Jepara, soearamoeria.com-Habib Umar Muthohar mengungkapkan semua bacaan maulid yang
tradisikan oleh NU baik tanpa terkecuali. Demikian diungkapkannya dalam pengajian
maulid akbar dan pembacaan maulid Ad-dibai yang dilaksanakan di Masjid Masyarul
Mujadidin, desa/ kecamatan Tahunan, Kamis (07/3). Menurut Syuriah PCNU kota
Semarang apapun bacaan maulidnya; ad-dibai,
al-barjanzi, simtut durar semuanya baik dan paling baik.
Habib Umar pun lantas mengutarakan
yang tidak baik ialah yang kakean mulud—(kebanyakan mulut-red). Apalagi yang
sering mengatakan bahwasanya maulid itu bid’ah dan syirik.
“Yang tidak baik itu yang kakean mulud—kebanyakan mulut
dan mengatakan maulid itu bid’ah. Maulid itu syirik,” katanya kepada ribuan
jamaah yang hadir.
Penceramah asal Semarang
ini menyatakan dua kata kunci syirik dan bid’ah saat ini sambungnya sedang
digembor-gemborkan oleh kelompok yang tidak sejalan dengan NU. Meski demikian
ia meminta jamaah agar “gunting” syirik dan bid’ah tidak perlu direspon. Maulid
harus tetap jalan terus.
Kemudian dirinya menjelaskan bahwanya maulid adalah sekumpulan
hadits yang dirangkum oleh para Ulama mengenai sirah nabawiyah (sejarah
kenabian). Sehingga Habib Umar pun menyatakan tepat jika maulid dibaca oleh umat
Nabi yang tidak secara langsung hidup pada zamannya.
Tujuan membaca maulid lanjutnya untuk menambah iman
disamping juga mahabbah, wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Cinta masih menurutnya adalah kunci perjuangan. “Peristiwa
Fathu Makkah yang saat itu melaksanakan perundingan di Hudaibiyah juga
dilandasi dengan cinta. Alhasil, pasukan kafir yang menjadi mata-mata
tahu tentang kekuatan itu setelah disampaikan kepada panglima perang kafir
kemudian ndredeg—(membuat goyah-red),” tegasnya.
Dalam kondisi kekinian, Habib Umar mengajak jihad melawan
hawa nafsu. Sebab menurut Nabi jihad melawan nafsu merupakan musuh terbesar. Dengan
semangat “jihad” harapannya agar mengubah keadaan yang yak henah—(tidak
baik) menjadi henah--(baik).
Ia pun meminta jamaah agar penyakit “lumpuh”—fisiknya sehat
tetapi saat mendengar adzan tidak lantas menunaikan shalat dan “buta”—secara
fisik bisa melihat kenyataannya tidak bisa membedakan halal dan halal dihindari.
Sehingga menjadi hamba yang sesuai dengan jalan yang lurus. (Syaiful
Mustaqim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar