Ranperda Pariwisata Harus Sesuai Agama dan Budaya - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 05 Januari 2016

Ranperda Pariwisata Harus Sesuai Agama dan Budaya


Jepara, soearamoeria.com-“Saya rasa sebaiknya semua partai politik warga NU bersikap seperti yang dilakukan oleh PKB. Ketika ada Ranperda yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak maka terlebih dahulu dikomunikasikan dan dikonsultasikan kepada NU sebelum ditetapkan, tutur Rais Syuriyah PCNU Jepara, KH Ubaidillah Nur Umar dalam Sarasehan dan Halaqah Ranperda Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan yang diadakan FPKB DPRD Jepara di Kantor DPC PKB Jepara, Sabtu (26/12/15) lalu.

Menurut Mbah Obed, persoalan kepariwisataan memang harus diatur. Ranperda harus sesuai prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dan sesama manusia, hubungan antara manusia dan lingkungan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal.

“Dengan masih lemahnya sistem pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi selama ini maka jika Ranperda ini masih memuat pasal panti pijat dan karaoke harus ditolak karena bertentangan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama, imbuh Mbah Obed.

Hukum penyelenggaraan panti pijat dan karaoke yang condong ke arah perbuatan melanggar norma agama jelas dosa ilaa yaumil qiyamah.

Sementara itu Ketua Dewan Syura DPC PKB Jepara, KH Muhammad Rusydi menyatakan bahwa tidak seluruh isi Ranperda harus ditolak, hanya pasal tentang panti pijat dan karaoke yang dihapus. Faktanya selama ini di panti pijat mereka tidak hanya memijat saja. Begitu juga di karaoke tidak hanya menyanyi, namun ada pemandu karaoke, minuman keras, prostitusi terselubung, narkotika dan obat terlarang serta perbuatan maksiat lainnya.

“Karena PKB membela yang benar, untuk itu saya instruksikan kepada FPKB DPRD Jepara untuk menolak Ranperda ini atau sekurang-kurangnya berjuang untuk menunda penetapannya terlebih dahulu serta mengkaji ulang sisi maslahat dan madlaratnya, ungkap Rusydi.

Sekretaris DPC PPP versi Munas Jakarta, Akhid Turmudzi mengatakan kita harus mempunyai pembanding seperti Kabupaten Bantaeng di Sulawesi yang pendapatan asli daerahnya terbesar dari sektor pariwisata. “Khusus untuk panti pijat bisa diatur dan direlokasi karena sebagian besar pemijat yang bersertifikat justru adalah tunanetra, bagaimana dengan lapangan kerja mereka?” papar Akhidz.

Ketua FPKB DPRD Jepara, Nur Hamid menyatakan senang dengan halaqah ini. Peran serta masyarakat dan para tokoh dalam pembahasan Ranperda mutlak diperlukan agar bisa menjadi tanggung jawab bersama dan sebagai langkah preventif (sadd al dzari’ah). Diperlukan izin yang ketat dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan usaha kepariwisataan. Rekomendasi dari pemerintah desa/ kecamatan dan tokoh masyarakat harus memenuhi jumlah tertentu.

Sedangkan Ketua DPC PKB, KH Nuruddin Amin merasa perlu agar NU mengambil peran strategis dalam pembahasan Ranperda ini. “Hanya NU yang bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil ketua-ketua parpol dan stakeholder lainnya, kata Gus Nung.

Halaqah yang dipandu Muhammad Syariful Wai menghasilkan kesimpulan yang perlu ditindaklanjuti dengan langkah politik PKB. Pertama adalah menolak Ranperda secara keseluruhan. Kedua menerima sebagian dan menolak sebagian dengan menghapus pasal panti pijat dan karaoke. Ketiga memperluas cakupan Perda dan tidak hanya urusan komoditas usaha kepariwisataan. Keempat menunda penetapan Ranperda dan mengkaji ulang maslahat dan madlaratnya. (Zak/qim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar