![]() |
Pentingnya menjaga lisan. (islampos.com) |
Tak jarang, beberapa kejahatan terjadi bermula dari kurangnya dalam menjaga lisan. Sebagai manusia yang tidak luput dari sosialisasi, adab dalam berperilaku tentu menjadi faktor yang menjadi kenyamanan dalam berinteraksi, termasuk dalam adab adalah menjaga perkataan.
Suatu ketika Rasulullah berkumpul bersama para sahabat, kemudian datanglah seseorang yang mencaci maki Abu Bakar. Abu Bakar justru tidak merespon, hingga orang tadi terus mencaci Abu Bakar hingga ketiga kalinya. Saat sudah sampai ke tiga kali, Abu Bakar kemudian meresponnya. Nabi Muhammad pun berjanjak meninggalkan tempat tersebut. Melihat Nabi yang tiba-tiba beranjak, Abu Bakar mengikuti Rasul dan bertanya:
“Apakah engkau marah kepadaku wahai Rasulullah?. Rasul menjawab: “Malaikat telah turun dari langit, menyalahkan perkataan orang tadi, namun saat engkau mengomentarinya, datanglah setan, dan aku tidak mendatangi tempat jika di sana setan hadir.” (HR. Abu Dawud)
Menjaga lisan sangatlah penting dan menjadi perbuatan yang mulia dalam Islam. Dalam hadis dijelaskan bahwasannya Nabi Muhammad menjawab pertanyaan dari sahabat mengenai keislaman yang utama, jawaban beliau adalah siapa yang perkataan dan perbuatannya menjadikan orang Islam selamat (tidak terganggu).
Begitu banyak hadis yang menjelaskan mengenai pentingnya menjaga perkataan untuk kenyamanan manusia yang lain. Lalu, bagaimana adab dalam berbicara?
Hifdzul Lisan atau yang dikenal dengan menjaga lisan merupakan suatu usaha untuk menjaga dan mengendalikan perkataan sesuai dengan syariah Islam. Banyak usaha yang bisa dilakukan untuk menjaga perkataan:
Pertama, usaha ini bisa dilakukan dengan tidak berbicara untuk hal-hal yang nantinya bisa mendatangkan keburukan untuk dirinya maupun orang lain. Artiya, hanya perkataan yang mendatangkan kebaikan dan manfaat saat berbicara.
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”(QS. Fushshilat:33)
Ayat tersebut menjelaskan pentingnya menyampaikan perkataan-perkataan yang mulia atau dengan pilihan diksi yang paling terbaik saat berbicara.
Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Asy-Syahrul Kabir Alal Arbain An-Nawawiyyah mengatakan bahwa apabila engkau hendak berbicara maka berfikirlah terlebh dahulu, apabila yang Nampak adalah kebaikan, maka ucapkanlah, namun jika yang Nampak adalah keburukan atau bahkan engkau ragu maka tahanlah dirimu dari mengucapkan perkataan tersebut.
Kedua, dalam berbicara adalah tidak berlebihan dalam memuji atau mencela. Karena ini bisa mendatangkan indikasi riya(berlebihan memuji) dan memunculkan permusuhan (mencela). Ketiga, tidak mengobral janji-jani yang nantinya akan sulit ditepati karena akan masuk dalak kategori berbohong dan akan membuat hilang kepercayaan dari orang lain.
Keempat, adalah dengan tidak melakukan hal-hal buruk, seperti menggunjing dan menyebarkan fitnah. Mengguning merupakan perubuatan yang sangat dilarang dalam agama. Mayoritas orang sering meremehkan perbuatan ini dan tidak sadar telah masuk dalam ranah pergunjingan apabila sedang bersama dengan temannya. Hendaknya, sebagai umat muslim, sudah seharusnya hati-hati dalam menjaga lisan dan perkataan apapun yang keluar dari mulut. Fitnah, juga merupakan perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Perbuatan ini sangat bahaya karena mampu memecah belah persaudaraan.
Hakikat lisan adalah salah satu bagian dari kenikmatan yang Allah berikan. Kenikmatan tersebut harus disyukuri dengan menjaganya sebaik mungkin agar terhindari dari dosa karena ucapan-ucapan yang pada akhirnya akan menimbulkan penyesalan. (Lailiyatun Nafisah/05)