Nada Sumbang Penyelenggaraan Pemilu 2024 - Soeara Moeria

Breaking

Rabu, 28 Desember 2022

Nada Sumbang Penyelenggaraan Pemilu 2024

Najihul Himam (dok. pribadi)

Oleh : Najihul Himam, warga Jepara, alumnus STAI Indonesia Jakarta, dan peminat kajian politik kebangsaan


Pengertian Pemilu menurut UU No. 7 Tahun 2017 adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Momen pemilu sering disebut sebagai pesta demokrasi rakyat, karena pada pelaksanaannya rakyat bisa menentukan pilihan terhadap partai maupun orang yang dipercaya dapat membawa aspirasi mereka baik di ranah legislatif maupun eksekutif pada pemilukada. 


Ritme pelaksanaannya secara periodik dilakukan lima tahun sekali dan pada tahun 2024 ditetapkan pemilu serentak yaitu pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, kemudian dilanjutkan pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota.


Pemilu bisa diartikan sebagai sarana legitimasi kekuasaan. Oleh karena itu diperlukan para penyelenggara (KPU, Bawaslu dan DKPP) yang profesional, independen, mandiri (tidak partisan) dan berintegritas tinggi sehingga menghasilkan pemilu yang berkualitas secara tahap pelaksanaan maupun hasil.


Penyelenggara sebagai salah satu elemen penting dalam unsur pemilu, karena kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu ditentukan salah satunya oleh penyelenggara yang kredibel dan transparan. 


Maka dari itu proses perekrutan sebagai penyelenggara harus dikawal dengan baik guna memastikan keterpilihan penyelenggara yang sesuai kriteria, mumpuni dan menjaga integritas baik penyelenggara tingkat pusat maupun sampai di tingkat terbawah.


Akhir-akhir ini sering kita dengar suara-suara sumbang dalam pelaksanaan tahapan pemilu yang dialamatkan kepada penyelenggara lebih tepatnya kepada salah satu komisioner KPU yang “diduga” melakukan intimidasi terhadap petugas KPU Daerah. 


Meskipun baru “dugaan” namun tentu pemberitaan yang massif tersebut sedikit banyak mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu yang sudah semakin dekat.


Harapan kami sebagai masyarakat pemerhati pemilu adalah pihak Bawaslu/ DKPP memproses segala bentuk laporan dan segala indikasi kecurangan dengan pemeriksaan yang transparan, terbuka tanpa ada yang ditutupi, kemudian hasil dari pemeriksaan tersebut diumumkan secara luas dan menyeluruh apapun hasilnya (terbukti / tidak), namun transparansi atau keterbukaan proses pemeriksaan adalah kunci yang ditunggu-tunggu masyarakat untuk bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara maupun pelaksanaan pemilu, sehingga dibutuhkan keberanian dan ketegasan dari pihak-pihak yang berwenang menindak segala temuan dan laporan tersebut dan memprosesnya dengan terbuka supaya tidak menjadi “bola liar” di masyarakat dan memantik opini atau wacana tentang penundaan pemilu 2024 yang sering didengungkan beberapa elit politik dewasa ini. 


Dari “dugaan” kejadian tersebut, wacana penundaan pemilu yang inkonstitusional seolah mendapat bahan bakar yang cukup untuk terus disuarakan karena penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas.


Masyarakat menaruh harapan besar di pundak DKPP yang selama ini kurang terlihat peranan sebagai salah satu penyelenggara pemilu (selain KPU dan Bawaslu) karena memang pasif tugasnya, untuk berani membersihkan rumah dari sarang tikus bukan dengan membakarnya, namun secara selektif menyapu dan mengepel dari bangkai tikus yang sudah membusuk baunya. Tentu prosesnya harus transparan dan sesuai dengan bukti-bukti.


Dengan upaya tersebut semoga bisa memperbaiki dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara, penyelenggaraan dan hasil dari pelaksanaan pemilu 2024 dan menghasilkan pemilu yang berkualitas. (*)

1 komentar: