![]() |
Sekjen RMI PBNU Dr. Hj. Hindun Anisah memberikan pembekalan kepemimpinan kepada santri di Jepara beberapa waktu lalu. |
Jepara, soearamoeria.com - Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. Hj. Hindun Anisah, MA menyoroti adanya tayangan program Xpose Uncersored Trans7 yang tayang pada 13 Oktober 2025 terkait perbudakan di pesantren.
Tayangan tersebut dinilai sangat melukai para santri dan keluarga pondok pesantren di seluruh Indonesia.
Merespons adanya tayangan tersebut, Hindun yang juga Anggota Komisi IV Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengatakan, tayangan Xpose Uncersored mengandung fitnah, ujaran kebencian, dan menyakiti hati keluarga pesantren di seluruh Indonesia.
Dia mengatakan, seharusnya tim produksi dalam menyajikan tayangan berpegang pada kode etik jurnalisnik dan bukan framing yang mengandung fitnah, yang bisa melukai banyak orang.
Pasalnya, dalam tayangan tersebut mengandung unsur kebencian terhadap kiai yang melukai hati jutaan santri.
"Tradisi pesantren yang dinilai feodal itu cermin ketidaktahuan. Kedisiplinan dan penghormatan kepada kiai merupakan bentuk pembelajaran santri untuk membiasakan memberi tanpa pamrih, beramal jariyah, dan berlatih menjadi manusia berguna pada masyarakat," kata Hindun, salah satu inisiator Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Dia menilai, media mestinya bisa memahami realitas pesantren secara lebih luas sebagai sebuah sub-kultur.
Tidak sedikit santri yang menempuh pendidikan di pesantren mendapatkan beasiswa dari pondok pesantren tersebut. Bahkan tidak sedikit pula mereka yang datang tanpa membawa apa pun, seluruh ongkos ditanggung pesantren.
"Ini menjadi cermin bahwa pesantren merupakan lembaga yang selama ini memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat," katanya.
Tidak hanya itu, pesantren juga menjadi sentrum gerakan ekonomi masyarakat. Contoh kecilnya dengan adanya pesantren, masyarakat sekitar bisa membuka usaha dengan berjualan apa yang menjadi kebutuhan santri.
"Jadi pesantren ini memiliki asal usul, akar budaya dan ciri khasnya sendiri. Orang yang tidak pernah nyantri, sulit untuk memahami dinamika yang ada di dalam pesantren," kata dia.
Dengan adanya tayangan Trans7 tersebut, Hindun meminta agar setiap media dalam melakukan pemberitaan berpegang teguh pada prinsip dan kode etik jurnalistik.
"Selanjutnya kepada para santri yang hendak menyalurkan aspirasinya agar menjaga ketertiban dan mematuhi aturan yang berlaku", pungkas peraih Doktor Peradaban Islam Nusantara UNUSIA Jakarta. (za)