Jepara, soearamoeria.com-“Saya rasa
sebaiknya semua partai politik warga NU bersikap seperti yang dilakukan oleh PKB.
Ketika ada Ranperda yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak maka terlebih
dahulu dikomunikasikan dan dikonsultasikan kepada NU sebelum ditetapkan,”
tutur Rais Syuriyah PCNU Jepara, KH Ubaidillah Nur Umar dalam Sarasehan dan Halaqah
Ranperda Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan yang diadakan FPKB DPRD Jepara di
Kantor DPC PKB Jepara, Sabtu (26/12/15) lalu.
Menurut Mbah Obed, persoalan kepariwisataan memang harus
diatur. Ranperda harus sesuai prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai
budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan
antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dan sesama manusia, hubungan
antara manusia dan lingkungan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
keragaman budaya dan kearifan lokal.
“Dengan masih lemahnya sistem pengawasan dan penindakan
terhadap pelanggaran yang terjadi selama ini maka jika Ranperda ini masih
memuat pasal panti pijat dan karaoke harus ditolak karena bertentangan dengan
prinsip menjunjung tinggi norma agama,“ imbuh Mbah Obed.
Hukum penyelenggaraan panti pijat dan karaoke yang
condong ke arah perbuatan melanggar norma agama jelas dosa ilaa yaumil qiyamah.
Sementara itu Ketua Dewan Syura DPC PKB Jepara, KH Muhammad Rusydi menyatakan bahwa tidak seluruh isi
Ranperda harus ditolak, hanya pasal tentang panti pijat dan karaoke yang
dihapus. Faktanya selama ini di panti pijat mereka tidak hanya memijat saja.
Begitu juga di karaoke tidak hanya menyanyi, namun ada pemandu karaoke, minuman
keras, prostitusi terselubung, narkotika dan obat terlarang serta perbuatan maksiat
lainnya.
“Karena PKB membela yang benar, untuk itu saya instruksikan
kepada FPKB DPRD Jepara untuk menolak Ranperda ini atau sekurang-kurangnya berjuang
untuk menunda penetapannya terlebih dahulu serta mengkaji ulang sisi maslahat
dan madlaratnya,”
ungkap Rusydi.
Sekretaris DPC PPP versi Munas Jakarta, Akhid Turmudzi mengatakan kita harus mempunyai
pembanding seperti Kabupaten Bantaeng di Sulawesi yang pendapatan asli
daerahnya terbesar dari sektor pariwisata. “Khusus untuk panti pijat bisa
diatur dan direlokasi karena sebagian besar pemijat yang bersertifikat justru
adalah tunanetra, bagaimana dengan lapangan kerja mereka?” papar Akhidz.
Ketua FPKB DPRD Jepara, Nur Hamid menyatakan senang dengan halaqah
ini. Peran serta masyarakat dan para tokoh dalam pembahasan Ranperda mutlak
diperlukan agar bisa menjadi tanggung jawab bersama dan sebagai langkah
preventif (sadd al dzari’ah).
Diperlukan izin yang ketat dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan usaha
kepariwisataan. Rekomendasi dari pemerintah desa/ kecamatan dan tokoh
masyarakat harus memenuhi jumlah tertentu.
Sedangkan Ketua DPC PKB, KH Nuruddin
Amin merasa perlu agar NU mengambil peran strategis dalam pembahasan Ranperda
ini. “Hanya NU yang bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil
ketua-ketua parpol dan stakeholder lainnya,” kata Gus Nung.
Halaqah yang dipandu Muhammad Syariful Wai menghasilkan
kesimpulan yang perlu ditindaklanjuti dengan langkah politik PKB. Pertama
adalah menolak Ranperda secara keseluruhan. Kedua menerima sebagian dan menolak
sebagian dengan menghapus pasal panti pijat dan karaoke. Ketiga memperluas
cakupan Perda dan tidak hanya urusan komoditas usaha kepariwisataan. Keempat
menunda penetapan Ranperda dan mengkaji ulang maslahat dan madlaratnya. (Zak/qim)