![]() |
Ilustrasi : Google |
Jakarta, SoearaMoeria.Com
Letak geografis
Indonesia yang berada di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Eurasia,
Indo-Australia, dan Pasifik serta adanya “ring of fire” dengan deretan
gunung berapi yang masih aktif, mulai dari ujung utara Sumatera, hingga Papua
merupakan faktor penyebab Indonesia sebagai kawasan yang rawan bencana.
Selain itu, dampak
perubahan iklim juga berpengaruh terhadap tingginya intensitas dan frekuensi
kejadian bencana hidrometeorologis seperti yang terjadi beberapa tahun
terakhir.
Data dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bencana bahwa tahun 2016 ini
merupakan rekor tertinggi jumlah kejadian bencana sejak 10 tahun terakhir, yaitu
2.342 kejadian atau meningkat 35% dari tahun 2015.
Dampak yang
ditimbulkan oleh rentetan kejadian bencana selama 2016 adalah 522 orang
meninggal, 3,05 juta penduduk mengungsi, 69.287 unit rumah rusak, serta 2311
unit fasilitas umum rusak.
Besarnya dampak
kejadian bencana tersebut harus direspon dengan upaya penanggulangan bencana
yang sistematis, terencana dan terpadu.
Kesadaran bersama
dan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa untuk meningkatkan kemampuan
menghadapi dan menangani setiap kejadian bencana merupakan kebutuhan mendesak
yang tak terhidarkan.
Dalam kaitan
itulah, BNPB menginisiasi Hari Kesiapsigaan Bencana Nasional (HKBN) sebagai
upaya mendasar untuk untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran bersama
melalui latihan kesiapsiagaan sesuai dengan ancaman bencana di daerahnya
masing-masing.
Dengan tagline “Siap
untuk Selamat”, diharapkan seluruh komponen bangsa dapat meningkatkan
kapasitasnya untuk menghadapi ancaman bencana dan dapat melakukan respon atas
setiap kejadian bencana yang ada sehingga dapat menyelamatkan diri dan
terhindar dari dampak bencana.
Nahdlatul Ulama
(NU) sebagai organisasi sosial dan keagamaan yang peduli terhadap upaya
pengurangan risiko bencana merasa memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam
mempromosikan dan mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan
kesiapsiagaan agar setiap kejadian bencana dapat dilakukan respon yang cepat,
tepat dan efektif.
Selain itu, NU
memiliki perangkat organisasi hingga tingkat desa di seluruh wilayah di
Indonesia dan memiliki lebih dari 24,000 ribu jaringan pesantren dan sekolah di
seluruh wilayah di Indonesia.
Dukungan NU
tersebut diwujudkan dalam bentuk apel dan simulasi penanganan kejadian bencana
yang dilaksanakan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
Nahdlatul Ulama (LPBI NU) dan melibatkan 1,5 juta pelajar dan santri.
Bekerja sama
dengan IPNU, IPPNU, RMI-NU, LDNU dan LP Ma’arif NU, pada tanggal 26 April 2017,
jam 10:00 WIB, LPBI NU menyelenggarakan kegiatan apel dan simulasi penanganan
bencana yang dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah di Indonesia.
M. Ali Yusuf,
Ketua Pengurus Pusat LPBI NU menyampaikan bahwa apel dan simulasi dilakukan
secara bersamaan di seluruh jaringan LPBI NU yang ada di seluruh Indonesia.
Secara khusus,
kami PP LPBI NU melaksanakan kegiatan apel dan simulasi gempa bumi di Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten melibatkan 1,300
santri dan pelajar di pesantren tersebut.
“Apel yang
dilakukan serentak menjadi spirit kesiapsiagaan pelajar dan santri untuk
lebih siap menghadapi ancaman bencana,” kata Ali.
Ali berharap
kegiatan apel dan simulasi ini bukan yang pertama dan terakhir, tetapi terus
dilakukan secara rutin sesuai dengan jenis ancaman dan kapasitas di wilayah dan
lingkungannya masing-masing agar masyarakat dan seluruh komponen bangsa semakin
meningkat kemampuannya dalam menghadapi setiap ancaman bencana, sehingga risiko
dan dampak bencana dapat terus diminimalkan dan Indonesia menjadi bangsa
yang tangguh bencana. (ka)