Maulid Nabi Wujud Cinta pada Muhammad SAW - Soeara Moeria

Breaking

Kamis, 07 Maret 2013

Maulid Nabi Wujud Cinta pada Muhammad SAW


Jepara, soearamoeria.com-Habib Umar Muthohar mengungkapkan semua bacaan maulid yang tradisikan oleh NU baik tanpa terkecuali. Demikian diungkapkannya dalam pengajian maulid akbar dan pembacaan maulid Ad-dibai yang dilaksanakan di Masjid Masyarul Mujadidin, desa/ kecamatan Tahunan, Kamis (07/3). Menurut Syuriah PCNU kota Semarang apapun bacaan maulidnya; ad-dibai, al-barjanzi, simtut durar semuanya baik dan paling baik.

Habib Umar pun lantas mengutarakan yang tidak baik ialah yang kakean mulud—(kebanyakan mulut-red). Apalagi yang sering mengatakan bahwasanya maulid itu bid’ah dan syirik.

“Yang tidak baik itu yang kakean mulud—kebanyakan mulut dan mengatakan maulid itu bid’ah. Maulid itu syirik,” katanya kepada ribuan jamaah yang hadir.

Penceramah asal Semarang ini menyatakan dua kata kunci syirik dan bid’ah saat ini sambungnya sedang digembor-gemborkan oleh kelompok yang tidak sejalan dengan NU. Meski demikian ia meminta jamaah agar “gunting” syirik dan bid’ah tidak perlu direspon. Maulid harus tetap jalan terus.   

Kemudian dirinya menjelaskan bahwanya maulid adalah sekumpulan hadits yang dirangkum oleh para Ulama mengenai sirah nabawiyah (sejarah kenabian). Sehingga Habib Umar pun menyatakan tepat jika maulid dibaca oleh umat Nabi yang tidak secara langsung hidup pada zamannya.  

Tujuan membaca maulid lanjutnya untuk menambah iman disamping juga mahabbah, wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.  

Cinta masih menurutnya adalah kunci perjuangan. “Peristiwa Fathu Makkah yang saat itu melaksanakan perundingan di Hudaibiyah juga dilandasi dengan cinta. Alhasil, pasukan kafir yang menjadi mata-mata tahu tentang kekuatan itu setelah disampaikan kepada panglima perang kafir kemudian ndredeg—(membuat goyah-red),” tegasnya.

Dalam kondisi kekinian, Habib Umar mengajak jihad melawan hawa nafsu. Sebab menurut Nabi jihad melawan nafsu merupakan musuh terbesar. Dengan semangat “jihad” harapannya agar mengubah keadaan yang yak henah—(tidak baik) menjadi henah--(baik).

Ia pun meminta jamaah agar penyakit “lumpuh”—fisiknya sehat tetapi saat mendengar adzan tidak lantas menunaikan shalat dan “buta”—secara fisik bisa melihat kenyataannya tidak bisa membedakan halal dan halal dihindari. Sehingga menjadi hamba yang sesuai dengan jalan yang lurus. (Syaiful Mustaqim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar