![]() |
Ilustrasi : steemit. |
Ribuan
Banyak sekali
Terlampir pada langit
Tertanam pada tanah
Tersampir pada pohon cemara
Terombang-ambing pada luasnya lautan
Mereka hidup
Mereka ingin mencapai muara
Mereka bak ikan salmon yang berenang menerjang derasnya arus
Suatu saat,
Mereka tak lagi bertumbuh
Mereka tak lagi menggelora
Mereka tak lagi hidup
Mati.
Bukan,
Mereka kalah dengan alam.
***
Langkah
Kala berpijak tentu harus menapak
Kala mengkah tentu harus bernanah
Kala mengais tentu harus menangis
Dunia memang biadab
Atau kita yang tak tau adab?
Bukankah kita tentu menetap?
Atau bukan kita hanya perlu menatap?
Duri, batu, paku hingga serpihan kaca
Sakit
Bayangku yang terlalu dini hanya bahagia katanya
Bak bumi dan langit
Entah siapa yang memberi
Entah siapa yang menerima
***
Ranum
Segar dilihat
Kita masih ranum
Akan menggoda jika hanya dilihat
Maka, akan ku putuskan
Takkan tergoda
Ranum, merah muda merona
Bukankah kita masih mempunyai hak memilih?
Bertahan hingga matang atau jatuh saat ranum
Matang? Pasti banyak yang tertarik
Ranum? Apalagi.
Pilihan masih dapat kita tentukan
Aku akan selalu menuntut
Hak
***
Luar Pandangan
Babi hanya tertahan pada satu titik pandangan
Ia dapat melombati batas pandangan dengan hanya terjatuh
Terjatuh pada tanah lapang hanya untuk melihat langit
Sakit bukan?
Itulah kita.
Jika tak mencoba, babi tak akan melihat keindahan
Bukankah kita harus lebih dari babi?
Aku akan melihat, mencoba dan menggapai walau dengan terjatuh
***
Kembali
Aku akan menjadi Permaisuri yang cantik dan lembut
Aku akan menjadi anak Raja yang mudah tersenyum
Aku akan menjadi Ratu yang tulus
Hingga suattu saat
Hitam pekat menggila
Kabut merajalela
Denging mencekik
Nafasku mulai kalang kabut
Bahkan untuk membuka mata aku tak mampu
Takut
Mengapa?
Dunia apa ini?
Apakah aku mati?
Ternyata tidak, aku hanya hidup.
_______________
Saskia Hasri Sholekah, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Prodi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Semarang. (10)