Zudi Setiawan paparkan materi resensi buku. (Foto: Afifah) |
Program yang dilaksanakan via daring dan dipimpin oleh salah satu aktivis GRI, Afifatul Munawiroh ini menghadirkan Zudi Setiawan (Pegiat Literasi). Turut hadir dalam kelas akademi riset dan penulisan, Founder of GRI Ma’as Shobirin, dan Co-Founder of HeyLaw Andi Tri Haryono.
Manajer Program GRI, Muhammad Khozin dalam sambutannya menyampaikan bahwa penting bagi para pecinta literasi untuk membaca dan mengamati buku. “Sebab, dari membaca dan mengamati buku, kita bisa melatih dan mengasah literasi. Ia juga memaparkan tentang makna literasi paling sederhana, yaitu baca dan tulis,” katanya.
Sebagai trainer resensi buku, Zudi menjelaskan definisi resensi buku untuk membuka kelas sesi kedua. Menurutnya, resensi adalah penilaian terhadap sebuah karya. Sedangkan resensi buku adalah suatu penilaian terhadap sebuah karya buku. Dalam meresensi buku, diperlukan pengamatan dan penilaian secara objektif untuk mengetahui kelayakan suatu buku.
“Resensi buku adalah proses membaca buku, kemudian kita mengulas. Meresensi tidak bisa lepas dari aktivitas membaca,” jelasnya.
Pria pegiat literasi itu juga menjelaskan tentang bentuk-bentuk resensi buku. Ada beberapa bentuk resensi buku, di antaranya yaitu berupa ringkasan, deskripsi, kritik, apresiasi, dan praduga. Selain itu, ia juga memaparkan jenis resensi yang meliputi resensi informatif, resensi evaluatif, dan resensi informatif-evaluatif.
Peserta khidmad mengikuti materi resensi buku. (Foto: Afifah) |
Menurutnya, langkah yang harus diperhatikan adalah halaman kolofon, membuat judul yang menarik, menyiapkan paragraf awal yang menarik juga, menarasikan dengan bahasa dan kalimat yang mudah dipahami pada isi resensi, memberikan kesimpulan yang mengesankan. Langkah paling penting dalam meresensi buku adalah langsung bergerak menulis resensi buku.
Pada sesi tanya jawab, Eqtafa Berrasul Muhammad, salah seorang peserta asal Depok menyanyakan bagaimana urutan bentuk utama dalam meresensi buku dan apakah bentuk kritik dalam resensi buku boleh berisi perbandingan karya.
Pria kelahiran Kudus itu menjawab, “tidak ada level bentuk utama dalam resensi buku, karena ini hanya bentuk. Untuk kritik dalam meresensi, boleh ada perbandingan karya selama yang dibandingkan adalah penulis yang sama dengan karya yang berbeda, atau berbeda penulis tetapi tema yang diusung sama.”
Sesi kedua program akademi riset dan penulisan GRI berjalan dengan khidmad dan lancar. Peserta diharap tetap menjaga semangat dan saling menjalin silaturahmi yang baik hingga akhir sesi. (af)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar