Jepara, SoearaMoeria.Com
Sebagai
orang tua mesti hati-hati apalagi jika memasukkan anak-anaknya kuliah di luar
daerah. Sebab jika si anak sudah masuk kampus, ia akan bertemu dengan kelompok
yang “model-model” (aneh, red). Apalagi jika si anak sudah ikut golongan
jenggot tebal dan celana cingkang.
“Panjenengan
bisa memastikan kalo sudah meninggal kondisi njenengan tidak ada bedanya dengan
celeng.” Begitu keprihatinan K. Syaifuddin Zuhri saat mengisi ceramah dalam
Pengajian Umum dan Santunan Yatama yang diadakan Keluarga Mahasiswa Jepara
Semarang (KMJS) Cabang UIN Walisongo di desa Tengguli kecamatan Bangsri,
Jepara, Ahad (02/04/17) malam.
Kenapa
demikian? Kata Pengasuh pesantren Hidayatul Qulub Semarang itu lantaran anak
yang sudah terjerumus ikut aliran tersebut tidak senang tahlil, manaqib dan
sejumlah tradisi nahdliyin yang lain. Sehingga, orang tua dibiarkan. Tidak
didoakan sebagaimana tradisi nahdliyyin yang berlaku di masyarakat.
“Di
Unisnu ada aliran yang seperti itu tidak?” tanya Kiai Syaifuddin kepada grup
rebana Jamiyyah Muji Rasul (Jamuro) Unisnu Jepara yang turut mengiringi
pengajian malam itu.
Kiai
muda kelahiran Jepara ini berharap di kampus NU itu tidak ada kelompok yang
disebutkannya. Di UIN Semarang, lanjut Pembina PMII Rayon Abdurrahman FITK
banyak dijumpainya.
Padahal,
sambungnya orang hidup itu harus melakukan mo limo. “Mauludan,
manaqiban, mirengaken mauidlah, mangan dan muleh,” sebut Syaifuddin dan
disambut tawa ratusan jamaah yang memadati area pengajian.
Pengajian
Umum itu merupakan rangkaian kegiatan Bakti Sosial (Baksos) yang diadakan KMJS
UIN Walisongo pada Jumat-Ahad (31/03-02/04) di desa Tengguli kecamatan Bangsri,
Jepara. Kegiatan diisi dengan even untuk anak sekolah juga untuk masyarakat
umum. (sm)