Serba-serbi Sepak Bola Indonesia - Soeara Moeria

Breaking

Kamis, 16 Juni 2022

Serba-serbi Sepak Bola Indonesia

 

Permainan sepak bola. (Foto: suara.com)
Oleh : Marihat Julius Hutagalung dan Muhammad Naufal, mahasiswa Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara  


Sepak bola tanah air selalu menjadi perbincangan hangat  di kalangan masyarakat. Pasalnya banyak media yang menilai persepakbolaan kita sangat memprihatikan baik di divisi liga maupun timnas. Hal itu tak lepas dari kebijakan-kebijakan PSSI dalam melangsungkan sepak bola Indonesia. Kebijakan yang terbaru adalah semua pertandingan liga dilakukan di Bali saja. Tentu hal tersebut menuai kritik dari suporter masing-masing klub yang ikut serta di ajang liga. Para pecinta sepak bola tanah air banyak yang melakukan kritik-kritik pedas dan mengungkapkan kekecewaan mereka pada kepemimpinan PSSI.


Permasalahan dalam sepak bola sebenarnya sudah menjadi pembicaraan jangka panjang. Dalam beberapa tahun ini banyak kasus yang membuat muaknya masyarakat. Kita bisa melihat dari kinerja wasit yang kurang konsisten dalam memimpin jalannya pertandingan, pengaturan skor oleh mafia-mafia bola indonesia, gaji pemain yang ditunggak pihak klub, dan baru-baru ini adalah kericuhan para pemain yang melangsungkan pertandingan. Hal itu membuat persepakbolaan Indonesia menjadi miris, dan membuat kita tertinggal jauh dari beberapa negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.


Di divisi timnas sendiri Indonesia juga tidak memuaskan. Tertanggal 31 Maret 2022 Indonesia berada di peringkat 159 fifa. Kita tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Thailand yang berada di posisi 111 dan Vietnam diposisi 99. Sejauh ini timnas senior sendiri belum pernah menorehkan satu trofi pun untuk Indonesia diajang piala AFF. Bahkan untuk masuk piala Asia saja Indonesia sangat sulit untuk bisa lolos dari kualifikasi. Tak heran Indonesia bisa dikatakan tidak termasuk tim yang diperhitungkan di pergelaran dalam memperebutkan tiket di putaran piala dunia. 


Terakhir indonesia melakoni piala AFF, dan keluar sebagai runner-up. Sedangkan Thailand sukses menjuari ajang tersebut dengan mengalahkan timnas indonesia. Ini merupakan runner up indonesia untuk yang ketiga kalinya di 12 tahun terakhir Indonesia tercatat 3 kali kalah dalam final piala AFF, di mana 2010 dikalahkan Malaysia, 2016 dikalahkan Thailand dan terakhir Thailand  menjuarai ajang ini.


Hasil yang tidak memuaskan ini seharusnya membuat PSSI selaku pembina sepak bola tanah air prihatin. Para masyarakat Indonesia juga mengklaim bahwa kubu PSSI sedang tidak dalam kondisi baik, mereka menyuarakan bahwa seharusnya PSSI dihuni oleh orang-orang yang seharusnya paham tentang bola. Selama ini PSSI kebanyakan dibina oleh tokoh politik, yang dinilai tak tahu filosofi sepak bola indonesia. Jika terus seperti ini wajar saja sepak bola kita jauh dari yang diharapkan oleh semua pecinta sepak bola tanah air.


Untuk perkara kepemimpinan wasit yang kurang konsisten dalam memimpin laga, para suporter Indonesia sudah sangat berharap agar PSSI menerapkan VAR untuk membantu kinerja wasit yang selama ini membuat keputusan yang kontroversi dalam memutuskan jalannya pertandingan. VAR sendiri sudah digunakan sejak lama di kompetisi liga-liga top Eropa.


Untuk mafia sepak bola sendiri masih banyak terjadi di Indonesia. Tak hanya di liga 1, liga 2 dan 3 pun pengaturan skor masih kerap terjadi. Hal ini terbukti dari pengakuan para pemain yang sudah diberitahu untuk diatur dalam skenario pengaturan skor. Soal ini sempat menjadi perbincangan hangat dan pernah diangkat dalam acara televisi Indonesia di Mata Najwa, dan pihak-pihak yang diundang pun memberikan komentarnya tentang masalah mafia sepakbola ini. Dan mereka memang mengakui bahwa permasalahan ini bisa terjadi karena kurangnya ketegasan dalam kepemimpinan PSSI.


Soal ditunggaknya gaji pemain itu juga dinilai menjadi dalangnya pengaturan skor karena pemain juga butuh uang dan terpaksa menuruti permintaan sang mafia dengan bayaran yang sudah ditentukan. Pihak-pihak klub Indonesia sendiri banyak yang menunggak gaji pemain, dan akhir-akhir ini terjadi pada pemain Persija Jakarta  Marco Simic yang mengaku dirinya belum mendapatkan upah dari pihak klub. Hal ini diungkapkannya dalam media sosial dan membuat cuitan bahwa dia merasa kecewa tentang gajinya yang sampai sekarang belum diberikan oleh pihak klub.


Netizen Indonesia memberikan respon yang mengolok-olok klub tersebut. "Betapa tidak konsistennya sebuah klub besar di Indonesia tapi memiliki kendala finansial tidak bisa membayar gaji pemain," ungkap salah satu netizen.


Pihak Persija sendiri sudah memberikan penjelasan tentang kondisi klub, namun para pecinta sepak bola memberikan respon negatif terkait peristiwa tersebut.


Jika sepakbola kita ingin maju, sebaiknya kita menyelesaikan permasalahan internal terlebih dahulu. Seperti PSSI harus dihuni oleh pihak yang memang mengerti sepak bola, PSSI memberikan kebijakan-kebijakan yang jelas pada persepakbolaan Indonesia,mengoreksi klub-klub supaya konsisten dalam masalah finansial pemain menjadi faktor penting untuk menunjang kemajuan persepakbolaan kita


Terlebih lagi banyak anak usia remaja Indonesia yang dibina setengah setengah dalam mempelajari sepak bola. Contohnya minimnya akademi yang profesional yang menaungi anak-anak muda. Sehingga banyak anak-anak yang gagal menunjukkan kemampuannya dalam ajang sepak bola.


Kita juga bisa melihat para pemain Indonesia yang monoton hanya bermain di indonesia. Sangat jarang pemain sepak bola kita dilirik oleh klub-klub dari luar negeri terutama klub klub top. Pemain kita yang bermain di liga Eropa saja masih tiga atau empat pemain saja. Selebihnya bisa dikatakan hanya bermain di liga Indonesia saja.


Hal ini bisa menjadi alasan mengapa Indonesia tidak maju-maju. Padahal semakin banyak pemain yang bermain di Eropa atau di luar negeri akan memberikan pengalaman baru dan pelajaran baru guna mengembangkan skill pemain dan sebuah tim. Tapi untuk sekarang ini Indonesia masih sulit untuk melakukan itu.


Dari sini kita bisa simpulkan sudah jelas permasalahannya kebanyakan dari internal persepakbolaan Indonesia itu sendiri yang kurang bagus. Jika hanya ingin membentuk tim kesebelasan yang bagus, timnas Singapura yang populasi penduduknya hanya ratusan ribu orang tapi memiliki peringkat fifa yang bagus daripada kita, dan uniknya mereka mampu meraih juara AFF.


Jika melakukan pertandingan tersebut pasti sangat tidak adil mengingatkan potensi anak-anak muda indonesia, tapi tidak bisa dipungkiri masalah kepemimpinan PSSI beserta kebijakan-kebijakannya sangat mempengaruhi masa depan pemain dan sepak bola kita. Dan untuk para pemain yang bermain di luar negeri kita berharap mereka jauh lebih baik lagi, agar klub-klub luar negeri yang lain juga memperhitungkan kemampuannya sepak bola indonesia, dan mereka bisa membawa filosofi sepak bola Eropa di Indonesia sehingga ada perubahan dan angin segar guna memperbaiki tataan persepakbolaan kita. Dan hal itu pasti didukung penuh oleh jutaan pecinta sepak bola tanah air yang sedari dulu mengharapkan yang terbaik untuk liga Indonesia dan tim nasional Indonesia. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar