![]() |
Ilustrasi: pewarta-indonesia.com |
Cerpen : Sherly Gratia Widyasari
Angan yang bisa dicita-citakan tak selamanya bisa diwujudkan. Tempaan
kehidupan menjadikannya semakin bertumbuh, berkmbang, dan berwawasan.
Pengalaman yang menyakitkan menjadi saksi bagaimana kehidupan berjalan. Tatkala
kau berpaling ke belakang, kau akan tertawa kembali ketika mengingatnya. Dahulu
kau kira semua akan indah ketika kau telah bisa melakukan semuanya sendirian.
Kau bisa berpikir lebih banyak dalam angan yang kau dambakan tapi … hey
lihatlah, kau sekarang menertawakan apa yang pernah kau ucapkan.
Dahulu kau mungkin ditertawakan oleh orang seperempat abad itu saat
berbicara, sekarang kaulah seperempat abad itu yang tertawa. Menertawakan hal
yang sama yang pernah kau tuturkan dahulu. Bulu kudukmu merinding jika
mendengar suaramu kala itu. Napasmu tercekat. Terakhir kau hanya bisa
menghembuskan napas atas kenangan masa lalu yang berputar di kepalamu.
Sekarang lihat, kau kembali ke masa kini. Masa yang dulu kau idam-idamkan.
Masa yang kau pikir semuanya akan terasa indah. Masa ketika kau tidak perlu
banyak tentangan dari kedua orang tua. Masa ketika semua yang kau lakukan akan
menentukan kehidupanmu. Masa ketika semua masa telah kau lewati dan sekarang
sedang kau tuju.
Dulu kau mungkin menginginkan hidup ini, tetapi lihat sekarang? Kau
menginginkan kehidupan masamu dulu ketika kau bisa membayangkan hidup di masa
ini. Kau tidak pernah mengira kalau seperempat abad hidupmu tidak berakhir
seperti yang kau cita-citakan. Kau tidak pernah berpikir bahwa menjadi manusia
seperempat abad akan lebih mudah. Memang benar, dahulu kau menginginkan
kebebasan. Akan tetapi, bagaimana dengan sekarang? Kau masih
menginginkannya?
Aku
rasa jika kau bisa membalik kehidupanmu kau akan berpikir ulang untuk sampai di
sini. Kau memang tumbuh tapi tidak seperti yang kau harapkan.
Kau kira semua anganmu dulu itu akan kau dapatkan dengan mudah. Sayangnya
kenyataan sangatlah menyiksa batin dan jiwamu. Kau dihadapkan pada kehidupan
dewasa yang penuh dengan kelokan curam, bebatuan yang tajam, dan jalanan
terjal. Kau
tak pernah mengiranya bukan?
Sekali lagi, kau pikir semua mimpimu akan menjadi nyata. Kau pikir kau akan
bertumbuh menjadi dewasa dengan begitu mudah dan elegannya. Nyatanya? Sekali
lagi, kau menarik napas panjang ketika membaca pesan, “Mohon maaf Anda belum
lolos di perusahaan kami.”
Sepanjang pesan yang dikirimkan petinggi di rumah yang ingin kau tuju,
hanya satu kalimat itu yang terbaca. Lainnya hanya kiasan semata di irismu yang
berkaca-kaca. Kau telah melampaui banyak waktu, ditempa dari berbagai sudut dan
sisi, dihantam dalam banyaknya badai, serta berusaha seimbang dalam
mempetahankan jiwa. Akan tetapi, semua itu belum ada apa-apanya. Setelah
selesai, kau mengira semuanya mudah. Semuanya akan kau dapatkan di kehidupan
seperempat abad ini. Sayangnya, tidak bukan? Kau hanya bisa menarik napas dan
kecewa. Kembali tegar seolah bukan apa-apa.
Menjadi
dewasa tidak pernah ada sedikit pun pikiran untuk menikmati gelombang
kehidupan, pasang surut laut kebatinan, dan sepoian udara yang berputar. Kau
hanya mengira saat itu sudah dapat menikmati alam dengan tenang, merasakan
sejuknya angin pantai, dan indahnya membuang hasil kerja keras untuk printilan
yang tidak berharga. Kau hanya tidak tahu seberapa
besar pengorbanan mereka untuk mencapainya. Kau hanya berpikir enaknya!
Sedihnya, setelah mengetahuinya kau justru ingin lari dan kembali bersembunyi
di rumah lima tahunmu itu.
Rumah lima tahun yang kau huni dulu untuk bersenang-senang, bersenda gurau,
meminta apapun yang kau mau, menikmati hasil keringat orang lain, dan terakhir
memikirkan kebebasan yang kau dapatkan. Semuanya hanya kamuflase kehidupan.
Sekarang kau tidak berpikir demikian. Sekarang kau hanya berpikir untuk
bagaimana melewatinya.
Bukan hanya lewat, kau bahkan menghardik kehidupan ini dengan saliva yang
membabi buta tersembur di angkasa. Kau seakan ingin meludahi langit dan bumi
yang menjadi saksi bagaimana seperempat abadmu berjalan. Kau membalik lagi. Apa
yang salah dengan tujuan yang kau inginkan? Apa yang salah dari semua
perjalanan yang telah kau lakukan? Kau telah ditempa dengan beratus pedang dan
sayatan tetapi kau tidak merasa kuat. Kau justru lemah dan menjadi takut untuk
terluka kembali. Kau menjadi kehilangan arah. Kau kehilangan mimpi lima
tahunmu. Kau kehilangan dirimu. Kau tidak percaya dengan semua yang telah kau
lakukan.
Sekali lagi, “Anda tidak lolos” menjadi ingatan dan mimpi burukmu. Kau
bahkan bertanya-tanya, “Apa mereka tidak melihat diriku yang sebenarnya? Apa
aku terlalu bodoh? Lalu kenapa para pendidik itu memberikan harga yang cocok
setelah aku mengerjakan tugas mereka? Apakah aku tidak mengetahui nilaiku? Atau
nilai para pendidik itu salah?” Kau semakin banyak bertanya-tanya tentang apa
yang telah kau lalui. Kau bahkan mulai mempertanyakan orang lain yang berada
dipihakmu, yang menilaimu, dan yang mengetahui perjuanganmu.
Dulu kau selalu melihat ketidakadilan ketika menempa pendidikan. Sekarang,
kau semakin diperlihatkan apa itu adil dalam kedewasaan. Kau serasa tidak punya
hak untuk berbicara. Belum lagi ketika kau mengingat betapa banyak lalat yang
menunggu kau membusuk semakin dalam. Kau semakin lama semakin takut membusuk
dan semakin tidak berdaya untuk tetap berdiri pada-Nya.
Kau juga semakin mempertanyakan bagaimana dirimu selama seperempat abad
ini. Apakah jalan yang kau tempuh ini sudah benar? Atau kau seharusnya memulai
semuanya dari awal? Namun, bagaimana kalau memang dunia ini yang kau inginkan?
Kau akan melakukan apa lagi? (07)