Masjid sebagai Solusi Toleransi - Soeara Moeria

Breaking

Kamis, 22 Februari 2024

Masjid sebagai Solusi Toleransi

Masjid di Kampung Kabare. 

Oleh : Fikri Hailal, mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 

 

Toleransi merupakan salah satu bentuk sikap suri tauladan yang dicontohkan oleh baginda nabi Muhammad SAW jauh-jauh hari lamanya. Ketika baginda nabi Muhammad SAW hijrah ke kota Madinah atau sebelumnya dikenal dengan nama Yatsrib. Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh toleransi berupa menjaga kerukunan dan keharmonisan sosial antara kaum Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani. Contoh suri tauladan ini, dapat dilihat pada piagam Madinah.

 

Kehidupan masyarakat yang awalnya berisi tentang prasangka dan curiga antara umat beragama di Madinah. Melalui sikap toleransi yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, keragaman hidup dalam beragama pun dapat dilalui dengan penuh kedamaian dan ketentraman diantara pemeluk agama pada saat itu. Sikap yang santun, ramah, dan juga saling pengertian pun tercermin pada masyarakat Madinah.

 

Seperti halnya potret kehidupan umat beragama yang berlangsung di wilayah Raja Ampat tepatnya di kampung Kabare, Waigeo Utara. Antara umat Islam dan umat Nasrani dalam menjalani kehidupan sehari-hari nampak begitu rukun dan damai. Keharmonisan sosial terbangun dan terjaga atas dasar kesadaran semboyan negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika. 

 

Toleransi yang terjalin antara warga muslim dan Nasrani di kampung Kabare telah berlangsung lama. Dari mulai menjalin kebersamaan lewat transaksi perdagangan, transportasi, mencari ikan khususnya yang menjadi nelayan, saling membantu ketika ada perayaan hari besar keagamaan, dan lain sebagainya. Kerukunan diantara mereka seolah-olah telah terpatri atau terjalin dan mendarah daging dalam diri masyarakat Kabare secara turun temurun dari mulai masanya teteh M. Ali Tamima selaku orang Islam pertama di kampung Kabare.

 

Lewat hubungan mu’ammalah antara masyarakat Islam dan Nasrani di kampung Kabare, tentunya kita semua akan bertanya-tanya. Bagaimana kerukunan diantara umat beragama bisa terjalin dari masa ke masa? Mengingat konsep moderasi beragama baru saja terekspos dan dielu-elukan di bumi Nusantara ini, Indonesia.

 

“Nusantaraku Indonesia” merupakan perwujudan wilayah berdaulat yang melimpah ruah akan semuanya. Sumber alamnya, isi buminya, jenis flora fauna, tradisi budaya, kultur suku, bahasa dan kekayaan yang lainnya turut serta mencukupi kehidupan bumi dan lautan Nusantara Indonesia. Selain itu, negara Indonesia adalah negara yang masyhur dengan pola prilaku luhur dan tutur kata yang santun.

 

Namun, pada akhir-akhir ini bumi Nusantara seolah-olah mendapatkan tamparan keras dari generasi kaum muda-mudinya. Sifat santun dan prilaku luhur yang terlahir dari rahim Ibu Pertiwi, seolah-olah seperti indah dikabar namun bias dirupa. Berbagai isu-isu tidak sedap sering menghujani bumi Nusantra ini, Indonesia.

 

Masjid sebagai Solusi Toleransi

Kampung Kabare merupakan salah satu wilayah yang berada di distrik Waigeo Utara, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Warga yang mendiami wilayah tersebut terdiri dari orang-orang yang beragama Islam dan Nasrani. Keadaan masyarakat yang rukun dan damai, sangat kentara dan dapat kita ketahui dari keberlangsungan hidup sosial masyarakatnya.

 

Warga muslim di kampung Kabare tergolong minoritas. Meskipun begitu, para umat Islam yang berada di kampung Kabare tidak pernah merasakan adanya diskriminasi maupun intimidasi dari warga Nasrani. Salah satu penyebab terciptanya keharmonisan ini adalah karena para warga muslim memfungsikan Masjid Al-Ikhlas sebagai tempat berkumpulnya antara warga muslim dan non muslim pada saat ada acara-acara keagamaan dalam Islam, seperti maulid nabi, halal bi halal, dan acara agama lainnya.

 

Para warga muslim sepakat, bahwa dengan adanya keterbukaan antara pemeluk agama melalui kegiatan-kegiatan agama yang mereka laksanakan dihalaman masjid. Merupakan salah satu solusi strategis untuk mengenalkan nilai-nilai toleransi dan nilai-nilai keramahan dari eksistensi sebuah masjid kepada pemeluk agama Nasrani di Kampung Kabare.

 

Masjid yang dipandang oleh kebanyakan khalayak umum baik muslim maupun non muslim, terbiasa eksis sebagai tempat ibadah, mudarasah, maupun tempat ta’lim keilmuan. Oleh pengurus masjid Al-Ikhlas dan masyarakat muslim Kabare, mampu memberikan kebijakan dan memberikan warna yang lebih fresh ditengah-tengah masyarakat, khususnya orang-orang Nasrani. Seperti sambutan yang diberikan oleh bp. Agustinus Weju; kepala distrik Waigeo Utara. Beliau menanggapi bahwa, “acara keagamaan ini; halal bi halal, sangatlah memberikan kesan yang harmonis kepada kami selaku jama’ah Nasrani. Semoga lewat acara ini, tali persaudaraan diantara kita umat beragama mampu lebih kuat dan erat. Para generasi anak-anak di kampung Kabare, mampu bersatu dan saling bahu membahu satu sama lain”.

 

Warga muslim Kabare berharap, bahwa dengan adanya masjid yang berdiri ditengah-tengah masyarakat Nasrani. Mampu memberikan tambahan sudut pandang kepada masyrakat Nasrani, bahwa orang-orang muslim yang benar-benar menjalankan nilai-nilai ke-Islam-an secara kaffah. Tidak akan mudah menciptakan tindakan-tindakan yang mampu mencederai nilai-nilai ke-Islam-an dan kenegaraan, seperti contoh tindakan bom bunuh diri yang tidak dibenarkan agama dan negara, tindakan genosida, perbuatan diskriminasi, intimidasi kepada suatu agama maupun suku dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya, tindakan-tindakan tersebut amat sangatlah jauh dan mencederai dari semboyan negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika.  

 

Motivasi para pengurus masjid Al-Ikhlas Kabare dan masyarakat muslim lainnya, untuk menjadikan masjid yang mempunyai nilai toleransi dan ramah kepada semua golongan agama, dilandasi dari firman Allah SWT yang berbunyi:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi yang baik), serta berpalinglah daripada oran-orang yang bodoh”. (Q.S. Al-A’raf: 199)

Merujuk dari nukilan ayat al-A’raf: 199 mengenai adanya konsep “Urf” atau tradisi. Pengurus masjid Al-Ikhlas Kabare berinisiatif mengkontekstualkan atau mengamalkan konsep “Urf” melalui masjid yang mempunyai nilai welcome dan ramah terhadap semua golongan agama. Masjid yang mempunyai sarana dan prasarana, oleh pengurus masjid dimobilisasi sebagai tempat untuk menunjang dan mencapai nilai-nilai kemaslahatan “Urf” secara umum. Disisi lain, praktik keramahan masyarakat muslim Kabare kepada orang-orang Nasrani melalui pemanfaatan masjid Al-Ikhlas sebagai bangunan beribadah untuk menjalin rasa toleransi yang ramah. Adalah bentuk pengadopsian dari sabda nabi Muhammad SAW yang berbunyi: “Dan berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang baik”. Berikut lafadz hadis nabi Muhammad SAW dan penjelasannya yang menjadi landasan masyarakat muslim kampung Kabare:    


اتق الله حيثما كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها, و خالق الناس بخلق حسن. الترمذي وقال: حديث حسن.

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dimana pun kalian berada, susullah keburukan dengan kebaikan niscaya (kebaikan itu) akan menghapusnya. Dan berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang baik”. (HR. At-Tirmidzi, menurutnya hadits ini adalah berstatus hasan).

Kemudian disambung penjelasan dari kitab Mirqatu Su’udit Tasdiq syarah Sulamu at-Taufiq:

وقد سئل أمير المؤمنين علي رضي الله عنه عن قوله صلى الله عليه و سلم ((و خالق الناس بخلق حسن)), فقال: هو موافقة الناس فى كل شيئ ما عدا المعاصى اه.

Artinya: “Amirul mukminin shahabat Ali RA, ditanya mengenai sabda Nabi SAW, “Dan berbudi pekertilah engkau terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang baik”. Beliau berkata: maksudnya adalah menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat dalam hal apapun selain kemaksiatan”.

 

Dengan dasar ini, para pengurus masjid dan masyarakat muslim di Kabare. Begitu semangat dan antusias untuk menjalin toleransi kepada masyarakat Nasrani di kampung Kabare. Salah satunya lewat modifikasi fungsi masjid yang bernilai ramah dan welcome kepada masyarakat Nasrani sekitar.

 

Disisi lain, melalui undangan keagamaan yang diberikan masyarakat Muslim Kabare kepada masyarakat Nasrani sekitarnya. Masyarakat Nasrani mampu lebih mengetahui dan memahami tentang acara-acara keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat muslim, seperti maulid nabi, halal bi halal, dan acara-acara keagamaan lainnya. Final-nya, menjadikan masyakat Nasrani tidak lagi merasa was-was atau khawatir lagi mengenai isu-isu yang beredar seputar golongan orang-orang Islam yang berprilaku menyimpang dalam menerapkan konsep maqasid as-Syari’ah. Jika suatu saat ada insiden atau isu yang menerpa umat Islam berupa ada sebagian kelompok warga muslim yang mengerjakan tindakan bom bunuh diri yang tidak dibenarkan agama dan negara, tindakan genosida, perbuatan diskriminasi, intimidasi kepada suatu agama maupun suku dan lain sebagainya. Dapat dipastikan bahwa golongan-golongan tersebut adalah para golongan ekstrimis Islam. Yang secara mu’amalah sosial sangatlah tidak patut untuk diteladani oleh masyarakat atau agama manapun.

 

Alasan selanjutnya dari pengelolaan masjid Al-Ikhlas yang bernilai ramah dan welcome kepada masyarakat Nasrani kampung Kabare adalah memberikan contoh langsung kepada anak-anak muslim maupun non muslim. Bahwa tradisi toleransi di masyarakat Kabare harus tetap berjalan sampai kapan pun dan dimana pun berada. Para pengurus masjid beserta masyarakat muslim sadar, bahwa anak-anak merupakan tunas estafet penerus cita-cita luhur yang kelak menjaga dan merawat keutuhan agama dan negara. Anak-anak lebih mudah dibentuk dan diarahkan secara mentalitas maupun moralitas untuk selalu mengingat maupun meneruskan benih-benih toleransi ditengah-tengah keragaman agama di kampung Kabare.

 

Dalam sebuah kitab yang bernama Al-Akhlaqu Lil-Banin, karangan Syaikh Umar bin Ahmad Barja. Disampaikan mengenai pentingnya menanamkan dan memperhatikan sopan santun atau adab kepada anak-anak dari mulai usia dini. Dikisahkan, “ada seorang anak bernama Ahmad yang berjalan-jalan di taman bunga bersama ayahnya. Ahmad melihat ada sebuah pohon mawar yang tumbuh tidak seperti umumnya pohon-pohon mawar lainnya. Kemudian Ahmad bertanya kepada ayahnya, “mengapa pohon mawar ini tumbuh melengkung dan bengkok seperti ini?”. Ayahnya Ahmad menjawab, “Ini karena si pemilik kebun tidak memperhatikan dengan baik pertumbuhan pohon mawar dari masa kecilnya. Oleh sebab itu, pohon mawar ini tumbuh bengkok seperti ini”. Kemudian Ahmad mengusulkan kepada bapaknya untuk memperbaiki pohon mawar ini agar tumbuh dengan indah.

فَضَحِكَ أَبُوْهُ، وَقَالَ لَهُ: لاَ يَتَأَتَّى ذَالِكَ يَا وَلَدِيْ لِأَنَّهَا قَدْ كَبُرَتْ, وَغَلُظَتْ سَاقُهَا.

Ayahnya Ahmad pun tersenyum, kemudian berkata: “Anakku, jangan lakukan itu. Karena pohon mawar itu telah besar dan tebal batangnya”.

فَكَذَالِكَ الْوَلَدُ, الَّذِي لَمْ يَتَأدَّبْ مِنْ صِغَرِهِ, لاَ يُمْكِنُ تَأْدِيْبُهُ فِى كِبَرِهِ.

“Begitu pula seorang anak, apabila dari kecil tidak diajarkan sopan santun atau pengarahan tentang agama, maka tidak mungkin dimasa dewasanya mereka beradab”.(Syaikh Umar bin Ahmad Barja, TT, hlm. 4–5)

 

Begitulah pentingnya memperhatikan dan mengajarkan adab, pengetahuan agama, serta menanamkan nilai-nilai spiritual pendidikan kepada anak-anak sejak mereka masih kecil dan sedini mungkin. Agar anak-anak kita semua tidak menjadi pribadi pembangkang, melawan nasehat, dan durhaka kepada kita selaku orang tuanya, na’udzubillah min dzalik. Atas dasar ini, para warga muslim khususnya pengurus masjid al-Ikhlas Kabare. Begitu memperhatikan pertumbuhan anak-anak kecil, khususnya anak-anak muslim di kampung Kabare. Jangan sampai di masa mendatang ada perpecahan maupun sengketa diantara masyarakat Kabare karena dasar perbedaan dalam beragama.

 

Mafhum-nya dalam kehidupan sosial khususnya dalam memilih agama. Agama merupakan sumber kepercayaan yang proses pemilihannya dilakukan secara personal. Anggota sosial masyarakat tidak bisa memaksakan proses pemilihan kepercayaan teologi seseorang, sekalipun mereka adalah keluarga. Dalam proses keberlangsungan pemilihan kepercayaan, komunikasi merupakan sistem alat sosial yang dipakai suatu kelompok atau seseorang untuk meyakinkan ataupun mengajak seseorang untuk mengikuti teologi atau agama yang mereka percaya.

 

Dari proses pemaknaan agama yang disampaikan seorang individu kepada masyarakat, sehingga menimbulkan impact penerimaan dan gambaran-gambaran opini mengenai kebenaran dari suatu teologi dibenak masyarakat. Merupakan hasil dari kepiawaian seseorang dalam berkomunikasi kepada masyarakat, sehingga diskursus yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Komunikasi yang baik akan mengantarkan sebuah diskursus menjadi sebuah pola yang nantinya akan melahirkan truth dan rightness dihati masyarakat yang mampu memahami dan menerima diskursus tersebut. Finalnya adalah komunikasi yang baik merupakan kunci penentu untuk sebuah ide dapat diterima dan disalurkan dengan baik kepada khalayak secara umum, seperti pengelolaan masjid Al-Ikhlas yang bernilai ramah dan welcome kepada masyarakat Nasrani kampung Kabare yang dikenalkan kepada anak-anak kampung Kabare.

 

Tulisan penulis yang berjudul “Masjid sebagai Solusi Toleransi”, Pesan yang hendak disampaikan adalah mengajak kepada semua jajaran abdi negara maupun masyarakat sipil muslim; khususnya para pengurus masjid, untuk saling bersinergi mengobarkan semangat toleransi dalam diri pribadi masing-masing dalam balutan “Inovasi Mewujudkan Masjid Ramah untuk Kemaslahatan Semua”. Masjid secara eksistensi dipahami oleh kebanyakan masyarakat luas sebagai tempat beribadah, dirasah, ta’lim dan sebagainya. Melalui tulisan ini, semoga mampu memberikan sumbangsih dan sudut pandang baru dalam menginovasi fungsi masjid. 

 

Kontekstualisasi masjid sebagai solusi toleransi yang diberlakukan oleh pengurus masjid Al-Ikhlas, Kabare. Merupakan salah satu bentuk inovasi uswah hasanah dalam meneladani piagam Madinah dan kontekstualisasi dari asas “Bhinneka Tunggal Ika” yang  menumbuhkan nilai-nilai moderasi dan toleransi ditengah-tengah Nusantara Indonesia yang sarat akan kemajemukan dan keragamannya. Meskipun warga muslim di kampung Kabare tergolong minoritas. Akan tetapi, semangat toleransi yang mereka tunjukkan sangatlah besar dan kentara. Lewat sarana Masjid Al-Ikhlas, warga muslim Kabare mampu mengakomodir tempat beribadah sebagai sarana toleransi tempat berkumpulnya warga muslim dan non muslim pada saat ada acara-acara keagamaan dalam Islam, seperti maulid nabi, halal bi halal, dan acara agama lainnya.

 

Dengan adanya tindakan inovasi seperti ini, yaitu menjadikan fungsi masjid sebagai tempat menjalin toleransi. Warga muslim Kabare berharap mampu memberikan contoh khazanah nyata mengenai ramahnya agama Islam kepada warga Nasrani yang khususnya menjadi tamu undangan, lewat acara-acara keagamaan Islam yang terselenggara di masjid Al-Ikhlas Kabare, Waigeo Utara, Raja Ampat. Sehingga kedepannya, para generasi kampung Kabare dan juga bangsa Indonesia yang digadang-gadang sebagai “syubbanul yaum rijaalul ghod”. Mampu menjadi generasi yang diharapkan dan mempersembahkan kepada bumi pertiwi sebuah prestasi, dedikasi, komitmen serta loyalitas terbaik tanpa henti demi menjaga keutuhan dan kesatuan marwah negara republik Indonesia, khususnya dalam konteks toleransi.

 

Generasi kampung Kabare; khususnya yang beragama Islam, mampu menjadi golongan yang memberikan warna terbaik bagi peradaban Indonesia dengan menjunjung tinggi etika luhur, sopan santun yang beradab, dan menjadi bagian dari insan yang berdaya pengetahuan wawasan internasional. Sehingga kedepannya, para penduduk Indonesia khususnya generasi kaum muda mudi. Mampu serta lebih siap untuk menjawab tantangan zaman dan bersaing secara cerdas di masa yang akan datang, yaitu menuju era Indonesia Emas 2045. Khususnya dalam pengelolaan fungsi masjid yang lebih ramah dan inovatif bagi khalayak umum.

 

Masjid di wilayah-wilayah Nusantara tidak lagi terkesan sebagai bangunan peribadahan yang angker dan ekslusif. Karena dalam hal pengelolaan bangunan masjid lebih bernilai local wisdom yang berbasis kultural. Nilai-nilai yang tercermin dari eksistensi masjid mampu mengayomi segenap jajaran masyarakat sekitarnya dan maslahat-nya mampu dirasakan secara dhahir maupun bathin.

 

Dunia boleh mengalami globalisasi, pengetahuan boleh mengalami revolusi, dan teknologi pun boleh mengalami transformasi. Akan tetapi nilai-nilai eksistensi dari sebuah masjid, jangan sampai terdisrupsi dan tergradasi dari nilai-nilai luhurnya. Jangan sampai kita semua hanya berhenti dan terfokus pada kuantitas pembangunan masjid. Akan tetapi lupa dari segi kualitas untuk menyemarakkan masjid.

 

Untuk itu, melalui salah satu contoh fungsi masjid yang telah berjalan di kampung Kabare, yaitu masjid Al-Ikhlas. Semoga kedepannya, bangunan-bangunan masjid di bumi Nusantara ini khususnya. Maslahat-nya tidak hanya bernilai kontruksi, akan tetapi lebih melebur kepada nilai-nilai humanis dan toleransi kepada segenap umat beragama. Wallahu a’lam bishshowab. (05)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar