Masjid di Kampung Kabare.
Oleh : Fikri Hailal, mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Toleransi merupakan salah satu bentuk
sikap suri tauladan yang dicontohkan oleh baginda nabi Muhammad SAW jauh-jauh
hari lamanya. Ketika baginda nabi Muhammad SAW hijrah ke kota Madinah atau
sebelumnya dikenal dengan nama Yatsrib. Nabi Muhammad SAW telah memberikan
contoh toleransi berupa menjaga kerukunan dan keharmonisan sosial antara kaum
Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani. Contoh suri tauladan ini, dapat dilihat
pada piagam Madinah.
Kehidupan masyarakat yang awalnya
berisi tentang prasangka dan curiga antara umat beragama di Madinah. Melalui
sikap toleransi yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, keragaman hidup dalam
beragama pun dapat dilalui dengan penuh kedamaian dan ketentraman diantara
pemeluk agama pada saat itu. Sikap yang santun, ramah, dan juga saling
pengertian pun tercermin pada masyarakat Madinah.
Seperti halnya potret kehidupan umat
beragama yang berlangsung di wilayah Raja Ampat tepatnya di kampung Kabare,
Waigeo Utara. Antara umat Islam dan umat Nasrani dalam menjalani kehidupan
sehari-hari nampak begitu rukun dan damai. Keharmonisan sosial terbangun dan
terjaga atas dasar kesadaran semboyan negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal
Ika.
Toleransi yang terjalin antara warga
muslim dan Nasrani di kampung Kabare telah berlangsung lama. Dari mulai
menjalin kebersamaan lewat transaksi perdagangan, transportasi, mencari ikan
khususnya yang menjadi nelayan, saling membantu ketika ada perayaan hari besar
keagamaan, dan lain sebagainya. Kerukunan diantara mereka seolah-olah telah
terpatri atau terjalin dan mendarah daging dalam diri masyarakat Kabare secara
turun temurun dari mulai masanya teteh M. Ali Tamima selaku orang Islam pertama
di kampung Kabare.
Lewat hubungan mu’ammalah antara
masyarakat Islam dan Nasrani di kampung Kabare, tentunya kita semua akan
bertanya-tanya. Bagaimana kerukunan diantara umat beragama bisa terjalin dari
masa ke masa? Mengingat konsep moderasi beragama baru saja terekspos dan
dielu-elukan di bumi Nusantara ini, Indonesia.
“Nusantaraku Indonesia” merupakan
perwujudan wilayah berdaulat yang melimpah ruah akan semuanya. Sumber alamnya,
isi buminya, jenis flora fauna, tradisi budaya, kultur suku, bahasa dan
kekayaan yang lainnya turut serta mencukupi kehidupan bumi dan lautan Nusantara
Indonesia. Selain itu, negara Indonesia adalah negara yang masyhur dengan pola
prilaku luhur dan tutur kata yang santun.
Namun, pada akhir-akhir ini bumi
Nusantara seolah-olah mendapatkan tamparan keras dari generasi kaum
muda-mudinya. Sifat santun dan prilaku luhur yang terlahir dari rahim Ibu
Pertiwi, seolah-olah seperti indah dikabar namun bias dirupa. Berbagai isu-isu
tidak sedap sering menghujani bumi Nusantra ini, Indonesia.
Masjid sebagai
Solusi Toleransi
Kampung Kabare merupakan salah satu
wilayah yang berada di distrik Waigeo Utara, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Warga yang mendiami wilayah tersebut terdiri dari orang-orang yang beragama
Islam dan Nasrani. Keadaan masyarakat yang rukun dan damai, sangat kentara dan
dapat kita ketahui dari keberlangsungan hidup sosial masyarakatnya.
Warga muslim di kampung Kabare
tergolong minoritas. Meskipun begitu, para umat Islam yang berada di kampung
Kabare tidak pernah merasakan adanya diskriminasi maupun intimidasi dari warga
Nasrani. Salah satu penyebab terciptanya keharmonisan ini adalah karena para
warga muslim memfungsikan Masjid Al-Ikhlas sebagai tempat berkumpulnya antara
warga muslim dan non muslim pada saat ada acara-acara keagamaan dalam Islam,
seperti maulid nabi, halal bi halal, dan acara agama lainnya.
Para warga muslim sepakat, bahwa
dengan adanya keterbukaan antara pemeluk agama melalui kegiatan-kegiatan agama
yang mereka laksanakan dihalaman masjid. Merupakan salah satu solusi strategis
untuk mengenalkan nilai-nilai toleransi dan nilai-nilai keramahan dari
eksistensi sebuah masjid kepada pemeluk agama Nasrani di Kampung Kabare.
Masjid yang dipandang oleh
kebanyakan khalayak umum baik muslim maupun non muslim, terbiasa eksis sebagai
tempat ibadah, mudarasah, maupun tempat ta’lim keilmuan. Oleh pengurus masjid
Al-Ikhlas dan masyarakat muslim Kabare, mampu memberikan kebijakan dan
memberikan warna yang lebih fresh ditengah-tengah masyarakat, khususnya
orang-orang Nasrani. Seperti sambutan yang diberikan oleh bp. Agustinus Weju;
kepala distrik Waigeo Utara. Beliau menanggapi bahwa, “acara keagamaan ini;
halal bi halal, sangatlah memberikan kesan yang harmonis kepada kami selaku
jama’ah Nasrani. Semoga lewat acara ini, tali persaudaraan diantara kita umat
beragama mampu lebih kuat dan erat. Para generasi anak-anak di kampung Kabare,
mampu bersatu dan saling bahu membahu satu sama lain”.
Warga muslim Kabare berharap, bahwa
dengan adanya masjid yang berdiri ditengah-tengah masyarakat Nasrani. Mampu memberikan
tambahan sudut pandang kepada masyrakat Nasrani, bahwa orang-orang muslim yang
benar-benar menjalankan nilai-nilai ke-Islam-an secara kaffah. Tidak
akan mudah menciptakan tindakan-tindakan yang mampu mencederai nilai-nilai ke-Islam-an
dan kenegaraan, seperti contoh tindakan bom bunuh diri yang tidak dibenarkan
agama dan negara, tindakan genosida, perbuatan diskriminasi, intimidasi kepada
suatu agama maupun suku dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya,
tindakan-tindakan tersebut amat sangatlah jauh dan mencederai dari semboyan negara Indonesia, yaitu
Bhineka Tunggal Ika.
Motivasi para pengurus masjid
Al-Ikhlas Kabare dan masyarakat muslim lainnya, untuk menjadikan masjid yang
mempunyai nilai toleransi dan ramah kepada semua golongan agama, dilandasi dari
firman Allah SWT yang berbunyi:
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma’ruf (tradisi yang baik), serta berpalinglah daripada oran-orang yang
bodoh”. (Q.S. Al-A’raf: 199)
Merujuk dari nukilan ayat al-A’raf:
199 mengenai adanya konsep “Urf” atau tradisi. Pengurus masjid Al-Ikhlas
Kabare berinisiatif mengkontekstualkan atau mengamalkan konsep “Urf”
melalui masjid yang mempunyai nilai welcome dan ramah terhadap semua
golongan agama. Masjid yang mempunyai sarana dan prasarana, oleh pengurus
masjid dimobilisasi sebagai tempat untuk menunjang dan mencapai nilai-nilai
kemaslahatan “Urf” secara umum. Disisi lain, praktik keramahan
masyarakat muslim Kabare kepada orang-orang Nasrani melalui pemanfaatan masjid
Al-Ikhlas sebagai bangunan beribadah untuk menjalin rasa toleransi yang ramah.
Adalah bentuk pengadopsian dari sabda nabi Muhammad SAW yang berbunyi: “Dan
berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang baik”.
Berikut lafadz hadis nabi Muhammad SAW dan penjelasannya yang menjadi landasan
masyarakat muslim kampung Kabare:
اتق الله حيثما
كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها, و خالق الناس بخلق حسن. الترمذي وقال: حديث حسن.
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dimana pun kalian berada,
susullah keburukan dengan kebaikan niscaya (kebaikan itu) akan menghapusnya.
Dan berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang baik”.
(HR. At-Tirmidzi, menurutnya hadits ini adalah berstatus hasan).
Kemudian disambung penjelasan dari
kitab Mirqatu Su’udit Tasdiq syarah Sulamu at-Taufiq:
وقد سئل أمير
المؤمنين علي رضي الله عنه عن قوله صلى الله عليه و سلم ((و خالق الناس بخلق
حسن)), فقال: هو موافقة الناس فى كل شيئ ما عدا المعاصى اه.
Artinya: “Amirul mukminin shahabat Ali RA, ditanya mengenai
sabda Nabi SAW, “Dan berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi
pekerti yang baik”. Beliau berkata: maksudnya adalah menyesuaikan diri dengan
budaya masyarakat dalam hal apapun selain kemaksiatan”.
Dengan dasar ini, para pengurus
masjid dan masyarakat muslim di Kabare. Begitu semangat dan antusias untuk
menjalin toleransi kepada masyarakat Nasrani di kampung Kabare. Salah satunya
lewat modifikasi fungsi masjid yang bernilai ramah dan welcome kepada
masyarakat Nasrani sekitar.
Disisi lain, melalui undangan
keagamaan yang diberikan masyarakat Muslim Kabare kepada masyarakat Nasrani
sekitarnya. Masyarakat Nasrani mampu lebih mengetahui dan memahami tentang
acara-acara keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat muslim, seperti maulid
nabi, halal bi halal, dan acara-acara keagamaan lainnya. Final-nya,
menjadikan masyakat Nasrani tidak lagi merasa was-was atau khawatir lagi
mengenai isu-isu yang beredar seputar golongan orang-orang Islam yang berprilaku
menyimpang dalam menerapkan konsep maqasid as-Syari’ah. Jika suatu saat
ada insiden atau isu yang menerpa umat Islam berupa ada sebagian kelompok warga
muslim yang mengerjakan tindakan bom bunuh diri yang tidak dibenarkan agama dan
negara, tindakan genosida, perbuatan diskriminasi, intimidasi kepada suatu
agama maupun suku dan lain sebagainya. Dapat dipastikan bahwa golongan-golongan
tersebut adalah para golongan ekstrimis Islam. Yang secara mu’amalah
sosial sangatlah tidak patut untuk diteladani oleh masyarakat atau agama
manapun.
Alasan selanjutnya dari pengelolaan
masjid Al-Ikhlas yang bernilai ramah dan welcome kepada masyarakat
Nasrani kampung Kabare adalah memberikan contoh langsung kepada anak-anak
muslim maupun non muslim. Bahwa tradisi toleransi di masyarakat Kabare harus
tetap berjalan sampai kapan pun dan dimana pun berada. Para pengurus masjid
beserta masyarakat muslim sadar, bahwa anak-anak merupakan tunas estafet
penerus cita-cita luhur yang kelak menjaga dan merawat keutuhan agama dan
negara. Anak-anak lebih mudah dibentuk dan diarahkan secara mentalitas maupun
moralitas untuk selalu mengingat maupun meneruskan benih-benih toleransi
ditengah-tengah keragaman agama di kampung Kabare.
Dalam sebuah kitab yang bernama Al-Akhlaqu
Lil-Banin, karangan Syaikh Umar bin Ahmad Barja. Disampaikan mengenai
pentingnya menanamkan dan memperhatikan sopan santun atau adab kepada anak-anak
dari mulai usia dini. Dikisahkan, “ada seorang anak bernama Ahmad yang
berjalan-jalan di taman bunga bersama ayahnya. Ahmad melihat ada sebuah pohon
mawar yang tumbuh tidak seperti umumnya pohon-pohon mawar lainnya. Kemudian
Ahmad bertanya kepada ayahnya, “mengapa pohon mawar ini tumbuh melengkung dan
bengkok seperti ini?”. Ayahnya Ahmad menjawab, “Ini karena si pemilik kebun
tidak memperhatikan dengan baik pertumbuhan pohon mawar dari masa kecilnya.
Oleh sebab itu, pohon mawar ini tumbuh bengkok seperti ini”. Kemudian Ahmad
mengusulkan kepada bapaknya untuk memperbaiki pohon mawar ini agar tumbuh
dengan indah.
فَضَحِكَ أَبُوْهُ،
وَقَالَ لَهُ: لاَ يَتَأَتَّى ذَالِكَ يَا وَلَدِيْ لِأَنَّهَا قَدْ كَبُرَتْ,
وَغَلُظَتْ سَاقُهَا.
Ayahnya Ahmad
pun tersenyum, kemudian berkata: “Anakku, jangan lakukan itu. Karena pohon
mawar itu telah besar dan tebal batangnya”.
فَكَذَالِكَ
الْوَلَدُ, الَّذِي لَمْ يَتَأدَّبْ مِنْ صِغَرِهِ, لاَ يُمْكِنُ تَأْدِيْبُهُ فِى
كِبَرِهِ.
“Begitu pula
seorang anak, apabila dari kecil tidak diajarkan sopan santun atau pengarahan
tentang agama, maka tidak mungkin dimasa dewasanya mereka beradab”.(Syaikh Umar bin Ahmad Barja, TT, hlm. 4–5)
Begitulah pentingnya memperhatikan
dan mengajarkan adab, pengetahuan agama, serta menanamkan nilai-nilai spiritual
pendidikan kepada anak-anak sejak mereka masih kecil dan sedini mungkin. Agar
anak-anak kita semua tidak menjadi pribadi pembangkang, melawan nasehat, dan
durhaka kepada kita selaku orang tuanya, na’udzubillah min dzalik. Atas dasar
ini, para warga muslim khususnya pengurus masjid al-Ikhlas Kabare. Begitu
memperhatikan pertumbuhan anak-anak kecil, khususnya anak-anak muslim di
kampung Kabare. Jangan sampai di masa mendatang ada perpecahan maupun sengketa
diantara masyarakat Kabare karena dasar perbedaan dalam beragama.
Mafhum-nya dalam
kehidupan sosial khususnya dalam memilih agama. Agama merupakan sumber
kepercayaan yang proses pemilihannya dilakukan secara personal. Anggota sosial
masyarakat tidak bisa memaksakan proses pemilihan kepercayaan teologi
seseorang, sekalipun mereka adalah keluarga. Dalam proses keberlangsungan
pemilihan kepercayaan, komunikasi merupakan sistem alat sosial yang dipakai
suatu kelompok atau seseorang untuk meyakinkan ataupun mengajak seseorang untuk
mengikuti teologi atau agama yang mereka percaya.
Dari proses pemaknaan agama yang
disampaikan seorang individu kepada masyarakat, sehingga menimbulkan impact
penerimaan dan gambaran-gambaran opini mengenai kebenaran dari suatu teologi
dibenak masyarakat. Merupakan hasil dari kepiawaian seseorang dalam
berkomunikasi kepada masyarakat, sehingga diskursus yang disampaikan dapat
diterima dengan baik. Komunikasi yang baik akan mengantarkan sebuah diskursus
menjadi sebuah pola yang nantinya akan melahirkan truth dan rightness
dihati masyarakat yang mampu memahami dan menerima diskursus tersebut. Finalnya
adalah komunikasi yang baik merupakan kunci penentu untuk sebuah ide dapat
diterima dan disalurkan dengan baik kepada khalayak secara umum, seperti pengelolaan masjid Al-Ikhlas yang bernilai ramah dan welcome
kepada masyarakat Nasrani kampung Kabare yang dikenalkan kepada anak-anak kampung
Kabare.
Tulisan penulis yang berjudul “Masjid
sebagai Solusi Toleransi”, Pesan yang hendak disampaikan adalah mengajak kepada
semua jajaran abdi negara maupun masyarakat sipil muslim; khususnya para
pengurus masjid, untuk saling bersinergi mengobarkan semangat toleransi dalam
diri pribadi masing-masing dalam balutan “Inovasi Mewujudkan Masjid Ramah untuk
Kemaslahatan Semua”. Masjid secara eksistensi dipahami oleh kebanyakan
masyarakat luas sebagai tempat beribadah, dirasah, ta’lim dan sebagainya.
Melalui tulisan ini, semoga mampu memberikan sumbangsih dan sudut pandang baru
dalam menginovasi fungsi masjid.
Kontekstualisasi masjid sebagai solusi
toleransi yang diberlakukan oleh pengurus masjid Al-Ikhlas, Kabare. Merupakan
salah satu bentuk inovasi uswah hasanah dalam meneladani piagam Madinah dan
kontekstualisasi dari asas “Bhinneka Tunggal Ika” yang menumbuhkan nilai-nilai moderasi dan
toleransi ditengah-tengah Nusantara Indonesia yang sarat akan kemajemukan dan
keragamannya. Meskipun warga muslim di kampung Kabare tergolong minoritas. Akan
tetapi, semangat toleransi yang mereka tunjukkan sangatlah besar dan kentara.
Lewat sarana Masjid Al-Ikhlas, warga muslim Kabare mampu mengakomodir tempat
beribadah sebagai sarana toleransi tempat berkumpulnya warga muslim dan non
muslim pada saat ada acara-acara keagamaan dalam Islam, seperti maulid nabi,
halal bi halal, dan acara agama lainnya.
Dengan adanya tindakan inovasi seperti
ini, yaitu menjadikan fungsi masjid sebagai tempat menjalin toleransi. Warga
muslim Kabare berharap mampu memberikan contoh khazanah nyata mengenai ramahnya
agama Islam kepada warga Nasrani yang khususnya menjadi tamu undangan, lewat
acara-acara keagamaan Islam yang terselenggara di masjid Al-Ikhlas Kabare,
Waigeo Utara, Raja Ampat. Sehingga kedepannya, para generasi kampung Kabare dan
juga bangsa Indonesia yang digadang-gadang sebagai “syubbanul yaum rijaalul
ghod”. Mampu menjadi generasi yang diharapkan dan mempersembahkan kepada
bumi pertiwi sebuah prestasi, dedikasi, komitmen serta loyalitas terbaik tanpa
henti demi menjaga keutuhan dan kesatuan marwah negara republik Indonesia,
khususnya dalam konteks toleransi.
Generasi kampung Kabare; khususnya yang
beragama Islam, mampu menjadi golongan yang memberikan warna terbaik bagi
peradaban Indonesia dengan menjunjung tinggi etika luhur, sopan santun yang
beradab, dan menjadi bagian dari insan yang berdaya pengetahuan wawasan
internasional. Sehingga kedepannya, para penduduk Indonesia khususnya generasi
kaum muda mudi. Mampu serta lebih siap untuk menjawab tantangan zaman dan
bersaing secara cerdas di masa yang akan datang, yaitu menuju era Indonesia
Emas 2045. Khususnya dalam pengelolaan fungsi masjid yang lebih ramah dan
inovatif bagi khalayak umum.
Masjid di wilayah-wilayah Nusantara tidak
lagi terkesan sebagai bangunan peribadahan yang angker dan ekslusif. Karena
dalam hal pengelolaan bangunan masjid lebih bernilai local wisdom yang berbasis
kultural. Nilai-nilai yang tercermin dari eksistensi masjid mampu mengayomi
segenap jajaran masyarakat sekitarnya dan maslahat-nya mampu dirasakan secara
dhahir maupun bathin.
Dunia boleh mengalami globalisasi,
pengetahuan boleh mengalami revolusi, dan teknologi pun boleh mengalami
transformasi. Akan tetapi nilai-nilai eksistensi dari sebuah masjid, jangan
sampai terdisrupsi dan tergradasi dari nilai-nilai luhurnya. Jangan sampai kita
semua hanya berhenti dan terfokus pada kuantitas pembangunan masjid. Akan
tetapi lupa dari segi kualitas untuk menyemarakkan masjid.
Untuk itu, melalui salah satu contoh fungsi masjid yang telah berjalan di kampung Kabare, yaitu masjid Al-Ikhlas. Semoga kedepannya, bangunan-bangunan masjid di bumi Nusantara ini khususnya. Maslahat-nya tidak hanya bernilai kontruksi, akan tetapi lebih melebur kepada nilai-nilai humanis dan toleransi kepada segenap umat beragama. Wallahu a’lam bishshowab. (05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar