Jepara, soearamoeria.com-Berawal dari keprihatinan anak-anak di pulau terpencil
Karimunjawa Jepara yang menikah pada usia dini serta banyaknya angka putus
sekolah membuat Hisam Zamroni tahun 2000 silam menyambangi kepulauan yang masih
masuk dalam destinasi kabupaten Jepara ini.
Panggilan hati ini muncul lantaran disana (Karimunjawa,
red) belum ada madrasah. Akibatnya orang tua yang tergolong nelayan miskin tak
mampu lagi menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang berikutnya—paling mentok lulus SD. Mustahil pula, orang
tua menyekolahkan anaknya ke daratan Jepara sebab harus mengeluarkan biaya
melangit.
Sebagian dari anak-anak putus sekolah
tersebut juga ada yang memutuskan ikut bekerja orang tuanya—mencari nafkah di
laut. Ada juga yang hijrah, merantau
ke luar daerah, meski hanya berbekal ijazah SD.
Dari keprihatinan tersebut, masyarakat di kampung
Kemujan yang berpenghuni sekitar 4.000 penduduk dengan berbaik hati mewakafkan
1 ha tanah untuk pembangunan madrasah. Boleh dikata waktu itu madrasah tidak
mempunyai modal untuk membangun. Apalagi gedung pertama (MTs, red) nebeng di bangunan lain.
Lambat laun pria kelahiran Jepara, 03
Desember 1970 ini mengusahakan bantuan dari pemerintah setempat maupun swadaya
masyarakat tentunya agar harapan untuk mengelola pendidikan keagamaan (madrasah,
red) di Kemujan (Karimunjawa) terwujud.
Alhasil dalam kurun waktu 2001-2014, sudah berdiri MTs NU
Safinatul Huda 02 (2001), MA NU Safinatul Huda 02 dan Pesantren Kelautan
Safinatul Huda (2004). Ditambah 4 RA Sayyid Abdullah (2006), Batu Lawang (2006),
Jlamun (2012), Mrican (2013) dan 1 Madin di Pulau Genting.
Untuk meningkatkan SDM pendidikan di pulau
terpencil pihaknya merangkul pelbagai elemen semisal Balai Taman Nasional kegiatan
konservasi alam, Dejavato Foundation
yang memberikan volunteer guru bahasa
Inggris di madrasah, Universitas Negeri Semarang (Unnes) serta Universitas
Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang memberikan beasiswa kepada anak nelayan miskin
untuk melanjutkan kuliah.
Sejumlah tokoh lokal maupun nasional yang
pernah singgah disana (madrasah, red) diantaranya KH Sahal Mahfudz, KH Mustofa
Bisri, Ms Kaban (Menteri Kehutanan), Mardiyanto serta Bibit Waluyo (Gubernur
Jawa Tengah), H Khaeruddin (Kakanwil Kemenag Jawa Tengah) dan masih banyak
lagi.
Respon
Positif
Hadirnya berbagai unit pendidikan keagamaan
tersebut mendapat respon dari masyakarat di pulau tersebut. Khususnya penduduk kampung
Kemujan, Karimun, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk.
Orang tua mulai memiliki kesadaran untuk
menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Madrasah juga lebih
pro terhadap para anak-anak nelayan tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan murahnya biaya
pendidikan. Hisam menyebutkan, sebelum pemerintah menggulirkan dana BOS,
madrasah yang dipeloporinya dalam sebulan—pembayaran syahriyah sesuai dengan
kemampuan peserta didik. Antara Rp2.000-5.000/ bulan. Sedangkan bagi anak yang
tidak mampu biaya dibebaskan.
Hingga saat ini madrasah pesisiran ini telah
meluluskan 3000 pelajar dan santri. Lulusan MTs bisa melanjutkan ke MA sedangkan
lulusan MA Karimunjawa sudah seperti pelajar-pelajar di daerah yang lain.
Lulusan-lulusannya terserap di berbagai PTN
dan PTS semisal Unnes, Undip, IAIN, Universitas PGRI, Universitas Ronggolawe,
Sekolah Tinggi Dirgantara, Sekolah Tinggi Penerbangan Adi Sucipto dan lain-lain.
Bagi yang bekerja bisa bekerja di semua sektor. Disamping itu, lulusan-lulusannya
mau kembali ke karimunjawa untuk mengabdi di madrasah.
Penghargaan
Atas jerihnya mengangkat pendidikan anak-anak
pesisir tahun 2006 oleh Menteri Agama Sayyid Agil Al-Munawwar suami dari Hj
Siti Muthmainnah tersebut diangkat menjadi (PNS) di lingkungan Depag kabupaten
Jepara.
Penghargaan lain yang turut disandangnya
Mandom Resolution Award bidang Pendidikan, mengangkat pendidikan anak-anak
nelayan miskin di kepulauan terpencil Karimunjawa dengan mendirikan pendidikan
formal dan non formal (2004).
Rentetan prestasi lain Juara I tingkat
Kabupaten sebagai Pemuda Pelopor bidang Pendidikan (2005). Di tahun dan
kejuaraan yang sama ia juga memperoleh prestasi tingkat Provinsi Jawa Tengah
dan tingkat Nasional dari Menteri Pemuda dan Olahraga RI.
Tahun 2005 juga memperoleh penghargaan dari
Menteri Kelautan dan Perikanan RI sebagai Adibakti Mina Bahari Insani Peduli
Pulau-pulau Kecil. Tahun 2007 memperoleh penghargaan dari Menteri Agama Dedicated Award Bagi Guru Madrasah.
Tahun berikutnya memperoleh penghargaan
proposal tesis terbaik dari Pascasarjana UGM dengan Judul Pendidikan
Multikultural: Studi Terhadap Pembelajaran Fiqh di MTs Safinatul Huda 02
Karimunjawa. Serta nominator Education Award Jepara kategori pengabdi
pendidikan dan perekayasa pendidikan (2008).
Pelopor
Pendidikan NU
Mahasiswa S3 IAIN Walisongo Semarang ini bisa
dikatakan sebagai pelopor pendidikan NU di pulau terpencil. Lelaki yang
memiliki dua anak Ameer dan Nahda dan aktif di Jatman—thariqah NU serta MWCNU
Karimunjawa ini menyebutkan tujuan mendirikan dan mengelola pendidikan untuk menampung
anak-anak nelayan miskin di pulau terpencil meneruskan studi dan ngajinya. Sehingga SDM terdidik di
Karimunjawa meningkat.
“Tujuan lain kami ingin menampung SDM sarjana
Karimunjawa yang berkualitas agar mengabdi di karimunjawa,” tambah Hisam.
Hisam yang juga Kepala KUA Karimunjawa
menambahkan pulau terpencil Karimunjawa jangan sampai sampai terkontaminasi
rongrongan aliran wahabi dan radikalisme agama.
“Pendidikan NU di Karimunjawa ini untuk menumbuhkembangkan
generasi penerus NU dan untuk menanggulangi paham wahabi dan radikalisme agama agar
tidak merebak sampai disini,” tegasnya.
Harapannya lewat madrasah pihaknya mampu
mengangkat harkat, martabat, ekonomi, agama dan kesejahteraan anak-anak nelayan
lebih kedepannya menjadi lebih baik. (Syaiful
Mustaqim)