. Dukanya jika sesama warga
tidak kompak dan menyebabkan kegiatan menjadi terhambat.
Tuman
mempunyai cita-cita besar yakni mempunyai harapan, dari komunitas ini muncul HB
Jassin – HB Jassin dan Gus Mus – Gus Mus masa depan. Hal itu sebagaimana
digelorakan pendiri H Abdul Kohar.
Dari
Tuman harap H Kohar muncul aktris seni peran yang mempunyai talenta yang
memadai dan karya-karya sastra yang fenomenal.
Agar
cita-cita itu terwujud pemerintah terkait mesti memfasilitasi komunitas
misalnya dengan support pelatihan dan workshop maupun sarana untuk pentas.
Pemerintah perlu menyuport dana rutin untuk keberlangsungan komunitas. (Syaiful Mustaqim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar