Novel Pukul Setengah Lima Karya Rintik Sedu: Tokoh Danu dengan Love Language-nya Words of Affirmation - Soeara Moeria

Breaking

Minggu, 03 Desember 2023

Novel Pukul Setengah Lima Karya Rintik Sedu: Tokoh Danu dengan Love Language-nya Words of Affirmation

Pukul Setengah Lima @RintikSedu
Judul : Pukul Setengah Lima

Penulis : Rintik Sedu

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : 21 September 2023

Peresensi : Anjar Pratiwi, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Prodi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Semarang


Macam love language berupa words of affirmation ditunjukkan oleh tokoh Danu dalam Novel Pukul Setengah Lima karya terbaru Rintik Sedu tahun 2023. Tokoh Danu dalam Novel Pukul Setengah Lima itu suka menghargai apa pun melalui perkataannya, oleh sebab itu dapat dikatakan  love language-nya adalah words of affirmation.


Kata-kata tokoh Danu dalam Novel Pukul Setengah Lima karya terbaru Rintik Sedu begitu menenteramkan lawan bicaranya. Jadi, siapa saja yang diajak berkomunikasi dengannya, akan merasa nyaman membicarakan segala hal.


Saat berbincang-bincang bersamanya dalam waktu lama pun terasa menyenangkan sebab apa pun tidak mendapat justifikasi buruk. Lebih dari itu, tokoh Danu senantiasa memberikan respons positif sekaligus berbagai dukungan atas orang lain.


Analoginya, dia adalah figur ideal untuk tempat bercerita, berkeluh kesah, dan berdiskusi tentang segala topik. Perilaku demikian tampak ketika tokoh Alina pertama kali memperkenalkan dirinya kepada Danu sebagai Marni.


Alina sendiri menganggap nama Marni sebagai nama kuno, tetapi berbeda dengannya dengan respons lain.


“Hmm…” gumamnya. “Kayaknya, istilah yang tepat bukan kuno, ah, tapi lestari.”


“Banyak nama mulai musnah dan melangka, nama yang kini akan aneh bila didengar, padahal Indonesia banget. Seperti namamu. Aku makasih sekali,” lanjutnya.


“Makasih untuk?”


“Untuk sebuah Marni.” (Sedu, 2023: 56—57).


Tokoh Danu bahkan memperhatikan hal-hal sederhana layaknya nama. Dia mengapresiasi nama yang umumnya dianggap sudah berbeda era. Dia memandang sebuah nama dari perspektif lain yang lebih positif, seperti menganggap hal kuno tersebut sebagai hal yang sifatnya tidak berubah; bertahan; dan kekal. Danu adalah orang asing, tetapi dia bukan individu biasa. Dia bahkan memilih diksi “lestari” untuk merespons pembicaraan tersebut.


Keistimewaan dirinya dengan love language words of affirmation menjadi tanda bahwa dia tak sama apabila dibandingkan dengan orang-orang sebelumnya yang pernah ditemui tokoh Alina.

Lebih lanjut, bentuk perhatian tokoh Danu juga ditunjukkan dengan aktif mengapresiasi perubahan dari Alina.


Perempuan itu dari awal memiliki kepribadian acuh tidak acuh dan jarang sekali tersenyum atau menunjukkan sisi emosinya.


Danu memperhatikan sisi Alina yang itu. Jadi, ketika terjadi perkembangan sedikit saja, dia langsung menyadari lantas memuji dengan tulus sebagaimana dialog berikut.


“Heh,” kata Danu lagi sambil melirik wajahku. “Mukamu kelihatan senang sekarang. Kamu senang?”


“Biasa aja. Aku cuman senyum, habisnya lucu.”


“Kalau gitu, aku aja yang mengaku senang.”


“Senang kenapa?”


“Karena kamu mulai senyum sekarang.” (Sedu, 2023: 100)


Setelahnya, tokoh Alina pun mengamini kejadian di dalam bus kota tersebut. Dia mencoba menerima kalau dirinya memang berubah berkat eksistensi Danu.Dia senang atas situasi di mana dia menjalani hari-hari dengan versi Alina baru dalam nama Marni beserta dunianya yang baru pula.


Tentu saja karena di sana, bersama Danu, dia bisa kabur meninggalkan sejenak dunia kelam yang penuh kesakitan saat di rumah dan kemonotonan ketika bekerja. Bersama Danu, dia tidak perlu menjadi pribadi yang sungkan atau banyak berpikir keras menentukan akan melakukan apa.


Bersamanya, situasi canggung menjadi santai dan situasi ceria menjadi semakin ingin terus dilangsungkan. Danu sigap menangkap sinyal ketika keadaan terasa ganjil, dia lantas menanyakan kepada Alina dan membuat langkah pertama untuk meluruskan hal demikian.


Terlihat saat dia menemui raut muka dan tingkah laku Alina yang tampak marah sewaktu jalan bersama ke tempat kopi.


Dia berbalik. “Marni, kamu mau marah atau minum kopi?”


Aku melongo, “Hah?”


“Kamu mau marah… atau minum kopi?” ucapnya mengulang. “Kalau kamu mau marah, aku minta maaf. Kalau kamu mau minum kopi, aku juga minta maaf.” Aku semakin melongo.

Dia mengulurkan tangannya, mengajakku berjabat tangan, “Baikan yuk?”  (Sedu, 2023: 160).


Danu tanpa gengsi mengajak Alina memperbaiki suasana supaya lebih baik dan kebersamaan mereka berlangsung tanpa sesal. Entah siapa yang salah atau benar, dia senantiasa memposisikan dirinya sebagai orang pertama meminta maaf.


Perbuatannya itu yang membuat Alina langsung tertawa dan memunculkan ekspresi gembira ketika mendengar perkataan Danu di atas. Dia tentu tidak menyangka akan bertemu laki-laki yang secara totalitas berupaya mengubah situasi supaya selalu terasa indah juga bermakna. (07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar