![]() |
Foto: Danang Kristiawan |
Jepara,
soearamoeria.com
Komisi
Sekolah Minggu Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) Jepara mengadakan Sekolah
Perdamaian untuk anak Gereja yang dilaksanakan di GITJ Jalan Pemuda No.10
Jepara, Senin-Sabtu (29/06/15-04/07/15). Kegiatan yang diikuti 50 anak terdiri
dari 3 kelas. Kelas kecil, sedang dan besar. Kelas kecil usia PAUD hingga TK. Sedangkan
kelas sedang dan besar untuk anak SD.
Selama
kurang lebih sepekan peserta memperoleh beberapa materi. Di antaranya
menumbuhkan kreativitas, menumbuhkan hubungan/ relasi, menghidupkan dinamika
kelompok, kekuatan potensi diri dan kelompok dan hubungan baik dengan alam.
Untuk
materi kegiatan menyadur dari The Fronteir sebuah lembaga yang konsisten
perkara perdamaian di wilayah konflik khususnya Aceh dan Timor Leste.
Danang
Kristiawan, Pembina Komisi Sekolah Minggu mengungkapkan kegiatan dalam rangka
memperkenalkan nilai perdamaian sejak dini. Damai berlawanan dengan kekerasan. Orang
memilih radikal/ keras karena tidak ada pilihan lain. Sehingga untuk
mengantisipasi pikiran-pikiran yang radikal/ kekerasan dibutuhkan sebuah kreativitas.
Menurut
Danang banyak pikiran anak-anak yang kadang-kadang tidak terpikirkan orang
dewasa. Banyak hal yang remeh temeh menjadi mungkin disampaikan oleh anak-anak.
Disitulah letak kreatifitas dan ide dari anak-anak.
![]() |
Foto : Danang Kristiawan |
Dalam
sesi mediating/ mendamaikan misalnya ada sebuah studi kasus suatu saat tas Bu
Ajeng ketinggalan di sebuah tempat. Tas itu ditemukan Bu Martha. Tetapi maksud
baik Bu Ajeng mengembalikan tas sudah mendapat suudzon (prasangka buruk) dari Martha. Dari
sesi ini peserta di minta untuk mendamaikan di antaranya keduanya.
Dari
beberapa grup yang ada kelompok Adisti dkk misalnya dari hasil diskusinya menyepakati
Bu Ajeng harus mendengarkan penjelasan Bu Martha agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Kelompok Anin cs menjawab hal yang sama. “Sebaiknya Bu Martha
memberitahu yang sebenarnya terjadi dan saling meminta maaf,” begitu tulis Anin
dalam selembar kertas.
Hal
senada diuraikan kelompok Wimba cs. Keduanya (Ajeng dan Martha, red) tulis
kelompoknya harus saling meminta maaf atas kesalahpahaman di antara keduanya. Begitu
juga dengan hasil diskusi kelompok-kelompok yang lain.
Danang
menambahkan melalui kegiatan ini harapannya anak-anak semakin kreatif serta makin
interaksi, peka kepada orang lain. Sehingga semangat perdamaian bisa tertanam
di anak sejak dini.
Disamping
itu, kegiatan juga untuk internal guru. “Guru Komisi Sekolah Minggu mampu
merefleksikan tema yang didampingkan kepada anak. Sebelum berhadapan dengan
anak guru sudah mempersiapkan matang. Sehingga internal guru semakin mumpuni,”
harapnya. (Syaiful Mustaqim)