Strategi Komunikasi dengan Anak - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 20 November 2024

Strategi Komunikasi dengan Anak

Ilustrasi : shutterstock. 

Oleh : Irna Maifatur Rohmah, alumnus UIN Saizu Purwokerto


Anak merupakan salah satu tahapan untuk menjadi manusia yang dewasa. Fase anak juga menjadi tolakan perilaku dan sikap ketika dewasa. Ketika dewasa, tindakan yang dilakukan bisa tercermin bagaimana masa kecil mereka. Maka dari itu, di fase anak perlu dipenuhi kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis, baik dalam motoric maupun sensorik, baik dalam soft skill maupun hard skill. 


Salah satunya yakni komunikasi. Dengan anak, kita sebagai orang dewasa terkadang mengalami kendala dalam berkomunikasi. Kadang kita tidak bisa menyampaikan pesan dengan tepat kepada anak. Anak juga terkadang tidak bisa menerima atau mengungkapkan hal alamiah yang mereka rasakan. Hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan mereka. Sebagai orang dewasa, kitalah yang seharusnya menyesuaikan diri ketika berkomunikasi dengan anak. Sebab kita sudah pernah melewati fase anak sedangkan anak belum pernah mengalami fase dewasa. Sehingga kita yang perlu mencari celah agar kita bisa berkomunikasi baik dengan anak. 


Berikut beberapa strategi untuk berkomunikasi dengan anak:


Setarakan posisi kita dengan anak. Dengan posisi yang setara, anak lebih bisa melihat kita dengan mudah. Anak juga tidak canggung dengan kita. Dengan itu, anak bisa mengungkapkan dan bercerita dengan percaya diri. Mereka menjadi percaya diri dan merasa dihargai serta dianggap keberadaannya. Dengan memposisikan setara dengan anak, kita bisa melihat ekspresi anak dengan jelas. Hal ini menjadi salah satu indikator kenyamanan bagi anak. Secara alamiah mereka akan bisa mengungkapkan dengan lebih lancar.


Pura-pura bodoh. Anak sangat senang apabila mereka menjelaskan pada orang dewasa. Menjadi pintar dan memberi informasi pada orang dewasa bagi anak adalah hal yang berharga dan membanggakan. Anak masih butuh tempat untuk validasi kepandaian dengan bercerita apa yang mereka pahami bahkan apa yang baru saja mereka lihat. Mungkin bagi kita sudah biasa namun bagi anak masih menjadi hal yang luar biasa sehingga mereka ingin menceritakan pada siapapun yang ditemuinay. Meskipun kita sudah tau apa yang diinformasikan oleh anak, kita harus berpura-pura bodoh dan tidak tau untuk melatih anak berkomunikasi dan menjelaskan apa yang mereka ketahui.


Ajak anak menjadi asisten. Untuk mendekatkan diri dengan anak, libatkan anak dalam hal yang kita lakukan. Jadikan anak sebagai asisten meski yang dilakukan belum sempurna. Berikan kesempatan anak untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa. Namun sesuaikan dengan batas kemampuan anaka itu sendiri. Kita perlu bersabar dengan keterbatasan kemampuan anak agar anak merasa berharga sehingga bisa terbuka dengan kita. Yang pada akhirnya kita bisa berkomunikasi dengan luwes.


Gunakan kata kita agar terkesan mengajak, bukan menyuruh. Pengunaan kata ‘kita’ dengan anak menjadi pengikis jarak. Anak akan senang apabila dirinya dilibatkan. Dengan menggunakan kata kita, anak tidak merasa disuruh. Namun menjadi ajakan untuk melakukan suatu hal secara bersama-sama. Dengan itu, anak akan senang karena mereka bisa berkegiatan yang sama dengan orang dewasa. Meskipun dalam praktiknya tetap kita beri porsi yang sesuai dengan kegiatan tersebut. 


Ekspresi yang dilebih-lebihkan. Untuk menunjukkan antusias kita pada anak, berekspresi secara berlebihan juga sangat menarik bagi mereka. Hal ini masih ada kaitannya dengan sikap kita berpura-pura bodoh. Dengan ekspresi yang dilebih-lebihkan kita menunjukkan ketertarikan pada anak dan anak menjadi percaya diri untuk mengungkapkan suatu hal. Dengan berekspresi yang dilebih-lebihkan atau jelas perubahannya, membantu mengenalkan anak pada emosi dan perubahannya. Hal ini diperlukan untuk anak berlatih menempatkan diri sesuai situasi. Dengan ekspresi yang jelas, anak bisa dengan mudah mengenalinya daripada kita berekspresi ketika sebagai orang dewasa yang secukupnya saja.


Berkomunikasi dengan anak memang tidak mudah namun tidak sulit. Sebagai orang dewasa, kita perlu memposisikan diri agar menjadi tempat yang nyaman dalam berkomunikasi dengan gaya anak. Sehingga mau tidak mau ketika dengan anak, kita memposisikan dengan apa yang mereka butuhkan. Bukan dengan apa yang kita inginkan. Baru setelah anak nyaman kita masuk untuk memberikan pesan yang akan kita sampaikan pada anak dengan bahasa yang dipahami anak. Logika dan alur berpikir juga disesuaikan dengan kondisi anak. Tidak langsung pada logika kita sebagai orang dewasa. (27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar