Perempuan Pengampelas Pipa Lelaki - Soeara Moeria

Breaking

Jumat, 24 Oktober 2014

Perempuan Pengampelas Pipa Lelaki


Cerpen: Kartika Catur Pelita**

Aku memandang  diriku sendiri dengan perasan iba. Karena sudah berbulan-bulan lumpuh. Akibat  terjatuh dari atap  pabrik ketika membenahi  eternit ruang pengopenan kayu.

Aku hanya mendapatkan  separoh biaya pengobatan. Sebulan kemudian, belum sembuh aku  malah dirumahkan, dipecat.


"Tabah  ya Kang  ini hanya cobaan.”

"Tapi aku ogak  kuat meneh Is. Sampai kapan aku harus berbaring di ranjang?"

"Tentu sampai Kang Kodir sembuh."

"Tapi kapan sembuh?'

Istriku menggeleng.

Sama seperti dia aku tak tahu kapan akan sembuh. Dokter menyarankan  aku untuk  menjalani terapi. Tapi aku  tak  punya uang untuk ke ongkos rumah sakit dan membayar dokter. 

Aku memilih penyembuhan secara tradisional, pengobatan sangkal putung.  Walau hasilnya belum seperti yang kuharapkan. Tapi setidaknya keadaanku lebih baik daripada dua bulan lalu.

Isnaini, istriku memandangku lembut. "Kang makan siang dulu, ya?" Dia menyuapiku.

Alangkah beruntungnya  aku memiliki  istri seperti dirinya. Tak hanya menerima ketika sehat dan jaya,  ketika aku tak berdaya dia mau  merawatku. Terima kasih istriku sayang. Maturnuwun ya Rabbi ya Allah.
* * *

Aku  memandang  karung beras yang kosong. Beras habis. Uang pesangon yang diberikan  pabrik sedikit demi sedekit berkurang, untuk biaya pengobatan juga untuk kebutuhan sehari-hari, sampai dua hari yang lalu ludes.

Semenjak Kang Kodir  hanya bisa terbaring di ranjang kehidupan kami berubah. Kalau dulu setiap bulan ada gaji yang bisa diandalkan, untuk hidup sebulan ke depan, tapi sekarang kami berharap dari belas kasihan teman, tetangga, saudara dan orangtua.

Tapi  tak selamanya aku bergantung pada uluran tangan orang. Aku harus melakukan sesuatu. Aku  harus  bekerja.

* * *
"Bekerja, Is?"

"Ya."

"Kamu mau ngampelas?"

"Kenopo ogak? Aku disik yo  tau kerja ngampelas….”

Aku  teringat  ketika masih perawan.  Kerja ngampelas di pabrik mebel  wong londo.  Banyak teman. Senang. Banyak yang naksir. Bangga. Katanya aku manis. Katanya tubuhku semok.  Aku  memilih kumbang jantan bernama Kodir Jaelani.  Kemudian kami  menikah. Seneng.  Dari rahimku  lahir dua permata  manis. Irul dan Indah. Kami merasa bungah. Walau hidup sederhana.

Tapi mendung datang ketika Kang Kodir mengalami musibah dan  harus  kehilangan pekerjaan pula. Ah!

"Kowe bener mau bekerja kan, Is?"

"Ya, kowe ngerti keadaanku."

"Piye bojomu saiki?"

"Wes ono kaceke timbang ndek biyen. Nanging yo iseh urung iso mlaku.”

"Aku melu priatin yo.  Eh, kowe mulai besok pagi wes iso kerja. Ngampelas. Nanti kalau ada lowongan di packing, kamu bisa pindah."

"Maturnuwun, yo Rin."

"Sama-sama. Kita teman baik kan?"

* * *

Aku memikirkan keadaan  istriku. Dia sekarang kerja ngampelas. Setiap pagi berangkat pulangnya sore.

Di sela kerjanya dia masih harus mengurusi kedua anaknya, menyiapkan sarapan  ketika berangkat sekolah, belum  lagi mengurusku. Tentu dia  capek, sendirian mengurusi pekerjaan rumah. Olah-olah, isah-isah, mgumbahi, resik-resik. Ah, aku kasihan padanya. Seandainya keadaanku seperti dulu. Tentu aku bisa membantu meringankan pekerjaannya.

"Kang arep ngo ndi?”

"Kamar mandi. Pipis.”

"Ben tak papah ae.

"Kamu sudah pulang. Biasanya lembur."

"Kemarin banyak yang diampelas, Kang. Hari ini sepi."

"Semoga besok  banyak barang  yang bisa diampelas."

"Ndongo ae Kang.”

Aku tertatih kembali ke kamarku berbaring di ranjang. Istriku menyiapkan segelas kopi panas. Ya...Allah ya Rabbi, terima kasih Kau beri  aku  istri berhati malaikat seperti Isnaini, bojoku.

* * *

Aku malu-malu memandang petugas yang tanpa perikemanusiaan menangkap kami. Memasukkan ke bak mobil terbuka. Memamerkan seperti binatang, karena ada diantara  kami yang masih telanjang.

Tiga bulan bekerja sebagai tukang ampelas kayu aku kena PHK. Mencari pekerjaan tak gampang. Seorang teman mengajakku bekerja disini. Salahkah aku demi bertahan hidup bekerja sebagai  pengampelas pipa lelaki?

"Nama?"

"Ida Isnaini?"

"Umur?"

"25 tahun.”

"Sudah berapa lama mbegenggek*...?"

* * *
Catatan
*Begenggek: Perempuan Seks Komersil

Kota Ukir 2011-2014

**Kartika Catur Pelita, penulis novel “Perjaka”
Ilustrasi: Google 

-------------------------

 

6 komentar:

  1. kalau mau kirim cerpen ke web soearamoeria caranya gimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kirimkan saja cerpen sampeyan ke email syaifulmustaqim@gmail.com!

      Hapus
    2. maaf sebelumnya, apakah akan memperoleh imbalan?

      Hapus
    3. di web soearamoeria.com laiknya citizen journalism (jurnalisme warga) jadi tidak dapat honor. matur nuwun....

      Hapus
  2. endingnya pripun?? masih pengen baca itu... hhe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. endingnya langsung ditanyakan penulisnya mbak ida.

      Hapus