![]() |
Gambar: Google |
Musik
reggae yang diminati kawula muda saat ini sebenarnya lagu kelompok minoritas
Afrika yang diekspor ke Jamaika, negara bagian di Amerika Serikat. Lagu ini
sebenarnya bukan jenis musik biasa melainkan sebagai “tarekat”, jalan hidup dan
spiritualitas kelompok berambut gimbal.
“Menurut
saya lagu reggae merupakan jalan hidup kaum minoritas asal Afrika,” tutur Eddhy
AT penikmat reggae dari Jepara.
Musik
ini kata lelaki yang demen aliran ini
sejak 2008 lalu menjelaskan, Bob Marley disebut-sebut sebagai “Nabi-nya” reggae.
Ia menegaskan musik Marley merupakan musik pembebasan kaum minoritas. Disamping
itu sebagai musik spiritual.
Dari iconnya
saja, warna merah, emas dan hijau menandakan tiga hal. Merah berarti berani, spirit perlawanan. Untuk warna emas
bermakna kemakmuran. “Sedangkan hijau menunjukkan menyatu dengan alam semesta,”
katanya kepada soearamoeria.com.
Identitas
ini menunjukkan mereka menyatu dengan alam, hidupnya bebas namun tidak
mengganggu orang lain.
Untuk
ranah spiritualismenya, mereka menyembah Helesainasme sebagai raja. Sedangkan
Marley menyebarkan “tarekat” Rasta, bernama Rastafari yang dianut pengikutnya.
Di
Indonesia, Eddhy menambahkan musik ini dipopulerkan Tony Q Rastafara. Senada
dengan Marley lelaki yang Semarang bernama lengkap Toni Waluyo Sukmoasih mengangkat
hal serupa, musik perlawanan.
Lagu “Ironi
Negeri Surga” dan “Politik” sambungnya merupakan nyanyian kritik untuk negara
Indonesia.
Negeri
surga terangnya, Indonesia baginya merupakan surga namun demikian masyarakatnya
masih sengsara. “Air putih harus beli. Beras maupun garam harus impor padahal
sudah ada semuanya di Indonesia,” imbuhnya.
Untuk
lagu “Politik” lanjutnya menandangan politik di Indonesia yang dirundung
kekacauan. Dalam politik tidak ada teman maupun lawan sejati. Semuanya adalah
untuk kepentingan pribadi masing-masing.
Kedua
tokoh ini tegas Eddhy merupakan merupakan penyebar lagu-lagu perlawanan yang
mempunyai makna mendalam. (Syaiful
Mustaqim)