Puisi-puisi Fahrus Refendi - Soeara Moeria

Breaking

Minggu, 16 Februari 2020

Puisi-puisi Fahrus Refendi


Ilustrasi : jakartanotebook.com
Pintu

Melipat waktu
dan kubuka pintu
menaruh kenangan yang sempat singgah pada angan

Derik pintu terbuka
daundaun jendela terluka
terbiaskan makna kata
akan rindu menyibak mata

Suara gemuruh
luruh
memaksa angin ingin jadi satu.

Rupa pintu
lapar waktu
pelepah rindu jatuh di angan bersetubuh dengan tubuh pagi
yang sepi lalu mewangi.

Pamekasan, Desember 2019

Salam Sajak-Sajak     

Selama bernaung di sajak-sajak
Jati lelah
ikut arus kemarau

Sajak kelaparan
menunggu seduhan
kopi hitam bercampur air hujan

Rangkairangkai hitam menyibak putih
lalu datang angin sakal meneriaki kebun-kebun Raflesia, Mawar, dan bangkai

Kumparan awan
Cahaya bulan

Kemaraupun diantar penghujan berlabuh sampai jauh

Genderang ditabuh
Panas berlabuh.

Pamekasan, Desember 2019


Telepon Berdering Kematian

Pada Minggu sore telepon berdering
“Halo, sampaikan ke ibu, nenekmu habis umur.”
Ibu masih belanja di toko ujung waktu

Manusia tercipta tuk kembali moksa
Tuhan yang menghaturkan
Atau manusia yang bosan?

Janji telah terlampaui
Sepakat antara mahkluk dan rabbnya,
Dahulu
Tuhan tak pernah ingkar akan kesetiaannya sekarang, nanti atau esok
Hingga datang dunia nirkala.

Pamekasan, Desember 2019


Panas Membaca

Sekelompok anak membaca panas
kian nyaring
lelehan derai air mata suguhkan niscaya

Anak berbaju kuning bertanya
“Luka di siang hari selalu kian tampak!” ujarnya.
luka –luka lama selalu sama berpegangan pada hati yang kering
patah oleh ranting-ranting
meruncing

Malam selalu menutupi luka
entah olehku atau olehmu

Racau-risaumu kian runcing
diseduh oleh kopi pagi yang mulai pesing.

Pamekasan, Desember 2019


Sang Hari

Seduhan kopi siang hari
Panas halaman panas hati.

Akankah cerita pagi menuai
bila senja tiba kuberdiri di halaman dan kutahu
kau berada di balik pintu. Tak mau melihat diriku bak sejenak saja.
Kupinta kauberdiri di sisi jendela. Melihatku di tepi sepi ini.
Bahwa akulah matahari yang tak pernah singgah dari pagi-Mu.
 
Pamekasan, Desember 2019


Di Hadapan Kenangan

Kubaca kesungguhan
yang kudapat air luruh yang keruh
kubangun kesetiaan
malah bermimpi di jalan panjang yang kosong

Di hadapan kenangan
kau dan aku
tak mampu berangan
oleh cinta
dan
rindu yang saling bergandeng tangan.

Pamekasan, Desember 2019


Pernyataan

“Apa yang kau gandrungi dari purnama?”
purnama tak pernah purna, jawabku

“Apa yang kau ingat oleh kenangan?”
kujawab, kenangan adalah pernyataan daundaun gugur jatuh di jalan setapak
yang becek

“Lalu siapa yang salah?”
yang salah adalah persinggahan malam
yang merembes di langit kemarau panjangku.

Pamekasan, Desember 2019


Hilang Rupa

Senja kali ini
terasa berbeda. Merah marun biasmu
dingin rinduku padamu

waktu hilang bentuk
teruntukmu kuhabiskan usiaku
di pematang sekian waktu

kauungkit ciuman tujuh tahun lalu
bertanya bolehkah rindu menyusul senja yang salah waktu.

Pamekasan, Desember 2019

Fahrus Refendi lahir pada 07 Juni 1998 berasal dari Pamekasaan Madura dan merupakan Mahasiswa Bahasa & Sastra Indonesia Universitas Madura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar