Usai menamatkan buku Ensiklopedia Islam, hati
Agus Sunyoto tiba-tiba tersentak. Dalam buku yang diterbitkan oleh Ikhtiar
Baru Van Houve tersebut, ia sama sekali tak menemukan satu pun kata yang
menyebut Wali Songo.
Ingatannya kemudian melayang kepada sebuah buku
lain berjudul Walisanga Tak Pernah Ada? karya Sjamsudduha, yang
pernah dibacanya beberapa waktu sebelumnya.
“Saya pikir adalah ahistoris, kalau ndak mau
saya bilang naif, saat kita membahas perkembangan Islam di Indonesia, sama
sekali tidak menyebut nama Wali Songo”, ujar sejarawan kelahiran Surabaya,
57 tahun yang lalu itu.
Istilah wali songo memang kadung
dimengerti oleh sebagian besar masyarakat Islam Indonesia hanya sebagai
mitologi. Itu setidaknya tercermin dari cerita-cerita yang berserakan di
kalangan masyarakat yang hanya mengidentikan Wali Songo dengan
soal-soal karamah, keajaiban dan realita supranatural yang kadang tidak
terjangkau otak manusia modern.
Yang terjadi adalah sejarah Wali Songo jika tidak
dipuja-puja berlebihan malah dijadikan bahan ejekan oleh sebagian orang untuk
merujuk sebuah kepercayaan agama yang berbau tahayul dan tidak rasional.
Agus tentu saja prihatin dengan kondisi seperti
itu. Dengan mengandalkan dana yang tidak besar dan didapat dari sumbangan sana
sini, ia lantas memutuskan untuk membuat sebuah penelitian sejarah ilmiah
terkait dengan Wali Songo. Beberap tahun kemudian jadilah penelitiannya
tersebut menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Atlas Wali Songo
terbitan Pustaka Iman (bagian dari Mizan Group) pada 2012.
Atlas Walisongo buku karya Agus Sunyoto |
Benarkah Wali Songo hanya mitos belaka? Bagaimana
sesungguhnya kisah sejarah 9 lelaki yang selama ini disebut-sebut sebagai para
pionir islamisasi di tanah Jawa dan Nusantara itu? Beberapa waktu lalu,
Hendi Jo dari Arsip Indonesia berkesempatan berbincang-bincang dengan
Agus Sunyoto. Berikut petikannya:
Mas Agus, saya mendengar
penulisan buku ini, berawal dari “kekesalan” anda saat mengetahui sebagian
masyarakat Islam tidak mengakui eksistensi Wali Songo dalam sejarah Islam di
Indonesia, benarkah itu?
Kesal sih ndak. Saya cuma ingin
meluruskan bahwa kenyataan sejarah justru membuktikan bahwa setelah 800 tahun
penyebaran Islam di Nusantara mengalami kemandekan dan tidak bisa diterima
secara luas. Justru di era Wali Songo-lah Islamisasi bisa berjalan secara
massif. Ini kan realitas sejarah yang membuktikan bahwa Islamisasi itu adalah
hasil jerih payah Wali Songo.
Memang menurut kepercayaan anda,
Islam kapan sih datang ke Indonesia?
Sudah sejak tahun 674 Masehi, Islam sudah
menginjakkan kaki di Jawa. Itu didasarkan pada berita yang disampaikan
orang-orang Cina di era Dinasti Tang yang menyebut tentang kehadiran
orang-orang Tazhi (Arab) di Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima.
Orang-orang Tazhi yang mayoritas adalah para pebisnis itu sangat kagum dengan
kondisi Kalingga yang walaupun belum mengenal Islam, tapi situasinya aman
sejahtera.
Mereka lantas menyebarkan Islam?
Ya, tapi bisa disebut kurang berhasil. Mengapa?
Bisa jadi itu terkait dengan cara penyampaian mereka yang kurang
memperhitungkan kondisi sosial budaya setempat, sehingga orang-orang Jawa
kurang tertarik kepada Islam. Situasi tersebut berlangsung sampai 800 tahun
lamanya.
Kemunculan Wali Songo memecah
kebuntuan tersebut?
Ya betul sekali. Karena Wali Songo sangat paham
dengan kultur sosial yang berlaku di kalangan masyarakat Jawa menjadikan dakwah
Islam yang mereka sampaikan diterima secara baik. Mereka masuk bisa lewat
wayang, kidung-kidung lokal yang dimodifikasi dengan subtansi Islam, ya
banyaklah hal yang membuktikan bahwa dakwah yang mereka lakukan sangat
fleksibel sehingga tanpa harus kehilangan subtansinya, orang merasa tertarik
dengan Islam.
Jika betul Wali Songo adalah
fakta sejarah, lalu mengapa muncul pendapat yang menyebut keberadaan mereka
hanya mitos belaka?
Awalnya itu karena politik Belanda. Pasca Perang
Diponegoro (1825-1830), Belanda sangat phobia kepada hal-hal yang berbau Islam
dan tarekat. Karena itu, dimunculkanlah bahwa seolah-olah Islam adalah kekuatan
yang tak jelas asal usulnya dengan menciptakan berbagai cerita-cerita
mitos. Jadi ya mitologisasi Wali Songo itu jelas ulah Belanda
Apa usaha nyata dari Belanda
untuk membuat Wali Songo terahistorisasi di Nusantara?
Ada sebuah kitab yang bernama Babad Kediri.
Ini kitab dibuat tahun 1832, dua tahun setelah Perang Diponegoro berakhir.
Ceritanya, seorang jaksa pribumi bernama Porbowijoyo mendapat proyek dari
Residen Kediri yang Belanda totok untuk membuat sebuah cerita yang mengecilkan
peran Wali Songo. Lantas sang jaksa membayar seorang dalang yang entah
bagaimana ia lalu kesurupan. Dalam situasi “kesurupan” itulah, si dalang
meracau. Isinya bercerita tentang sejarah Kediri dan pendeskreditan Sunan
Bonang, Sunan Giri dan sunan-sunan lainnya. Isi racauan inilah yang kemudian
dicatat oleh sang jaksa dan dijadikan kitab berjudul Babad Kediri.
Saya heran, mengapa justru cerita
versi orang kesurupan ini, bisa lolos dalam sejarah kita?
Ya para sejarawan kita kan umumnya didikan Belanda.
Yang kata Belanda benar, ya benar juga kata mereka. Termasuk racauan orang
kesurupan kalau datangnya dari Leiden ya itu jadi sejarah.
Beralih kepada konflik Syeikh
Siti Jenar vs Wali Songo, itu benar-benar terjadi?
Sebetulnya sih yang berkonflik itu bukan Syeikh
Siti Jenar lawan Wali Songo, tapi Siti Jenar vs Sultan Trenggono, anaknya Raden
Patah yang pendiri Kesultanan Demak itu.
Ceritanya, Siti Jenar yang didikan Baghdad (di
Baghdad hubungan penguasa dan rakyat sangat egaliter) itu merasa jengah melihat
orang-orang Jawa begitu feodalnya hingga memperlakukan para penguasanya
layaknya Tuhan.
Sebagai contoh, kalau menghadap raja, rakyat harus
sujud. Lalu kata “ing sun” yang artinya aku hanya berhak diucapkan oleh
raja, rakyat hanya boleh memakai kata “kawulo” yang artinya budak. Nah
Syeikh Siti Jenar merasa prilaku itu “mengotori” ketauhidan seorang muslim. Ia
lantas mbalelo (berontak). Caranya, dengan secara sengaja
mempraktikkan kata “ing sun” untuk dirinya dan para pengikutnya serta
menolak mentah-mentah untuk bersujud kepada raja. Dalam perspektif politik
Sultan Trenggono ini jelas subversiv dong. Maka dikejar-kejarlah dia sebagai
musuh negara dan agama.
Katanya Syeikh Siti Jenar
tertangkap lantas dipancung?
Ah enggak benar itu. Pemancungan itu cuma mitos
saja. Yang benar adalah Syeikh Siti Jenar lantas disembunyikan oleh Sunan
Gunung Jati, hingga ia wafat biasa di Cirebon. Lha dia kan orang Cirebon.
Terakhir nih Mas, orang kita
biasanya kalau menganalisa sejarah menggunakan konsep mitos-logos yang dipakai
oleh para bule untuk menganalisa sejarah mereka, dalam kasus Wali Songo ini
menurut saya tentunya tidak tepat menggunakan konsep itu sebagai pisau analisa.
Bagaimana menurut Mas Agus?
Mitos logos itu kan produk modernisme. Sangat tidak
relevan jika itu dipakai sebagai pisau untuk menganalisa sejarah kita yang
pemahamannya sering berbeda dengan Barat. Jika dipaksakan kita akan menjadi
orang-orang yang disebut Derrida (maksudnya Jacques Derrida, filsuf post
modernisme asal Prancis) sebagai korban logosentrisme. (*)
Source : ArsipIndonesia.Com
Bagi Anda yang ingin memiliki buku Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto silakan hubungi 085 640 033 625 (sms/wa) dengan format :
Atlas Walisongo#Jumlah#Nama#Alamat Lengkap#Kontak Person.
DAFTAR PEMBELI BUKU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar