Notification

×

Iklan

Iklan

Sarasehan Syajarotul Qubro Nahdlatoel Oelama, Ini yang Dibahas

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:36 WIB Last Updated 2025-01-30T07:36:04Z

Gelar sarasehan syajarotul qubro Nahlatoel Oelama di Telukwetan Jepara.

Jepara, soearamoeria.com - Hadir dalam acara saresehan, Gus Asrul Sani dari Surabaya merupakan keluarga dari Keluarga KH. Mas Alwi Bin Abdul Aziz Basyaiban, Surabaya. Sedangkan Yahya Muhammad, cucu KH Umar Burhan yang dimandatkan oleh KH Hasyim Asy’ari untuk mengumpulkan Arsip NU di Hindia-Belanda di awal pembentukannya. Hadir pula dzuriyat dari pendiri NU lainnya.


Di kota Jepara, Ikatan Keluarga Besar Bani Manshoer (IKBM) mengadakan sarasehan dengan tema Syajaratul Qubro Nahdlatoel Oelama dalam rangka Khol KH Manshoer Kalipucang. Sarasehan dilaksanakan pada Senin (27/01) bakda Isya di gedung Faqih-Manshoer Teluk Wetan, Welahan-Jepara. Kegiatan dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Quran oleh Gus Ainul Mila dan dilanjutkan dengan Maulid Al Barzanji oleh group As Salam ini menambah semarak acara sarasehan.


Lalu, sambutan dari ketua IKBM, Ali Muhtarom, mengutarakan rasa syukur atas kehadiran para tamu undangan. Muhtarom sendiri merupakan cucu KH Manshoer dari KH Faqih. Muhtarom menjelaskan serpihan kisah tentang KH Manshoer yang diperkirakan lahir tahun 1873 dan bermukim di Makkah pada usia 11 tahun di rumah Syekh Hamid Manan Kudus bersama dengan KH R Asnawi Kudus. 


Tahun 1916, Makkah mengalami masa sulit dengan adanya perubahan geopolitik. Hal ini memaksa KH Manshoer dan KH R Asnawi untuk meninggalkan negeri Hijaz untuk pulang ke Hindia-Belanda. Saat kepulangan, KH Manshoer menginisiasi pembangunan masjid pertama di desa Teluk, Welahan-Jepara. Sedangkan KH R Asnawi mengembangkan dunia pendidikan di Bendan, Kudus. 


Selain KH R Asnawi, KH Manshoer pun diyakini memiliki andil dalam pembentukan organisasi NU lantaran berdirinya NU tidak lepas dari kontribusi para ulama Hindia-Belanda di Negeri Hijaz. Salah satunya dengan usaha menerjemahkan Tajidul Islam (dalam bahasa Jawa Pegon), dan Mirkatul Islam (dalam bahasa Jawa Pegon) tahun 1913 guna menggungah rasa Nasionalisme kaum Pribumi. Isi dari kedua buku tersebut telah diperiksa dengan baik oleh anggota komite 1) Haji Manshoer dan 2) KH Mas Mansoer. Sementara itu, H.O.S Tjokroaminoto bertanggung jawab untuk mengoreksi teksnya.


Kiai Aslim Akmal (Dzuriyah KH Raden Asnawi Bendan, Kudus) dalam sambutannya sangat mengapresiasi dan mengucapkan rasa takdzim kepada para dzuriyah dan perwakilan keluarga besar pendiri NU daerah lainnya. Kiai Aslim pun menceritakan bahwa kedekatan KH Manshoer dengan KH R Asnawi Kudus yang ditandai dengan hadirnya KH R Asnawi Kudus ke rumah KH Manshoer saat mendengar beliau sakit parah. 


Dipandu oleh Moderator Mas Dian, Asrul Sani meminta kepada kaum muda NU untuk melek literasi. Dia menyayangkan banyaknya dokumen dan data sejarah NU yang tidak tertuliskan padahal datanya ada. Lebih lanjut, Yahya Muhammad menceritakan bahwa KH Umar Burhan Gresik mendapatkan mandat dari KH Hasyim Asy’ari untuk mengumpulkan arsip NU seluruh Hindia-Belanda pada masa awal pembentukannya. Menurutnya, banyak kiai yang berperan dalam pendirian NU dan merumuskan ideologi organisasi untuk disesuaikan dengan khasanah Hindia-Belanda masa itu.


Kedua nara sumber juga membagikan beberapa  literasi atas sumbangsih para kiai Hindia-Belanda yang tinggal di Hijaz Mekkah. Baik Gus Asrul Sani dan Yahya Muhammad pun menandaskan bahwa pintu rumah arsip KH Umar Burhan Gresik terbuka lebar kepada dzuriyat KH Manshoer dan KH R Asnawi.


Selain silaturrahmi antar dzuriyah pendiri NU, sarasehan ini juga berfungsi sebagai komparasi sejarah guna menambah wawasan mengenai berdirinya NU. Dengan demikian, sejarah menjadi utuh saat disampaikan. Rencanya, hasil sarasehan akan ditindaklanjuti oleh Tim Penulis Sejarah dari setiap perwakilan Dzuriyat untuk dibukukan.


Kemudian, kegiatan sarasehan tokoh Jawa Tengah ditutup dengan tukar cindramata antara sohibul bait dan nara sumber sambil foto bersama. (hm)

close close