Jepara, SoearaMoeria.Com
Pesantren Hasyim Asyari Bangsri Jepara
menyelenggarakan pemutaran dan bedah film dokumenter “Jalan Dakwah Pesantren”
berlangsung di aula Gedung Serba Guna MA Hasyim Asyari, Bangsri Jepara, Kamis
(27/7/2017) malam.
Dalam pemutaran film berdurasi 38 menit itu dihadiri
oleh ratusan santri dan menghadirkan 3 narasumber. Hamzah Sahal (inisiator
film), Hj. Hindun Anisah (pengasuh pesantren Hasyim Asyari) dan Ahmad Sahil
(ketua Lakpesdam NU Cabang Jepara) dan sebagai moderator Syariful Wai, mantan
aktivis PP Lakpesdam.
Ahmad Sahil ketua Lakpesdam NU Cabang Jepara dalam
paparannya menyampaikan film dokumenter itu menggambarkan pesantren apa adanya.
“Film ini ialah film riil yang memberi pembelajaran
bahwa pesantren telah melahirkan tokoh besar Gus Dur,” kata kiai muda yang
disapa Gus Sahil ini.
Gus Sahil putra KH Miftah Abu berkomentar dalam film
yang disupport oleh Kementerian Agama RI lantaran menampilkan sosok KH
Abdurrahman Wahid.
Kepada ratusan santri ia mengatakan bahwa sosok kiai
di pesantren berjuang 24 jam tanpa lelah. Kiai, ulama baginya adalah sosok yang
istimewa. “Basyarun la kal basyar, manusia tapi tidak seperti manusia
biasa,” sebutnya.
Kiai muda asal desa Karangrandu itu menyontohkan saat
kiai minum sisa minumnya menjadi rebutan santri. Sandal kiai juga menjadi
rebutan untuk ditata. Itu keistimewaan kiai, katanya.
Hj. Hindun Anisah, selaku shahibul bait menyatakan
usai nonton film dirinya jadi ingat saat menjadi santri yang tumbuh dengan kecerdasan
serta mental tahan banting.
Perempuan yang akrab dipanggil Neng Hindun itu
mengapresiasi bahwa film menunjukkan eksistensi kitab kuning yang merupakan
keunggulan pesantren.
Kitab kuning kata istri KH Nuruddin Amin, bisa menjadi
simbol anti Islam radikal. “Saya sering pesan kepada alumni pondok ini bawalah
kitab kuning selalu bersamamu,” pesan Neng Hindun yang juga salah satu aktris
film ini.
Ternyata pesan itu pernah dipraktikkan oleh santrinya.
Sehingga saat melihat di kamar ada kitab kuning orang yang mau mengajak santri
gabung di aliran radikal tidak jadi mengajaknya. “Kitab kuning ampuh untuk
mengurangi serangan islam bukan NU, islam radikal,” tandasnya.
Syiar Islam Indonesia
Hamzal Sahal selaku inisiator film mengungkapkan ada
33 alasan film dokumenter tersebut dibuat. Salah satu alasan yang dikemukakan
Hamzah bahwa media semacam CNN, Al Jazeera dan BBC tidak pernah menyayangkan islam
menarik yang ada di Indonesia biasanya malah Islam yang ada di Timur Tengah.
Karenanya pihaknya ingin eksplor syiar Islam Indonesia.
Indonesia menjadi teduh dan ramah kuncinya NU dan pesantren. “Pesantren punya
kontribusi besar dalam sistem sosial selama berabad-abad,” jelas Hamzah yang
juga pegiat Nutizen ini.
Alasan kedua, dia ingin membayar hutang kepada
pesantren. Apalagi Hari Santri tahun 2015 lalu yang masih kontroversi menjadi
momen tepat untuk berbuat kebaikan dan kemaslahatan kepada kiai dan ibu nyai.
Sekadar informasi film karya Yuda Kurniawan dibikin
persis 22 Oktober 2015 bersamaan hari santri pertama di Jakarta. Di film itu
ada 13 pesantren, serta 18 narasumber. Dari belasan narasumber itu terdiri dari
22 jam hasil wawancara. Kemudian dengan waktu berbulan-bulan film dibikin
menjadi hanya 38 menit.
Untuk penyempurnaan, pihaknya keluar masuk arsip
museum serta membeli film documenter Aceh dengan harga jutaan. Kali pertama
diputar di pesantren Cipasung pada 10 Agustus 2016 masih berdurasi 28 menit.
Sampai warta ini ditulis pesantren Hasyim Asyari adalah pemutaran film yang
ke-71 dengan durasi 38 menit.
Sementara itu, KH Nuruddin Amin pengasuh pesantren
Hasyim Asyari dalam sambutannya mengingatkan santri agar sadar media sosial (medsos)
untuk kegiatan yang manfaat.
Hal itu dikemukakannya lantaran saat ini media online
sudah dikuasai “orang lain”. “Jangan jadi korban medsos tetapi medsos harus
digunakan untuk syiar/ dakwah,” harap Gus Nung.
Ia menambahkan sudah saatnya dakwah konvensional lewat
ceramah dionlinekan via fb, wa, instagram dan media yang lain. “Film
jalan dakwah pesantren merupakan salah satu media dakwah pesantren,”
pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar