![]() |
Workshop gender, disabilitas, dan inklusi sosial. |
Kirsten Bishop perwakilan dari Australia dalam sambutannya menyampaikan bahwa meskipun pihaknya sudah melihat banyak kemajuan melalui upaya yang didukung pemerintah namun masih banyak yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif di Indonesia terutama di saat pandemi covid-19. “Penutupan sekolah dapat berdampak besar terhadap siswa, khususnya siswa penyandang disabilitas,” paparnya.
Dirjen GTK Madrasah, M. Zain menyampaikan beberapa alasan mengapa GEDSI ini penting. “Pertama, karena masyarakat memberikan trust yang tinggi kepada madrasah. Kedua, masih terjadi pelecehan atau diskriminasi di madrasah. Ketiga, landasan undang-undang tentang semua warga negara berhak mendapat pendidikan. Keempat, dalam Al-qur’an dijelaskan perhatian Islam terhadap kaum tuna netra hal itu terdapat di dalam surat Abasa.
Di tempat yang berbeda, Dirjend Pendis RI, Ali Ramdani mengatakan untuk menjamin mutu madrasah inklusif ada tiga hal yang perlu dilakukan. Pertama, menanamkan kepada guru dan tenaga pendidik betapa luasnya spektrum anak berkebutuhan Khusus (ABK) yang tidak hanya terdiri dari disabilitas berat, tetapi juga ringan. Kedua, adanya tunjangan bagi guru sesuai dengan kompetensi tambahan. Ketiga, mendorong pemerintah untuk menyediakan anggaran bersama untuk mengembangkan madrasah inklusif.
Dalam kegiatan yang dipandu oleh Supriyono selaku Ketua FPMI, Siti Ruhaini narasumber dari Staf Presiden menyampaikan soal Pengarusutamaan gender dan inklusi sosial dalam pendidikan: upaya membentuk manusia Indonesia unggul. Ia menekankan perlu membangun manusia yang unggul, masayarakat yang inklusif serta berkeaadilan dan adanya kesetaraan gender dalam menjalankan kehidupan.
Berbeda dengan Siti Ruhaini, Badriyah Fayumi Ketua Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dalam pemaparannya menyampaikan tentang Peran Ulama Perempuan Dalam Pengembangan Moderasi Beragama. Dalam pemaparan, ia menekankan penyampaian batasan ekstrem dalam beragama yaitu nilai-nilai kemanusiaan, kesepakatan bersama, dan ketertiban umum.
Di akhir acara, renacana tindak Lanjut (RTL) disampaikan Siti Sakdiyah selaku Kepala Subdirektorat Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal, Ada tiga poin yang terdiri dari Penyusunan modul Pendidikan Inklusi, Pelatihan kapasitas pendidik Inklusif, dan kegiatan kemitraan dengan Inovasi. (hi)