Jepara, soearamoeria.com-Untuk lulus dari MA Walisongo Pecangaan harus bisa
membaca manaqib/ barjanzi, praktik shalat sunnah, menghafal surat- surat
pendek dan praktik mengajar. Jika tidak dituntaskan siswa yang bersangkutan
tidak dapat mengambil ijazah. Demikian ingat H Nurul Faiz (41) alumnus tahun
1990 yang kini menjadi pemilik UD Berkah Jati desa Bawu kecamatan Batealit.
Faiz mengaku praktik keagamaan itu dulu disangkanya kelak
tidak berguna namun setelah lulus malah sangat berguna untuk masyarakat. “Dulu
saya sempat mengira praktik keagamaan itu kurang berguna tetapi kini sangat
berguna sekali untuk bermasyarakat,” terang lelaki kelahiran Jepara 28 Agustus
1971.
Menurut suami dari Lilik Hikmawati (33) tidak hanya praktik
keagamaan saja tetapi masih ada yang lain yakni membuat karya tulis layaknya
seorang mahasiswa yang hendak menjadi sarjana atau ahli madya. Saat membuat
karya tulis seorang siswa juga didampingi oleh guru pembimbing.
Sekolah Plus Kerja
Saat kelas I MA, ia sekolah di MAN 1 Kudus. Setelah itu kakaknya
yang menyekolahkan memintanya untuk pindah ke MA Walisongo Pecangaan. Alhasil,
Faiz mulai sekolah di Walisongo sejak kelas II. Karena semua ongkos sekolah
dibiayai kakak sepulang sekolah ia mesti bekerja keras sebagai bentuk terima
kasih kepada saudaranya itu.
Dipilihnya MA Walisongo waktu itu sebab madrasah yang berada
di Jalan Kauman No.01 Pecangaan sangatlah tersohor. Tidak mudah siswa lulusan
SMP sederajat masuk ke madrasah yang kini terakreditasi A. Selain terbilang
madrasah favorit di Walisongo untuk semua jurusan siswa harus menghadapi
tambahan kitab salaf. Semisal Balaghah, Nahwu dan Sharaf. Ada
juga mapel Falak yang belum tentu diperoleh di madrasah lain.
Disamping itu anak ke-6 dari 7 bersaudara ini menambahkan
waktu itu kyai-kyai sepuh turut mendidik diantaranya KH Mahfudz Asymawi, KH
Asyari Sajid, KH Shohibul Munir, KH Djufri, KH Jalil dan KH Sholihin. “Dengan
menjalankan petuah-petuah kiai sepuh niscaya hidup ini menjadi tambah berkah,” jelas
Faiz.
Salah satu petuah yang masih ia jalankan hingga kini adalah
perintah shalat Dhuha yang diperintahkan oleh almarhum Kyai Mahfudz. “Beliau
dulu memerintahkan kami untuk shalat Dhuha, Tahajut dan itu masih saya lakukan
hingga kini. Hasilnya juga sangat mujarab untuk kehidupan sehari-hari,” tambah
putra pasangan H Nur Hadi-Hj Salamah.
Sebelum UN, ingatnya seluruh siswa kelas III dikarantina
selama kurang lebih 1 bulan untuk istighotsah, beribadah, belajar,
berziarah ke masyayih dan sowan ke asatid. Menurutnya 2 tahun sekolah di
MA Walisongo banyak yang ia peroleh selain paham tentang ilmu agama, kedisiplinan
juga semakin semangat untuk menatap masa depan.
Meskipun sudah 22 tahun lulus dari MA Walisongo saat haul
Kyai Mahfudz ditengah kesibukannya dirinya masih menyempatkan diri untuk
mengikuti agenda tahunan itu dan sowan ke dalem pesantren Mathlaun Nasyiin. (qim)