![]() |
Ilustrasi : jakartanotebook.com |
Pintu
Melipat waktu
dan kubuka pintu
menaruh kenangan yang sempat singgah pada angan
Derik pintu terbuka
daundaun jendela terluka
terbiaskan makna kata
akan rindu menyibak mata
Suara gemuruh
luruh
memaksa angin ingin jadi satu.
Rupa pintu
lapar waktu
pelepah rindu jatuh di angan bersetubuh dengan tubuh
pagi
yang sepi lalu mewangi.
Pamekasan, Desember 2019
Salam Sajak-Sajak
Selama bernaung di sajak-sajak
Jati lelah
ikut arus kemarau
Sajak kelaparan
menunggu seduhan
kopi hitam bercampur air hujan
Rangkairangkai hitam menyibak putih
lalu datang angin sakal meneriaki kebun-kebun
Raflesia, Mawar, dan bangkai
Kumparan awan
Cahaya bulan
Kemaraupun diantar penghujan berlabuh sampai jauh
Genderang ditabuh
Panas berlabuh.
Pamekasan, Desember 2019
Telepon Berdering Kematian
Pada Minggu sore telepon berdering
“Halo, sampaikan ke ibu, nenekmu habis umur.”
Ibu masih belanja di toko ujung waktu
Manusia tercipta tuk kembali moksa
Tuhan yang menghaturkan
Atau manusia yang bosan?
Janji telah terlampaui
Sepakat antara mahkluk dan rabbnya,
Dahulu
Tuhan tak pernah ingkar akan kesetiaannya sekarang,
nanti atau esok
Hingga datang dunia nirkala.
Pamekasan, Desember 2019
Panas Membaca
Sekelompok anak membaca panas
kian nyaring
lelehan derai air mata suguhkan niscaya
Anak berbaju kuning bertanya
“Luka di siang hari selalu kian tampak!” ujarnya.
luka –luka lama selalu sama berpegangan pada hati yang
kering
patah oleh ranting-ranting
meruncing
Malam selalu menutupi luka
entah olehku atau olehmu
Racau-risaumu kian runcing
diseduh oleh kopi pagi yang mulai pesing.
Pamekasan, Desember 2019
Sang Hari
Seduhan kopi siang hari
Panas halaman panas hati.
Akankah cerita pagi menuai
bila senja tiba kuberdiri di halaman dan kutahu
kau berada di balik pintu. Tak mau melihat diriku bak
sejenak saja.
Kupinta kauberdiri di sisi jendela. Melihatku di tepi
sepi ini.
Bahwa akulah matahari yang tak pernah singgah dari pagi-Mu.
Pamekasan, Desember 2019
Di Hadapan Kenangan
Kubaca kesungguhan
yang kudapat air luruh yang keruh
kubangun kesetiaan
malah bermimpi di jalan panjang yang kosong
Di hadapan kenangan
kau dan aku
tak mampu berangan
oleh cinta
dan
rindu yang saling bergandeng tangan.
Pamekasan, Desember 2019
Pernyataan
“Apa yang kau gandrungi dari purnama?”
purnama tak pernah purna, jawabku
“Apa yang kau ingat oleh kenangan?”
kujawab, kenangan adalah pernyataan daundaun gugur
jatuh di jalan setapak
yang becek
“Lalu siapa yang salah?”
yang salah adalah persinggahan malam
yang merembes di langit kemarau panjangku.
Pamekasan, Desember 2019
Hilang Rupa
Senja kali ini
terasa berbeda. Merah marun biasmu
dingin rinduku padamu
waktu hilang bentuk
teruntukmu kuhabiskan usiaku
di pematang sekian waktu
kauungkit ciuman tujuh tahun lalu
bertanya bolehkah rindu menyusul senja yang salah
waktu.
Pamekasan, Desember 2019
Fahrus
Refendi lahir pada 07 Juni 1998 berasal dari Pamekasaan Madura dan merupakan
Mahasiswa Bahasa & Sastra Indonesia Universitas Madura.