Koordinator Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan
dan Kejahatan Seksual Desa/ Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, Asmawi Hasan menilai
langkah Presiden Jokowi tidak hadir dan membuka Muktamar ke-11 Jamiyyah
Ahlith Thariqah Mu'tabarah Indonesia (JATMI) di AKN Marzuqi Dukuh
Selempung, Desa Dukuhseti Kabupaten Pati tepat.
Hal itu diungkapkannya saat konferensi pers
di Posko Pengaduan Korban Sodomi/ LGBT bersama Aliansi Masyarakat Anti
Kekerasan dan Kejahatan Seksual Dukuhseti di Dukuhseti Kabupaten Pati, Sabtu
(10/3/2018).
"Kami menyinalir, ketidakhadiran Pak
Presiden Jokowi ini tentu dengan pertimbangan panjang. Justru kalau beliau
hadir, kami sebagai masyarakat yang cinta kebenaran tentu akan memiliki
kesimpulan kalau Pak Jokowi mendukung LGBT. Ini saya rasa tepat, karena apa?
Karena pertimbangan latar belakang seorang kiai yang pernah menjadi narapidana
sodomi yang terbukti sah melakukan sodomi terhadap anak-anak santri yang
belajar," kata Asmawi Hasan ditemani sejumlah aktivis yang lain.
"Keberadaan Muktamar JATMI secara aspek
hukum legal. Tapi kalau secara moral, ini sangat kurang tepat. Karena apa,
seseorang yang mengakui kiai ini harus sosok atau figur yang paham Islam dan
diteladani di tengah-tengah masyarakat," ujar dia saat diwawancarai.
Pihaknya menilai, adanya Muktamar JATMI di
Selempung kurang pas. "Oleh karena itu dengan latar belakang seorang kiai
yang pernah menjadi narapidana sodomi melakukan aktivitas yang di tempati
Muktamar JATMI, yang mana tarekat itu harus menegakkan ajaran Islam dan
akhlakul karimah, tapi yang ditempati itu pernah menjadi narapidana maka kurang
tepat," ujar dia.
Seperti diketahui, Muktamar JATMI ke-11 di
Dukuhseti Kabupaten Pati secara resmi dibuka Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si,
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama R.I, didampingi Drs. H. Farhani, SH., MM
Kakanwil Kemenag Jateng dan Haryanto Bupati Pati.
Sampai berita ini ditulis kondisi Muktamar
masih berjalan meskipun sepi dari tamu undangan karena hanya didominasi dari
anggota JATMI saja. (hi)