Hari Guru Nasional, Dosen NU Launching Buku - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 28 November 2017

Hari Guru Nasional, Dosen NU Launching Buku


Temanggung, SoearaMoeria.Com
Hari Guru Nasional (HGN) yang diperingati setiap 25 November menjadi momentum dosen STAINU Temanggung untuk mempublikasikan gagasan konseptual dan praktis bagi kemajuan pendidikan.

Hal itu dibuktikan dengan peluncuran buku baru yang memberikan sumbangsih bagi akselerasi pendidikan dan dunia keguruan.

Mereka adalah Khamim Saifuddin menulis buku bertajuk "KH. Ilyas Kalipaing (Pejuang Tarbiyah)" diterbitkan Formaci Press, Hamidulloh Ibda "Media Pembelajaran Berbasis Wayang (Konsep dan Aplikasi), Husna Nashihin merilis "Pendidikan Akhlak Kontekstual" diterbitkan CV. Pilar Nusantara serta Sumarjoko dengan judul buku "Ikhtisar Ushul Fiqh 2" yang diterbitkan CV. Trussmedia Grafika.

KH. Ilyas Kalipaing menurut Khamim Saifuddin merupakan salah satu tokoh lokal asal Temanggung yang perannya sangat besar bagi perkembangan pendidikan Islam khususnya pesantren di wilayah Temanggung bahkan di luar Temanggung.

Hamidulloh Ibda penulis buku yang lain menegaskan di era disrupsi atau ketercerabutan seperti ini guru juga dosen harus pakem dan tidak boleh tercerabut dari akarnya.

"Wayang ini kan khazanah lokal khas Nusantara. Metallica saja pernah merillis lagu Master of Puppets. Walisongo juga melakukan pendekatan dakwah melalui wayang. Artinya, media wayang secara konsep dan aplikasi memang mendorong guru untuk tetap menjadi guru Nusantara meskipun di era digital," ujar Ibda.

Husna Nashihin melalui buku "Pendidikan Akhlak" juga memberikan tawaran solusi atas kemunduran akhlak bangsa. Menurut dia akhlak yang sudah dimasukkan dalam pendidikan tidak boleh sekadar tekstual, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman. 

Sementara itu, Sumarjoko dosen dan Kaprodi AS Jurusan Syariah yang merillis buku "Ikhtisar Ushul Fiqh 2" menyatakan memahami ilmu Ushul Fiqh sangatlah penting bagi siapa pun yang mendalami ilmu agama, terutama santri, mahasiswa, guru atau pun lainnya.
 
"Ushul Fiqh ibarat  anyaman jala (metode)  yang akan digunakan nelayan (faqih) untuk mendapatkan barang tangkapan (hasil ijtihad) sedangkan  samudera adalah sumbernya (mashadir ahkam)  yakni hukum yang tertulis ketetapannya," kata dia.

"Tujuan para nelayan adalah untuk mendapatkan ikan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik secara langsung atau dijualnya," kata dosen kelahiran Tuban ini.
 
Demikian pula seseorang belajar ilmu Ushul Fiqh, lanjut dia, adalah untuk mendapatkan suatu pemahaman agama dengan mengetahui metode penetapan dari sumbernya. "Hal ini  sangat bermanfaat bagi orang tersebut dan bagi orang lain yang membutuhkannya," tandas dia. (dul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar