Keluh Kesah Buruh Monel, Garapan Lancar Upah Tak Kunjung Naik - Soeara Moeria

Breaking

Selasa, 07 Agustus 2012

Keluh Kesah Buruh Monel, Garapan Lancar Upah Tak Kunjung Naik

Jepara, soearamoeria.com
Monel adalah salah satu kerajinan yang dikembangkan di kabupaten Jepara. Pusatnya berada di desa Kriyan kecamatan Kalinyamatan. Lambat laun desa-desa di sekitar ikut serta mengembangkannya. Kesuksesan perajin monel tentu tidak lepas dari jerih payah para buruh. 

Nasib buruh sudah barang tentu tidak semulus perajin monel yang sudah kadung kaya raya. Seperti halnya yang dialami Fachrin Azka (22).

Fachrin, buruh monel yang kerja 2 tahunan ini mengaku garapan yang diterima dari perajin berjalan lancar. Garapan cincin berbagai jenis yang ia dapatkan tidak pernah sepi. Akan tetapi upah yang ia peroleh tidak sebanding dengan perajin-perajin lain.

Padahal ia yang bekerja dalam ambril-mengambril, proses keempat dari pembuatan kerajinan monel itu harus membeli ambril, kain levis, blaso dan lem fox. Disamping itu, jika sewaktu-waktu dinamo rusak juga perlu diservis.

“Begini mas, bahan baku untuk proses ngambril semakin lama semakin naik harganya. Tetapi hal itu tidak dibarengi dengan upah yang naik juga. Ini kan repot mas. Apalagi kalo dinamo sedang rusak. Untuk menservisnya sampai ratusan ribu rupiah lho mas,” ungkapnya.

Dalam setiap pengerjaan, lelaki yang tinggal di desa Robayan RT.14 RW.03 memperoleh upah paling minim daripada yang lain. Jenis cincin kasaran upah yang diterima berkisar Rp.7.000-10.000, Tretes Rp.17.500, Onik Rp. 12.500-15.000 dan Borobudur Rp.17.500-20.000.

Upah itu, Fachrin dapatkan setiap pengerjaan 1 kodi, 20 biji dan seterusnya. Baginya, uang itu belum sesuai dengan kerja keras dan modalnya. Sebab diperlukan sebuah ketelatenan.

Perajin lain, bebernya dalam memberikan upah lebih tinggi diatasnya. Upah cincin kasaran antara Rp.7.000-30.000, Tretes Rp.17.500-30.000, Onik Rp.12.500-20.000 dan Borobudur Rp.17.500-20.000. Padahal perajin sekaligus bosnya menginginkan kualitas garapannya bagus. “Perajin pengen kualitas pengerjaan bagus namun bahan yang dikasihkan kurang bagus,” keluhnya.

Meski begitu ia terbilang cukup beruntung. Ditengah upah kerja yang serba minim dirinya juga mendapat pocokan, garapan dari perajin lain. Karena sebatas mocok garapannya tidak bisa banyak sekitar 2-5 kodi yang dikerjakan dalam waktu sepekan. “Enaknya mocok upahnya lebih tinggi dari si bos mas. Selisih Rp.2.500-10.000,” jelasnya.

Dua tahun bergelut sebagai buruh monel, Fachrin hanya berharap agar upahnya bisa distandarkan dengan buruh-buruh lain. Juga bahan baku yang diberikan juga setidaknya semakin berkualitas. (sm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar