Notification

×

Iklan

Iklan

PPL, Bukan Sekadar Belajar Menjadi Guru

Selasa, 25 Juni 2024 | 22:45 WIB Last Updated 2024-06-25T15:52:10Z

Praktik mengajar. (gontor.ac.id)


Oleh : Irna Maifatur Rohmah, alumnus UIN Saizu Purwokerto


Moment menjadi mahasiswa merupakan moment yang tidak setiap orang bisa menjamahnya. Meskipun kini pendidikan sudah menyebar di banyak wilayah di Indonesia, nyatanya belum seluruhnya menyentuh lapisan masyarakat apalagi harus setingkat perguruan tinggi. 


Sebagai lulusan pendidikan, saya tertarik dengan program PPG Prajabatan dengan benefit dan feedback yang cukup menarik bagi orang dengan jiwa pendidikan yang cukup kuat. Yakni pengabdian di beberapa daerah yang belum sepenuhnya terjamah pendidikan layaknya di kota-kota besar.


Dengan bekal materi perkuliahan berupa teori dan diskusi, PPL juga menjadi tantangan sekaligus pengalaman bagi mahasiswa PPG Prajabatan. Di mana, pelaksanaannya sebisa mungkin selaras dengan teori dan diskusi yang berjalan di kelas-kelas. 


Berbekal hal tersebut, selain mendapat pemahaman dan praktik kependidikan, saya malah mendapat renungan tersendiri. Yang mana lebih ke arah parenting dan menjalankan kehidupan nantinya setelah berkeluarga dan mempunyai anak. Padahal saya sendiri belum ada hilal kapan akan ada di fase itu. Tapi, bayang-bayang untuk hidup sebagai orang dewasa yang membimbing anak-anak sudah berkeliling di kepala saya. Berikut beberapa hal terkait parenting yang saya dapatkan dari PPL. 


Belajar mempersiapkan kehidupan yang dewasa. Menjadi orang tua (mungkin) tidak bisa dikatakan mudah dan dikatakan sulit. Semua itu berdasar pada persiapan pasangan secara bersama-sama untuk saling membangun. Perlunya kesiapan mental, jasmani, dan ekonomi sangat kentara saya temui di PPL. Di mana dari banyaknya anak, tampak gambaran bagaimana orang tua anak mempersiapkan mereka untuk berangkat ke sekolah. Baik dari mental orang tua memiliki anak, membagi waktu dan pikiran pada anak. Menjadi orang tua sebaiknya sudah selesai dengan perubahan emosi yang ekstrem sehingga bisa memberikan yang terbaik untuk anak. 


Belajar menjadi orang tua yang bijak. Orang tua tidak hanya dilihat dari berapa usia dan anaknya. Namun bagaimana menanggapi permasalahan dan solusi untuk menyelesaikannya. Tak jarang anak memiliki problem di sekolah baik secara individu maupun kelompok. Ada anak yang diam saja tidak tau apa-apa, ada anak yang aktif belajar namun terkadang mengganggu temannya dan masih banyak lagi. 


Di sinilah orang tua perlu dewasa meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan guru dan mencari solusi bersama. Bukan hanya menyerahkan semuanya pada pihak sekolah. Sebab kita ketahui bersama bahwa anak tidak hanya menjalani kehidupan hanya di sekolah saja. Namun juga di rumah dan lingkungan sekitar rumahnya. Jadi, perlu andil orang tua dalam mengarahkan dan mendidik anak di sekolah.


Belajar tidak egois demi cinta. Semasa muda, cinta memang benar bisa membutakan. Wanita mana dan lelaki mana yang tidak terpana dengan kecantikan dan ketampanan. Dengan bekal, “nanti kita sama-sama usaha setelah menikah”, tidak selamanya mulus. Tidak jarang kita temui pasangan yang sampai anaknya tiba di usia sekolah ekonomi masih harus peras otak agar terpenuhi. Untuk makan hanya pas-pasan. Untuk hal lain dinomersekiankan, tak jarang pendidikan terabaikan. Anak hanya dibiarkan masuk di sekolah sedangkan penunjang sekolahnya tidak terpenuhi.


Hasilnya si anak akan terlihat kurang dan minder pada temannya. Kesenjangan muncul. Guru dan sekolah mencoba mengikis namun pembelajaran harus tetap berjalan. Anak akan terdampak secara mental meskipun sudah diakali oleh guru. Tidak jarang anak akan mundur dari pergaulan dan menyendiri. Aktivitas sosialnya menjadi kurang dan tidak maksimal dalam pembelajaran.


Memberi gambaran menjadi orang tua yang ideal. Tiap orang pasti memiliki suatu capaian dalam hidupnya, tak lain menjadi orang tua. Tak sebatas memiliki anak sudah terpenuhi, namun menjadi orang tua yang ideal bisa dimaknai beribu. Dari pengalaman PPL, saya memiliki gambaran orang tua yang ideal yang pantas diusahakan. Melihat dari realita masyarakat dan perubahan yang satu dekade ini sangat cepat tidak menutup kemungkinan ketika saya mendapat amanah menjadi orang tua juga semakin cepat. 


Sehingga saya membuat gambaran saya ketika menjadi orang tua seideal mungkin bagi saya. Seperti kesiapan mental, spiritual, fisik, ekonomi, sosial, emosional perlu saya persiapkan untuk mencetak anak yang ideal pada zamannya kelak. Saya mengusahakan untuk cerdas dan terbuka pada ketentuan-ketentuan yang ada di zaman itu dan tidak gumunan. 


Nah, salah satunya dengan mengenyam bangku kuliah seperti di Strata 1 dan juga program PPG Prajabatan untuk mendalami pedagogik. Yang nantinya, paling tidak saya bisa memahami kondisi pendidikan di sekolah dan tidak mudah menyalahkan suatu pihak.


Ternyata bukan hanya teori dan diskusi pedagogik saja yang ada di PPL. Namun saya mendapat sedikit bekal untuk menjadi orang tua yang perlu mendukung pendidikan anak. Orang tua yang tidak egois. Orang tua yang siap menjadi orang tua. Yang pada akhirnya, saya memiliki gambaran orang tua ideal yang perlu diusahakan untuk kehidupan saya selanjutnya. (20)

close close