Jepara, soearamoeria.com-Usia yang semakin menua tidak menyurutkan
Slamet (53) tetap setia dengan profesinya sebagai tukang servis jam. Kumis dan
rambut yang ditumbuhi uban ditambah kaca mata tebal menunjukkan usianya kini makin
senja. Jika mengakhiri profesinya lelaki yang humoris ini tidak
tahu dengan apa lagi menafkahi istri dan keempat anaknya. Karenanya, disisa usai
ia masih semangat melayani pelanggan dengan ramah dan penuh canda.
Siang itu, panas semakin terik. Saya berhenti didepan lapak
mininya di Jalan Raya Margoyoso, 100 meter timur Masjid Baitur Rohim
Purwogondo. Usai memarkir kendaraan saya lantas menyapanya. Tanpa basa-basi
saya mengutarakan maksud dan tujuan. Warga desa Purwogondo RT.12 RW.02 ini pun
menyetujui. Kemudian saya memotretnya dari berbagai sudut.
Saat hendak melanjutkan ngobrol-ngobrol, “pasien” datang.
Dua lelaki muda datang menyervis jam tangan. Setelah diteliti ternyata hanya
ganti baterai. Penyervis membayar Rp.5.000. Perbincangan kian hangat. Beberapa pelanggan
datang lagi. Ada guru, karyawan dan
masyarakat umum. Suasana canda melingkupi setiap pelanggan yang datang.
Menafkahi Keluarga
Profesi utama yang digelutinya sejak 1994 baginya sudah cukup
untuk menafkahi keluarga. Awal mula, selepas lulus PGA tahun 1981 ia belajar
dengan ayah dan teman ayahnya. Kemudian ia diajak ayahnya merantau ke NTT
sebagai tukang servis.
Sepulang dari NTT ia membuka servis di pasar Mayong selama 2
tahun. Selebihnya untuk usaha konveksi yang hanya berjalan sekitar 5 tahun. Lapak
yang ada di pasar Mayong dijualnya. Karena keahlian langkanya turun-temurun
dari bapaknya tahun 1994 ia membuka lapak mini di desa Margoyoso.
Sejak itu, profesinya dicari banyak oran g.
Lantaran langka beberapa lapak sama yang tidak jauh dari kiosnya tidak berumur
lama. Profesinya yang sebenarnya hendak ditularkan kepada anak dan keponakannya
pun tidak berhasil. Sebab menjadi tukang servis jam dibutuhkan kesabaran, ketekunan
dan ketelitian.
Meski pelanggan yang datang tidak menentu tetapi bisa
dipastikan saben hari mulai pukul 08.00-13.00 WIB ada yang datang. Penghasilan
yang diterimanya juga tidak pasti. Slamet hanya mengkalkulasi ongkos servis
mulai Rp.5.000-150.000. biaya itu tergantung kepada jenis kerusakan mulai ganti
baterai, mesin, IC, kalep dan pen.
Penghasilan yang ia dapatkan sudah cukup untuk membiayai
istri dan keempat anaknya. Ia bericerita saat akan menguliahkan
anak pertamanya di salah satu PTN di Semarang. Tetangga dan juga saudaranya kaget.
Tetapi ia yakin rezeki Tuhan melimpah ruah.
“Bok kang-kang anakmu kuliah neng universitas negeri duite
soko ngendi?” ingatnya sembari menceritakannya kepada saya.
Gunjingan dan cemoohan itu tidak begitu ditanggapi dengan
spaneng. Dengan keyakinan dan kesungguhan dalam bekerja akhirnya anaknya pun
kini sudah wis uda dan telah menjadi
guru. Suami dari Muzaroah (45) ini menyatakan rezeki yang telah dilimpahkan kepadanya
harus disyukuri.
“Rezeki soko pengeran perlu disyukuri mas. Nyatane yo
cukup kanggo kebutuhan keluarga. Pejabat seng korupsi milyaran ae ora pernah
cukup duite. Makane aku syukur marang kabeh paringane gusti Allah, mas,”
imbuhnya. (qim)